Bagaimana rasanya mencintai orang yang tak seharusnya? Bukankah sakit?
(Aleena Salindri)
Kisah ini menceritakan tentang Aleena yang yang terjebak pada sebuah perasaan terlarang pada tunangan sahabat nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noah Arrayan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18
Aleena membeku di tempat, menyaksikan wanita yang teramat ia cintai kini terbujur kaku. Untuk sesaat ia seperti kehilangan dunia, kehampaan kini memenuhi jiwanya hingga untuk menangis pun ia tak bisa.
Ini terlalu mendadak, sang mama pergi meninggalkan nya dengan begitu cepat. Tanpa berpamitan, tanpa pesan dan tanpa ucapan selamat tinggal.
"Mama menyerah? mama lebih memilih pergi dan ninggalin Aleena? mama nggak mau berjuang sama Aleena untuk sembuh? mama bilang akan terus ada di samping Aleena sampai memiliki cucu yang banyak." Bisik Aleena dengan mata yang perlahan mengabur, jiwanya yang sempat melayang terombang ambing perlahan kembali ke raganya. Membuat Aleena merasakan kehancuran, kesakitan dan kepedihan yang nyata.
Semua sia-sia, perjuangan mereka harus usai sebelum sempat dimulai.
"Biarkan mama pergi Aleena, mama nggak mau nerima donor ginjal dari kamu. Putri mama harus sehat dengan organ yang lengkap." Obrolan mereka tadi malam masih terngiang di telinga Aleena. Gadis itu tak menyangka Tuhan memenuhi harapan mama nya. Mama Rossa memilih pergi sebelum operasi sempat dilaksanakan setelah sempat dirawat selama satu minggu.
"Kenapa harus selalu mama yang berkorban? kenapa mama nggak kasih Aleena kesempatan untuk membalas semua pengorbanan mama selama ini ma? sekarang Aleena harus apa? Aleena sendirian dan nggak punya siapa-siapa. Aleena harus bagaimana menjalani hidup ke depan nya ma? Aleena takut, kenapa mama ninggalin Aleena sendirian" keluh gadis itu lirih, air matanya kini berhamburan bersamaan dengan dadanya yang kian terasa sesak.
Aleena merebahkan kepalanya di dada wanita yang begitu ia cintai dengan segenap jiwanya. Tak ada teriakan hanya ada rintihan pilu yang terdengar dari bibir gadis itu. Tubuhnya lemah seakan tak bertulang, jika boleh meminta ia ingin ikut serta bersama mama Rossa. Aleena merasa dunia ini begitu kejam untuk ia tinggali sendiri.
"Mama mu sudah bahagia, ia tak merasakan sakit lagi. Dia sudah sembuh" Bisik Ivan yang begitu iba melihat Aleena yang terlihat begitu rapuh. Kesedihan begitu kental terasa dari sorot mata Aleena yang kehilangan sinar nya.
Ivan dan Aleena sedang berada di sekolah ketika asisten mama Aleena mengabarkan bahwa mama Rossa tiba-tiba kritis. Untung saja Ivan melihat Aleena yang terlihat panik berlari ke arah parkiran sehingga pria itu bisa mengantar Aleena pergi ke rumah sakit. Ivan tak bisa membayangkan andai ia tak ada di sisi Aleena, entah bagaimana perasaan Aleena jika harus menghadapi semuanya sendirian. Meski tak banyak membantu setidaknya ia bisa memastikan bahwa gadis itu akan baik-baik saja selama ia ada di sisi Aleena.
"Katakan apa salahku sampai Tuhan menghukum ku seperti ini? mama satu-satunya harta yang aku punya di dunia ini dan sekarang Tuhan mengambilnya. Katakan aku harus bagaimana?" tanya Aleena pilu.
"Berbahagialah Aleena, hiduplah dengan baik. Meski mama tak sempat melihat namun wujudkan janji mu untuk memberi mama cucu yang banyak"
Lagi-lagi ucapan mama Rossa terngiang di telinga Aleena. Semua ucapan mama Rossa tadi malam seolah menjadi pertanda bahwa ia akan segera pergi. Aleena menyesal, harusnya ia tak usah pergi ke Pelita Harapan hari ini, harusnya ia bisa menemani mamanya di detik-detik terakhir sang mama.
"Tadi pagi kondisi mama stabil, tapi kenapa tiba-tiba mama pergi? kenapa mama ninggalin Aleena tanpa ucapan selamat tinggal. Harusnya mama nunggu Aleena dulu, harusnya mama izin sama Aleena kalau mau pergi" dan dapat Aleena pastikan ia tak akan pernah mengizinkan nya. Apa karena itu sang mama memilih pergi di saat Aleena sedang tidak ada?
"Tenanglah Aleena, mama mu akan sangat sedih kalau melihat kamu seperti ini. Kita harus segera mengurus jenazah mama kamu"
"Tapu benarkah mama uda pergi? jangan-jangan mama hanya tidur pak." Senyum tiba-tiba terbit di bibir Aleena membuat Ivan semakin khawatir.
"Mama? mama hanya tidur kan? mama mau becandain Aleena seperti yang sering kita lakuin dulu. Mama nggak mungkin tega ninggalin Aleena kan? mama tau Aleena paling takut sendirian" ucap gadis itu sambil menggoyangkan tubuh sang mama.
"Ma, Aleena takut ini beneran. Jadi udah ya ma becanda nya" Aleena kembali terisak, Ia kini seolah berada di antara mimpi dan dunia nyata.
"Aleena sadarlah, mama kamu sudah benar-benar pergi. Jangan menghambat langkahnya dengan sikap kamu ini" Ucap Ivan sambil memeluk tubuh Aleena dari belakang. Ia tak kuasa menyaksikan kesedihan Aleena saat ini. Ia mengerti bagaimana sakit yang Aleena rasakan karena ia pernah mengalami hal ini 5 tahun yang lalu. Ditinggal pergi untuk selamanya oleh orang yang sangat ia cintai.
Tapi Ivan lebih beruntung karena masih memiliki papa, karena itu ia selalu berusaha untuk membahagiakan papanya. Ivan selalu menuruti semua permintaan pria itu meski terkadang bertentangan dengan hati nurani nya. Ia tak mau menyesal saat sang papa tak ada lagi di dunia ini.
"Tapi mama nggak mungkin tega ninggalin aku sendirian pak" Kini Aleena merasa tubuhnya benar-benar melayang, kegelapan menyapa menggerogoti kesadaran nya. Ia masih mendengar teriakan samar Ivan seiring dengan sekelilingnya yang berubah semakin gelap.
🍁🍁🍁
Aleena masih tergugu merebahkan kepalanya memeluk gundukan tanah merah yang menjadi tempat peristirahatan terakhir wanita tercintanya.
Ia sama sekali tak siap dengan keadaan ini, ini terlalu menyakitkan untuk ia terima. Mengantar sang mama pada peristirahatan terakhir sama sekali tak pernah ia bayangkan sebelumnya dan kini ia dipaksa untuk merasakan dan menerima nya. Begitu berat dan sangat tidak mudah.
"Kita pulang ya" Ivan mengusap punggung Aleena. Hanya ada dia, Rania dan Aleena yang tersisah di pemakaman sementara para pelayat telah meninggalkan tempat itu setelah prosesi pemakaman selesai.
Ivan sama sekali tak peduli pada tatapan nyalang Rania atas segala perhatian nya pada Aleena. Bahkan tadi gadis itu sempat melayangkan tanya akan keberadaan Ivan di rumah Aleena setibanya ia di rumah gadis yang ia sebut sahabat itu.
Entah akan seperti apa respon Rania andai ia tau bahwa Ivan selama seminggu ini selalu menemani Aleena menjaga mama nya yang sedang dirawat.
"Ayo pulang Al, ini uda sore. Bentar lagi mau hujan" Rania ikut membujuk Aleena. Ivan meragukan ketulusan Rania saat gadis itu berusaha menepis tangan nya yang mengusap punggung Aleena dengan mata menatap tajam.
"Kalian duluan aja, aku masih ingin di sini" lirih Aleena sama sekali tak mengubah posisinya.
"Jangan egois Al, kami nggak mungkin ninggalin kamu sendirian di sini. Tapi kami juga nggak mungkin terus nemenin kamu. Kami juga capek" sungguh Ivan mengutuk ucapan Rania yang tak memiliki empati sama sekali.
Aleena mengangkat tubuhnya dengan terpaksa, meski ucapan Rania begitu menyakitkan namun ada benar nya juga. Aleena tak bisa melibatkan orang lain dalam kesusahan nya.
"Mama, Aleena pulang dulu. Mama yang bahagia ya di sana. Aleena sayang mama" Aleena mengecup nisan mama Rossa sebelum melangkah menyeret tubuhnya yang terasa begitu lemas berjalan meninggalkan tempat itu.
🍁🍁🍁
Mampir thor🙋🙋