Haura, seorang gadis pengantar bunga yang harus kehilangan kesuciannya dalam sebuah pesta dansa bertopeng. Saat terbangun Haura tak menemukan siapapun selain dirinya sendiri, pria itu hanya meninggalkan sebuah kancing bertahtakan berlian, dengan aksen huruf A di dalam kancing itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MGTB And CEO BAB 12 - Siapa Nama Ibumu?
Satu bulan berlalu.
Tanaman cabai di kebun Haura mulai tumbuh subur. Sepanjang mata memandang, tanaman itu rapi berjajar, sungguh elok dipandang mata.
Tak henti-hentinya Haura bersyukur, semua tanaman yang ia tanam berhasil tumbuh. Bahkan tak ada pula satu hama pun yang menyerangnya. Diam-diam Azzam lah yang selalu merawat pohon-pohon cabai itu dengan baik. Menyerang balik para hama yang datang menggunakan musuh alami.
Kini, mereka hanya tinggal menunggu masa panen tiba.
Dan sebelum waktu itu datang, Azzam dengan kemampuannya mulai mencari pembeli cabai dalam jumlah besar. Labih dan Nanjan setia menemani Azzam ke Krayan untuk mencari informasi itu.
Hingga bertemulah mereka dengan seorang pedagang besar dari negeri Jiran, Malaysia, yang bernama Shakir Asegaf.
Setelah bernegosiasi panjang kali lebar, pedagang itu bersedia membeli, bahkan bisa mengambil secara langsung ke desa mereka, jika benar cabai milik Azzam memenuhi standar cabai ekspor. Azzam menyanggupi, seminggu sebelum panen, mereka akan kembali bertemu.
"Kamu anak yang cerdas," ucap pedagang itu pada Azzam, seraya mengelus pucuk kepala Azzam dengan sayang. Jujur saja, pengusaha muda itu begitu salut pada kemampuan Azzam dalam bernegosiasi, tak jauh berbeda dengan para pengusaha dewasa yang pernah ia temui.
"Terima kasih, Tuan Shakir," jawab Azzam seraya menundukkan wajahnya hormat.
Labih dan Nanjan yang berada di sana hanya mampu memandang dengan kagum.
Nanti saat Haura bertanya, siapa yang menemukan pedagang itu, pastilah Labih yang ditunjuk.
"Siapa ayahmu?" tanya Shakir begitu penasaran, siapakah ayah dari anak sehebat Azzam
Labih dan Nanjan kompak melotot, terkejut atas pertanyaan itu, takut jika Azzam jadi sedih kembali.
Tapi Azzam? ditanya seperti itu, ia tak menunjukkan sedikitpun wajah terkejut ataupun murung. Dengan tersenyum, Azzam menjawab, "Ayah saya sudah meninggal, kini saya tinggal bersama ibu, adik dan nenek saya," terang Azzam rinci, masih dengan senyum yang setia menemani bibirnya.
Senyum yang membuat Shakir pun ikut tersenyum pula.
"Ibumu wanita yang hebat," balas Shakir dan Azzam mengangguk setuju.
Ya, ibunya memang wanita yang super hebat.
"Siapa nama ibumu?" tanya Shakir lagi yang masih penasaran, mungkinkan ibu Azzam adalah salah satu putri bangsawan yang dikenalnya. Sebagai seorang pedagang, Shakir memiliki segudang informasi.
"Haura, Haura Almayra."
Shakir nampak berpikir, namun tak ia temukan satupun wanita dalam ingatannya bernama Haura.
"Nama yang cantik, pasti ibumu juga sangat cantik," puji Shakir.
Setelah itu tak ada lagi pembicaraan diantara mereka, hanya saja Shakir sedikit merubah kesepakatan. Sebelum panen, dia sendiri yang akan mendatangi desa Azzam. Bukan hanya untuk melihat cabai, namun ia juga ingin bertemu langsung dengan Haura.
Seorang wanita, yang hidup menjanda dan mampu membimbing anaknya menjadi begitu pandai.
Belum bertemu, namun Shakir sudah lebih dulu mengangumi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara itu, saat ini adalah waktu pertemuan kedua antara Adam dan Mark di Singapura, ditempat yang sama, kamar suite hotel Marina Bay Sands.
Mark datang membawa hasil penyelidikannya selama 1 bulan terkahir.
Tanpa basa basi, Mark langsung menjelaskan semuanya. Mengatakan bahwa ia belum bisa menemukan sang wanita, bahkan didata semua maskapai penerbangan pun tak ia temukan seseorang atas nama Haura Almayra.
Mark yakin, jika data penerbangan Haura pun sudah dimanipulasi oleh Darius.
Namun jika kini mereka menekan Darius untuk mengatakan perihal itu, malah akan membahayakan nasib Haura sendiri. Darius pasti akan memanfaatkan Haura untuk melawan Adam.
Mark juga mengatakan jika sebelum pergi dari Jakarta, Haura dinyatakan hamil. Dan karena kehamilannya itulah, ia diusir oleh sang tante, Salma.
Adam mengepalkan tangannya kuat, kini ia benar-benar merasa seperti seorang iblis. Percuma saja sedari kecil ia memahami tentang agama, nyatanya kini ia menghancurkan hidup seorang wanita.
Dipandanginyalah, selembar foto seorang wanita yang berada di tangan kanannya.
Senyum teduh, dengan matanya yang sayu. Tersenyum dengan begitu cantiknya, lengkap pula dengan hijabnya yang berwarna abu-abu. Foto Haura yang diambil pada 5 tahun silam.
Satu tangan Adam yang lain mengusap wajahnya dengan kasar. Tiap kali mengingat wanita ini, ingatan dimalam itu bermunculan begitu jelas diingatan. Seolah kenangan kala itu diputar kembali tanpa jeda, betapa bengisnya ia memperlakukan Haura.
Tak hanya mencekram, ia pun mengikat kaki Haura di kedua sisi ranjang.
Dan di keesokan harinya, ia sudah tak ada disana.
Astagfirulahalazim. Batin Adam, menyesalkan atas semua yang sudah terjadi.
Tak sampai di sana, Mark pun mengatakan jika hingga kini Paman Haura yang bernama Jodi pun masih terus mencari, namun juga tak membuahkan hasil. Bahkan toko bunga sang paman kini sudah bangkrut, hingga istrinya pergi meninggalkan Jodi begitu saja.
"Teruslah mencari, berapapun waktu yang kamu butuhkan aku akan menunggu," ucap Adam dengan suara yang dingin. Kembali meletakkan foto itu diatas meja.
Luna yang berada di sana pun hanya mampu menghela napasnya dengan pelan. Ia pun cukup kecewa mendengarkan penuturan Mark.
Luna lah yang paling tahu, betapa besar rasa bersalah sang Tuan atas kejadian malam itu.
Saya berjanji Tuan, saya akan menemukan Haura dan juga anak Tuan. Batin Luna yakin. Mengabdi pada Adam sudah menjadi prioritas utamanya sejak dulu hingga kini.
Perintah Adam, adalah hal mutlak yang harus ia selesaikan.
"Baik Tuan," jawab Mark patuh, lalu mengundurkan diri dari ruangan itu.
Selepas kepergian Mark, Luna kembali membaca detail informasi yang didapat oleh Mark.
"Hasan," gumamnya pelan, ketika membaca satu nama yang menjadi saudara kandung satu-satunya Haura di dunia ini.
"Siapa Hasan?" tanya Adam, karena ia masih mampu mendengar gumaman Luna itu.
Dengan sigap, Luna pun langsung menjelaskan. Perihal Hasan, kakak kandung Haura yang tinggal di Surabaya. Hasan sudah menikah, di sana ia tinggal bersama istri dan ketiga anaknya.
Hasan, mewarisi semua harta peninggalan orang tua mereka.
"Tapi dia juga tidak tahu keberadaan Haura, Tuan. Menurut data Mark, Hasan malah mengira jika selama ini Haura masih tinggal di Jakarta, bersama pamannya."
Mendengar itu, Adam tersenyum getir. Bahkan sang kakak sendiri sampai tidak tahu bagaimana keadaan sang adik selama 5 tahu terakhir.
Betapa malang nasibmu, Haura.
"Kosongkan jadwalku 2 hari kedepan, aku akan mendatangi langsung kakak Haura itu," titah Adam, dengan suara dinginnya yang begitu khas.
Luna mengangguk patuh, lalu segera berlalu, mulai menyusun daftar kerja yang baru untuk Tuannya.