Irsyad mendapat tugas sulit menjadikan Bandung Medical Center sebagai rumah sakit pusat trauma di Bandung Timur.
Kondisi rumah sakit yang nyaris bangkrut, sistem yang carut marut dan kurangnya SDM membuat Irsyad harus berjuang ekstra keras menyelesaikan tugasnya.
Belum lagi dia harus berhadapan dengan Handaru, dokter bedah senior yang pernah memiliki sejarah buruk dengannya.
Bersama dengan Emir, Irsyad menjadi garda terdepan menangani pasien di Instalasi Gawat Darurat.
Terkadang mereka harus memilih, antara nyawa pasien atau tunduk dengan sistem yang bobrok.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gerd
"Aku yang akan mengoperasi."
"Baiklah. Monika segera hubungi dokter Faisal."
"Baik, dok."
Handaru lebih dulu menuju ruang operasi. Setelah menyiapkan pasien, Reynand segera mengantarkan pasien menuju ruang operasi ditemani oleh Jagat dan Monika. Saat akan sudah sampai di lantai empat, mereka berpapasan dengan Emil yang baru saja mengantar pasiennya untuk dioperasi.
"Apa pasien akan dioperasi juga?"
"Iya, dok. Ada masalah dengan jantung dan parunya. Aku sudah menghubungi dokter Faisal untuk mengoperasi jantungnya."
"Lalu bagaimana dengan paru-parunya?"
"Dokter Handaru yang akan mengoperasi."
"Apa? Apa tidak ada dokter lain?"
"Tidak ada, dok. Dokter bedah umum di rumah sakit hanya tersisa dokter Fawaz dan dokter Indra. Dokter Indra sedang cuti dan tidak bisa dihubungi. Opsi hanya tinggal dokter Handaru."
Emir mengusap wajahnya kasar. Dia tidak bisa meminta Irsyad yang menangani pasien ini karena saat ini dokter bedah trauma itu juga sedang melakukan operasi penting. Lamunan Emir buyar ketika mendengar suara ranjang yang kembali didorong. Dengan cepat dia menyusul.
"Tolong katakan pada Gusti, sampai operasi selesai, IGD berada di bawah tanggung jawabnya," ujar Emir pada Jagat.
"Baik, dok."
"Dokter mau kemana?"
"Aku akan masuk ke ruang operasi. Aku harus mendampingi dokter Handaru. Jangan sampai dia menghilangkan nyawa orang lagi."
Sontak Reynand dan Monika berpandangan, terkejut sekaligus tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Emir. Sejak Handaru menjabat sebagai direktur rumah sakit ini, pria itu memang belum pernah masuk ruang operasi lagi.
Dengan cepat Emir mencuci kedua tangannya. Dia harus masuk ruang operasi sebelum dokter Faisal memulai operasi. Dia harus tahu apa yang akan dilakukan oleh Handaru pada paru-paru pasien itu.
Usai mencuci tangan, Emir segera masuk ke ruang operasi empat. Faisal dan Handaru yang ada di dalam ruangan operasi terkejut melihat kemunculan Emir.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Handaru.
"Aku akan mendampingi dokter Handaru."
"Bagaimana dengan IGD?"
"Ada Gusti dan dokter Reynand."
Mau tak mau Handaru mengijinkan Emir mengikuti operasi kali ini. Dia tahu betul apa alasan Emir mengikuti operasi ini. Suster yang membantu jalannya operasi segera memakaikan jas bedah dan sarung tangan pada Emir.
"Baiklah, pasien akan menjalani bedah jantung dan paru. Aku akan menangani jantungnya, sementara dokter Handaru mengatasi paru-parunya. Aku akan memulai lebih dulu, baru dokter Handaru menyusul."
Hanya anggukan kepala yang diberikan oleh Handaru. Emir terus memperhatikan ketika dokter Faisal mulai mengoperasi jantung pasien. Ini kali keduanya melihat proses operasi jantung. Yang pertama saat di Ibnu Sina. Kala itu dia diajak oleh Rafa untuk melihat jalannya operasi yang dipimpin olehnya.
Sementara itu, di ruang operasi satu, Irsyad sedang berjibaku menyelamatkan nyawa wanita yang tertusuk batang kayu hingga tembus ke bagian belakang. Di lantai ruangan sudah berserakan kasa dan juga darah. Nayraya yang membantu jalannya mengoperasi mengusap keringat di kening Irsyad.
"Suction."
Dengan cepat Nayraya memberikan alat yang diminta. Darah yang bercampur dengan saline pun disedot keluar. Kini penglihatan Irsyad lebih jelas setelah darah disedot. Dia berhasil menemukan pembuluh darah lain yang robek. Dengan cepat di menjahit pembuluh darah tersebut. Kecepatan Irsyad ketika menjahit sungguh membuat Nayraya kagum.
***
Situasi di IGD sudah mulai kondusif. Korban kecelakaan yang terluka berat sedang menjalani operasi. Sementara dua korban lain hanya mengalami cedera ringan dan sudah diobati. Bahkan mereka sudah diperbolehkan pulang.
Melihat kondisi IGD yang tenang, Reynand bermaksud mengecek pasiennya yang lain. Pria itu segera menuju lantai lima. Ada tiga orang pasien yang menjadi tanggung jawabnya dan tengah menjalani rawat inap. Setelahnya dia akan menemui Ivana.
Di ruang perawatan Ivana, tengah terjadi perdebatan antara kedua orang tua Ivana. Masing-masing bersikeras membawa Ivana pulang.
"Ivana akan pulang dengan ku," ujar Wulan, Mama Ivana.
"Kamu akan membawanya pulang kemana?" tanya Risman, Ayah Ivana.
"Tentu saja ke apartemen ku."
"Kenapa kamu tidak membawanya pulang ke rumah? Di sana ada Bi Nipah yang bisa membantu mu menjaga Ivana."
"Aku tidak mau kembali ke rumah yang penuh dengan kebohongan itu!"
"Kalau begitu biar aku yang akan membawanya pulang."
"Kamu akan membawanya pulang ke rumah baru mu? Apa kamu pikir istri muda mu mau merawat Vana?"
"Setidaknya Ana lebih baik dari mu."
"Lebih baik dari ku? Dia itu hanya pelakor!"
"Jangan bilang dia pelakor! Kamu tahu benar pernikahan kita sudah bermasalah sebelum aku menikahi Ana. Selama itu aku bertahan hanya demi Vana."
"Tapi akhirnya kamu menikahinya juga."
"Itu semua karena kamu!"
Pertengkaran di antara keduanya terus saja berlanjut tanpa mempedulikan Ivana yang berada di ruangan lain. Sejak orang tuanya mengetahui keadaan Ivana, gadis itu dipindah ke ruang VIP. Di sini ranjang pasien berada terpisah dari ruang tunggu dan dibatasi oleh kaca.
Ivana duduk di atas ranjang sambil menutup kedua telinganya. Di saat seperti ini, kedua orang tuanya malah sibuk bertengkar, tanpa menanyakan apa yang menjadi keinginannya. Nafas Ivana mulai tersengal, dia menepuk-nepuk dadanya beberapa kali.
Perdebatan kedua orang tua Ivana terhenti ketika mendengar ketukan di pintu. Reynand masuk ke dalam dengan membawa beberapa berkas untuk kepulangan Ivana. Saking sibuknya situasi di IGD tadi, dia jadi tertunda mengeluarkan surat keluar untuk pasien muda itu.
"Selamat siang," sapa Reynand.
"Siang."
"Saya dokter Reynand. Saya yang menangani Ivana," Reynand memperkenalkan dirinya.
"Apa Ivana sudah boleh pulang, dok?"
"Iya. Tapi sebelumnya saya ingin memeriksa Ivana dulu."
"Silakan, dok."
Reynand segera menuju ruangan di mana ranjang Ivana berada. Ketika masuk, pandangan Reynand langsung tertuju pada Ivana yang tengah menepuk-nepuk dadanya.
"Vana, apa yang terjadi dengan mu?"
Tak ada jawaban dari Ivana. Gadis itu hanya menepuk-nepuk dadanya. Reynand segera membaringkan Ivana kemudian memeriksa dadanya dengan stetoskop. Bergegas Reynand memasangkan masker oksigen pada Ivana. Pernafasan gadis itu perlahan mulai lancar.
Kemudian Reynand memeriksa perut Ivana. Dia menekan pelan perut gadis itu dan terdengar ringisannya. Pria itu menuju telepon ekstensi yang terpasang di dinding. Dia menghubungi salah satu suster untuk membawakan mesin USG ke ruangan.
Tak berapa lama kemudian suster datang membawakan mesin USG. Reynand menaruh gel ke probe. Dia menyingkap baju Ivana, lalu mulai menggerakkan probe. Matanya terus melihat pada layar monitor.
"Ada apa dengan anak saya, dok? Bukannya tadi kondisinya baik-baik saja?"
"Kondisi lambung Ivana mengalami peningkatan gas di dalamnya. Bagian yang hitam ini adalah cairan lambung yang dipenuhi oleh gas. Keadaan lambungnya juga lebih besar dari ukuran normal. Ivana tidak bisa pulang hari ini, maaf."
Setelah memeriksa kondisi Ivana dengan USG, Reynand langsung menuliskan resep obat yang harus dikonsumsi oleh Ivana. Dokter itu juga meninggikan alas kepala Ivana.
"Vana, apa ada yang lain yang kamu rasakan selain rasa sesak di dada?" tanya Reynand dan hanya dijawab gelengan kepala saja.
"Oke. Kamu harus beristirahat lebih lama di rumah sakit. Tidak apa kan?"
Kali ini Ivana menganggukkan kepalanya. Reynand menepuk pelan lengan Ivana kemudian mengajak kedua orang tua Ivana keluar.
"Asam lambung itu apa sama dengan maag?" tanya Wulan penasaran. Pasalnya selama ini Ivana tidak pernah mengalami penyakit maag sebelumnya.
"Maag itu berbeda dengan asam lambung atau Gerd. Maag terjadi karena ada luka atau peradangan di lambung, sementara Gerd adalah kondisi asam lambung yang naik ke kerongkongan. Penderita Gerd bisa mengalami Maag, tapi penderita Maag tidak selalu mengalami Gerd."
"Apa penyebabnya?"
"Macam-macam, bisa dari pola makan, obesitas, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, merokok atau berbaring setelah makan. Itu semua bisa memicu asam lambung naik ke kerongkongan. Selain itu, penyebab Gerd juga bisa disebabkan karena kecemasan atau stress yang berlebihan. Dan untuk kasus Ivana, sepertinya kondisi mentalnya yang menyebabkan asam lambungnya naik."
"ini semua salah mu," ujar Risman.
"Kamu yang sudah mengkhianati pernikahan kita. Kamu juga diam-diam menikah di belakang ku. Vana kecewa pada mu. Kamu yang menyebabkannya!"
"Bapak, Ibu.. tolong tenang dulu. Berhenti saling menyalahkan. Bukankah kalian seharusnya fokus pada pemulihan kondisi Vana? Dia kecewa pada kalian berdua dan berhenti membuatnya semakin kecewa kalau kalian benar-benar menyayangi Vana."
Kedua orang tua Ivana sontak terdiam. Apa yang dikatakan dokter itu sukses menohok batin keduanya.
Tanpa mereka sadari, pertengkaran keduanya tadi sepertinya terdengar oleh Ivana dan itu yang memicu asam lambungnya naik.
Selama ini Ivana terbiasa dengan kehidupan yang tenang dan harmonis. Ketika badai melanda rumah tangga kedua orang tuanya, gadis itu belum siap dengan semua itu.
***
Waktu hampir mendekati dua jam lamanya. Irsyad yang berada di ruang operasi satu masih belum menyelesaikan operasinya. Selain dirinya, di ruang operasi empat, Faisal dan Handaru juga belum menyelesaikan operasi.
Faisal yang hampir selesai menangani jantung pasien mempersilakan Handaru untuk memulai operasinya. Rencananya Handaru akan membuang jaringan paru yang rusak. Emir terus mengawasi Handaru yang mulai mengiris paru yang rusak. Dia tidak melepaskan pandangan sedikit pun dari tangan Handaru.
Handaru menggerak-gerakkan tangan kanannya. Membuka dan menutup tangannya dengan cepat, berusaha mengusir tremor yang melanda. Emir memperhatikan apa yang dilakukan dokter bedah tersebut.
"Are you okay, doctor?"
"Ya."
Handaru hendak kembali melanjutkan apa yang dilakukannya. Namun bersamaan dengan itu suara monitor terdengar.
"Dokter, jantung pasien berhenti berdetak!"
***
Waduh🫣
Ini aku kasih penampakan Ivana versi ku
Ngeri juga pasien yang tertusuk batang kayu hingga tembus ke bagian belakang. Dokter Irsyad yang menangani operasi - semoga operasi lancar dan sukses.
Orang tua kalau sudah pada selingkuh, ribut mulu tidak mengingat perasaan anaknya. Pertengkaran demi pertengkaran tak ada habisnya - sampai Ivana menutup kedua telinganya.
Untung Reynand datang - segera memberikan pertolongan kepada Ivana yang sedang sesak dadanya.
Ivana mengalami stress yang berlebihan - baru sembuh dari over dosis - kini disuguhi pertengkaran kedua orang tuanya.
Handaru mulai mengiris paru yang rusak - Emir terus mengawasi Handaru.
Waduh Handaru kumat tremornya.
Waduh jantung pasien berhenti berdetak.
Dokter handaru seharusnya kamu mengobati penyakit psikismu dahulu agar tidak membahayakan pasien di meja operasi, paling tidak hal itu dapat mengurangi resiko kematian akibat human error
apakah tak bahaya taaaa🤔
apakah ini op perdananya Handaru setelah kejadian yg onoo dan setelah jadi kepala RS BMC ??