NovelToon NovelToon
Pawang Dokter Impoten

Pawang Dokter Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:74.6k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Dokter Arslan Erdem Mahardika, pria tampan dan cerdas berusia 33 tahun, memiliki segalanya kecuali satu hal yaitu kepercayaan diri untuk menikah.

Bukan karena dia playboy atau belum siap berkomitmen, tapi karena sebuah rahasia yang ia bongkar sendiri kepada setiap perempuan yang dijodohkan dengannya yaitu ia impoten.

Setiap kencan buta berakhir bencana.
Setiap perjodohan berubah jadi kegagalan.

Tanpa cinta, tanpa ekspektasi, dan tanpa rasa malu, Tari Nayaka dipertemukan dengan Arslan. Alih-alih ilfeel, Tari justru penasaran. Bukannya lari setelah tahu kelemahan Arslan, dia malah menantang balik sang dokter yang terlalu kaku dan pesimis soal cinta.

“Kalau impoten doang, bisa diobatin, Bang. Yang susah itu, pria yang terlalu takut jatuh cinta,” ucap Tari, santai.

Yang awalnya hanya pengganti kakaknya, Tari justru jadi pawang paling ampuh bagi Arslan pawang hati, pawang ego, bahkan mungkin pawang rasa putus asanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 27. Sembuh ataukah Cuma Ilusi

Begitu langkah Nayaka memasuki rumah, hawa dingin AC ruang tamu justru kalah menampar dibanding kabar yang langsung menghantam telinganya.

“Audra itu dia memutuskan nikah bulan ini juga,” ucap Mama tenang seperti nggak sadar anak bungsunya baru aja lelah pulang kerja.

“Dan kalian nggak salah dengar. Dia milih tanggal yang sama sama akad kamu, Ka,” timpal Kak Aylara, menyilangkan tangan di dada sambil bersandar di kusen ruang makan.

Nayaka yang masih berdiri di ambang pintu cuma bisa melongo. Napasnya tertahan, tubuhnya mematung sampai-sampai matanya berkedip cepat.

“Demi apa, Tunggu Mas Audra? Maksud Mama, sepupunya Dokter Arslan itu?” tanyanya sambil menunjuk ke arah sembarang, seolah ia menunjuk ke tempat Arslan yang entah di mana.

“Lah iya. Siapa lagi kalau bukan sepupunya calon suamimu, masa Audra Maulana, kemarin heboh di rumah sakit masa kamu lupa, apa jangan-jangan karena cuaca panas sampai kamu nggak fokus,” sahut Aylara datar.

Nayaka mengucek matanya. “Dan Kak Aylara bakal nikah juga di hari yang sama kayak aku?” tanyanya lagi dengan nada setengah tertawa karena otaknya belum siap mencerna kenyataan itu.

“Iya. Hanya resepsinya beda minggu tapi kalau kalian setuju satu hari saja jadi nggak perlu capek-capek repot-repot lagi,” jawab Bu Dina sambil menyesap teh hangat di tangannya.

“Mama sih setuju saja karena itu biar hemat biaya gedung juga hitung-hitung berhemat,” lanjutnya kalem.

“Gila, ini rumah atau markas Avengers sih? Semua orang pada kawin bareng-bareng,” celetuk Nayaka seraya menjatuhkan tas ranselnya ke sofa.

“Ka, jangan lebay,” protes Aylara tapi senyumnya susah disembunyikan yang menertawakan adiknya yang galfok gara-gara mendengar berita dadakan.

“Bukan lebay, tapi aku baru aja pulang dari rumah calon suami yang mukanya kayak patung batu marmer. Sekarang dapet kabar, tanggal sakralku diserobot rame-rame,” gerutu Nayaka lalu mendekati meja makan dan mengambil sepotong kue.

“Nggak diserobot juga, Sayang. Audra udah niat lama nikahin kakakmu Aylara. Dia cuma menyesuaikan waktu kosong dari tugasnya di lapangan kebetulan barengan,” jelas Mamanya pelan.

“Kenapa semua calon cowok di rumah ini kayak main taktik militer sih,” desah Nayaka menyandarkan kepalanya di bahu Aylara.

Aylara hanya tertawa kecil. “Cuma kebetulan jangan drama dulu yang penting, kamu fokus sama akad kamu. Kakak nggak akan nyuri panggung kamu, kok.”

Nayaka mengangguk lemas, lalu berbisik lirih, “Tapi tetep aja rasanya kayak aku bakal berbagi spotlight sama sepupunya calon suami yang bahkan lebih kaku dari Google Translate.”

Mama terkekeh. “Kamu tuh mulut bisa aja.”

Sambil menatap langit-langit rumah, Nayaka menghela napas panjang. Rasanya rumah yang biasanya penuh kehangatan, malam ini mendadak seperti arena gladi resik acara gede.

Semua bergerak cepat, semua serius. Dan dia masih berusaha mengejar detak hati calon suaminya yang terlalu sunyi, terlalu jauh, terlalu dingin tapi tetap Arslan yang dia pilih.

Berselang beberapa menit kemudian…

Langkah Nayaka berhenti tepat di depan cermin. Rambutnya masih basah menetes, kulitnya tampak segar setelah mandi.

Handuk putih melingkar pas di atas dadanya, memperlihatkan lekuk bahu dan tulang selangka yang jenjang. Baru saja ia mengangkat sisir, ponselnya tiba-tiba bergetar di atas meja nakas.

Layar menyala. Nama yang tertera membuat jantungnya memantul cepat.

Dr. Arslan Han Mahardika melakukan video call.

Tanpa pikir panjang, ia menerima panggilan itu. Wajah tampan Arslan muncul di layar, lengkap dengan ekspresi datarnya yang khas.

"Masya Allah, masih sempat video call? Bukannya jam segini harusnya operasi atau mungkin lagi mimpin rapat di perusahaan EM Corp?" sapa Nayaka sambil tersenyum usil.

Tatapan Arslan tidak langsung menjawab. Pria itu hanya diam, memandang lurus ke arahnya. Tapi bukan ke matanya.

Nayaka menyipitkan mata. Menarik handuknya lebih erat lalu mendekat ke kamera.

“Mas lihat apa sih?” tanya Nayaka setengah tertawa.

“Fokus,” sahut Arslan datar. “Aku sedang menilai posisi bahu kamu terlalu tegang.”

Nayaka mendesah pelan lalu duduk di pinggir ranjang. “Aku mau cerita soal Audra tadi,” katanya.

Arslan masih memandang, nyaris tanpa ekspresi. Tapi arah matanya sudah tak menipu.

“Audra... dia majukan pernikahannya. Jadi, akad kita juga dimajukan tiga hari lagi,” ujar Nayaka dengan nada pelan.

Tak ada tanggapan Nayaka menggigit bibir bawahnya, lalu menggoyangkan ponselnya pelan.

“Mas denger nggak? Aku ngomong ini penting lho,” ucapnya.

Arslan mengerjapkan mata sekali. “Aku dengar,” jawabnya singkat. “Tapi kamu tahu nggak handuk kamu terlalu pendek.”

Wajah Nayaka langsung memanas. “Gila! Jadi dari tadi Mas bukannya dengerin aku, malah ngelihatin handuk?!”

“Tidak. Aku hanya mengobservasi gravitasi dan potensi insiden tekstil,” sahut Arslan santai.

“Dasar dokter bedah impoten mulutnya bisa lebih tajam dari pisau operasi,” gerutu Nayaka, tapi senyumnya muncul lagi.

Arslan menghela napas, lalu mendongak sedikit. “Pakai baju Tari Nayaka. Aku kirim link rapat keluarga nanti malam tapi ingat jangan pakai handuk waktu meeting.”

“Baik, Tuan Mahardika. Saya akan hadir lengkap dengan daster dan hairclip Hello Kitty,” tukas Nayaka, lalu menutup panggilan dengan senyum nakal yang belum sempat dibalas.

Di ujung sana, Arslan masih menatap layar yang sudah gelap. Ujung bibirnya terangkat sepersekian detik. Hampir tak terlihat. Tapi itu cukup untuk menyiratkan satu hal.

Perempuan itu memang selalu berhasil mengacaukan ritmenya. Setelah panggilan video itu terputus, Arslan masih diam di ruang kerjanya.

Monitor di depannya menyala, tapi pikirannya melayang ke arah sosok Nayaka yang hanya berbalut handuk. Napasnya terasa berat. Kedua matanya memejam sejenak, mencoba menetralkan pikiran.

Lalu reflek Ia menunduk sontak ekspresinya berubah.

Tangan kanannya spontan bergerak ke arah perut bawah. Gerakannya pelan tapi penuh keraguan kemudian terdiam sejenak.

Beberapa detik berlalu tanpa suara. Lalu ia bergumam nyaris tak terdengar.

“Aneh…” Keningnya mengerut kebingungan.

“Seharusnya tidak mungkin tapi ini jelas terasa.” gumamnya sambil memegangi senjata pamungkasnya.

Tangannya mengepal. “Apa aku sudah sembuh?” ucapnya pelan.

Matanya menatap kosong ke arah meja.

"Atau mungkin cuma karena dia?" bisiknya.

Arslan mengingat kejadian kemarin ketika dipeluk oleh Juwita tak ada reaksi apapun dibanding dengan Nayaka selalu menunjukkan keanehan di tubuh bawahnya.

Ada dentuman halus di dalam dadanya. Bukan karena gugup. Tapi lebih karena perasaan asing yang jarang ia alami. Rasa tertarik yang melampaui logika.

Ia bersandar di kursi, menutup matanya hingga terlihat rahangnya mengeras.

"Nayaka..." gumamnya lirih nyaris seperti desahan tertahan.

Untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, tubuhnya merespons sesuatu. Atau lebih tepatnya seseorang.

Dan itu cukup untuk membuat pikirannya jadi kacau.

Malam semakin sunyi , tetapi kepala Arslan justru dipenuhi suara yang tak henti berdengung. Tangannya masih bertumpu di paha, diam namun tegang. Ia melirik jam tangan, lalu mendesah pelan.

“Ini tidak rasional,” gumamnya lirih.

Langkahnya dibawa ke jendela. Ia menatap langit gelap di luar sana, mencoba mengalihkan pikirannya, namun bayangan Nayaka dengan handuk putih itu terus melintas di kepalanya.

“Apa ini cuma sesaat atau aku memang sudah pulih?” katanya sambil menunduk.

Tiba-tiba ada desakan dalam benaknya. Sebuah dorongan impulsif yang tidak biasa baginya, seorang perfeksionis dingin yang biasa memutuskan sesuatu berdasarkan data dan logika.

Lalu tanpa sadar ia menghela napas dalam, lalu bergumam, “Apa aku harus tes langsung besok pagi? Tapi semalam, waktu di dalam mobil saat tangannya,” ia terhenti menelan ludahnya kasar dengan kesulitan.

Nayaka mengusapnya seperti ada sesuatu yang terbangun dari tidur panjangnya. Tegang tapi bukan marah hanya hangat, tapi bukan panas biasa. Seolah ia mengenali pemiliknya.

Ia membisu sejenak, lalu menyambar ponselnya, membuka pesan pribadi Nayaka, jarinya nyaris mengetik sesuatu. Tapi urung. Ia terdiam lalu meletakkan ponsel itu kembali ke atas meja.

"Ini bukan uji laboratorium. Ini manusia," bisiknya, pelan.

Ia berjalan perlahan kembali ke sofa, menutup wajah dengan kedua tangannya. Lalu bergumam seperti sedang menegur dirinya sendiri.

"Jangan egois, Arslan. Dia bukan kelinci percobaan wanita itu adalah tunanganmu." Gumamnya.

Namun di dalam dadanya, ada desir yang sulit dikendalikan. Antara ingin tahu dan takut tahu.

Ke esokan harinya…

Pagi itu ruang observasi sunyi. Semua tim medis sudah keluar. Tinggal mereka berdua di dalam.

Arslan berdiri di dekat meja, mencatat hasil prosedur terakhir. Suaranya nyaris tak terdengar, hanya bunyi pena yang menggores kertas.

Nayaka duduk di sofa kecil, merapikan maskernya. Sisa keringat masih terasa di pelipis.

Tapi bukan karena ruangan panas melainkan karena pria itu. Dingin, datar, tapi entah kenapa selalu bikin deg-degan.

“Operasi tadi lancar banget,” ucap Nayaka membuka percakapan.

Arslan hanya mengangguk sorot matanya tak berpindah dari rekam medis.

“Kita udah kerja bareng empat bulan, Mas belum pernah ngomong satu kalimat pujian sekalipun,” imbuh Nayaka sambil bersedekap manja.

“Karena kamu belum layak dipuji,” jawab Arslan datar.

Nayaka mengangkat alis. “Wah, tega. Padahal aku tadi yang paling sigap pas nyelamatin arteri pasien itu,” sahutnya.

Arslan menoleh sebentar pandangannya tajam tapi tak menghakimi.

“Respons kamu bagus tapi jangan terbiasa berharap validasi,” katanya.

Nayaka berdiri, berjalan mendekat. Langkahnya pelan tapi pasti. Sampai jarak di antara mereka tinggal sehelai napas.

“Aku nggak butuh validasi,” bisiknya.

Arslan terdiam, hingga hidungnya nyaris menyentuh rambut Nayaka yang masih lembap. Tapi tubuhnya kaku dan rahangnya menegang.

Nayaka sontak mendongak dan kedua pasang mata mereka saling bertemu.

“Mas nggak ngerasa aneh?” tanya Nayaka pelan.

“Aneh bagaimana?” sahut Arslan tanpa berkedip.

“Baru semalam Mas bilang takut kehilangan kendali. Tapi sekarang kita cuma berdua loh dan Mas masih bisa tahan lihat aku dari jarak segini?”

Suasana mendadak hening. Hanya detak jam dinding terdengar menggantung di udara.

Tangan Arslan mengepal pelan di samping tubuhnya. Ia menghindari tatapan Nayaka, lalu memutar tubuh.

“Kamu jangan main-main soal ini,” ujarnya tegas.

Nayaka tersenyum tipis. “Aku serius,” katanya.

Langkah Arslan menjauh, tapi tubuhnya masih gemetar ringan. Ia berdiri menghadap jendela, membelakangi Nayaka.

“Kalau kamu tahu apa yang terjadi di tubuhku tadi malam kamu nggak akan sengaja berdiri di jarak itu sekarang,” katanya pelan.

Nayaka terdiam sejenak sebelum bertanya lebih lanjut, “Mas maksudnya apa?”

Arslan menoleh perlahan. “Aku mungkin sudah tidak impoten,” ucapnya singkat.

Wajah Nayaka langsung memerah. Antara kaget, senang dan deg-degan bukan main karena untuk pertama kalinya Arslan pria cuek, ahli dimeja operasi, terkenal dingin dan datar berbicara seperti itu.

Ia nyaris tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.

“Dan kamu tahu yang bikin itu terjadi?” tanya Arslan pelan.

Nayaka menggeleng pelan. “Apa?”

“Satu-satunya hal yang berubah sejak diagnosis itu cuma kamu.” jawabnya Arslan.

1
Irma Minul
luar biasa 👍👍👍
kalea rizuky
katanya keguguran salah satu bayinya g jd kah
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: kembar tiga kak satu keguguran
total 1 replies
Rizka Susanto
keren bgd sih km nay...
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak sudah mampir baca kakak, bisa mampir baca novel baru aku dong kakak judulnya Terjerat Pesona Ustadz Tampan
total 1 replies
Rizka Susanto
jodoh km sdh mulai mendekat ay...
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Dipaksa Menjadi orang ketiga ceritanya nggak kalah seru kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Rizka Susanto
ya allah bang... dpt serangan mendadak untung aja km gk pingsan 😆
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣
total 1 replies
Faika Pertiwi
lanjut
Yani
mau satu ky pak dokter di real world ada ga yaa /Silent/
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: sulit dan langka banget 🤣🤭
total 1 replies
Yani
nah kan dibilangin bu dokter suruh anteng mlh bikin rusuh yg ujungnya resah dan gelisah.. ha ha/Silent//Silent/
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehe 🤭🤣
total 1 replies
Fatimah Zarah🎯™🦩⃝ᶠ͢ᵌꨄ​
next
Fahira Febrina
semakin suka
Aqila nurifa
lanjut
Fadila Bakri
apakah akan melahirkan
Yani
pagi pagi udah local abis
suasana ter absurd dan terkonyol menjelang lahiran Di dunia pernovelan
pingin salto tp takut kesleo /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha minum obat keseleo atau ke tukang urut saja 🤣☺️
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
kok aq penasaran dengan mantannya aylara, dia kan nikah sama sepupunya suaminya juga kan ?
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: sabar nanti aku khususkan kisahnya mereka.
total 1 replies
Sholikhah Sholikhah
ya, Allah kak author ini ngetik sambil lihat Al Quran apa kak author hapal Al Quran nih 🤔🤔🤔👍👍👍
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: nyontek kakak ☺️🙏🏻🙏🏻🤭
total 1 replies
sasip
mantab sekali komentarnya suster.. 👍🏻🫶🏻✌🏻
sasip
wih, bagaimana itu rasanya dicintai sebegitu mendalam tapi diam² yak? 😉🤭 bikin penasaran ajah karya dikau neh thor.. lanjut..
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe...

makasih banyak 😘🙏🏻
total 1 replies
Farhana
crazy update dong kak
Yani
ya Allah ya Robbi pagi pagi udah kaku perut aku ama tingkah klga absurd ini... /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣

kak follback yah 🙏🏻 aku follow 🙏🏻
total 1 replies
Inha Khaerunnisa
next
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!