NovelToon NovelToon
Retak Yang Tak Kembali

Retak Yang Tak Kembali

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Pelakor jahat / Penyesalan Suami / Antagonis / Selingkuh / Sad ending
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Dgweny

Nayara dipaksa menghadapi Pengkhianatan menyakitkan dari suaminya, Ardan (Direktur Konstruksi), hanya untuk menyadari bahwa pengusiran itu adalah upaya putus asa Ardan untuk melindunginya dari konspirasi berbasis Hutang Karma masa lalu.
.
.
Didorong rasa cinta yang besar terhadap Ardan , Nayara berpacu melawan waktu memperebutkan 'Kunci Master' ke The Grid, sistem infrastruktur yang dikendalikan secara Biometrik oleh kesadaran seorang anak.
.
.
Setelah menyelamatkan Ardan dari transformasi digital, Nayara menemukan ancaman yang sebenarnya kini merasuki orang terdekatnya, menandakan bahwa perang melawan The Grid baru saja dimulai.

______________


Tolong dibantu untuk like , komen dan follow akun aku ya, bantuan kalian sangat berharga untuk aku🫶

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21: Permainan Cermin dan Jerat Karma

Haiii Guys sebelum baca tolong di bantu klik like nya ya sama bolehhh komen nya dan follow nya jangan lupa hihihi. Bantuan kalian sangat berarti buat aku🫶

Happy reading 🌷🌷🌷

...****************...

Lift macet total, terhenti dengan sentakan keras di antara lantai 16 dan 17 Apartemen Senja. Lampu darurat kuning menyala, meredupkan panel kontrol.

Nayara menatap panik pada monitor CCTV lift yang kini hanya menampilkan layar statis, dan pada panel interkom yang baru saja mengeluarkan suara Raynald yang dingin dan mematikan.

Napas Nayara memburu, bercampur rasa takut yang menusuk dan amarah yang membara. Ardan telah mengusirnya untuk melindunginya, namun kini ia justru melangkah lurus ke dalam jerat paling mematikan yang disiapkan Raynald dan Mira.

“Aku sudah di lantai 18. Dan aku akan menunggu, sambil melihat dia sekarat perlahan.”

Kata-kata Raynald itu berputar di kepala Nayara. Sekarat perlahan. Apa yang Raynald lakukan pada Ardan?

Nayara menekan tombol buka pintu lift berkali-kali, tapi tidak ada respons. Ia memukul dinding lift, frustrasi. Ia terperangkap, hanya beberapa meter dari Ardan yang sedang dalam bahaya besar.

Ia teringat pesan terakhir dari nomor Ardan: “Jangan datang. Ini jebakan.”

Nayara yakin Ardan tidak mengirim pesan itu. Ardan tidak akan pernah menggunakan bahasa yang begitu impersonal jika ia benar-benar peduli. Itu pasti Raynald, atau Mira, yang menggunakan ponsel Ardan untuk memancingnya. Atau, Ardan mengirimnya sebagai peringatan terakhir sebelum ponselnya direbut.

Nayara mengeluarkan ponselnya, lalu menghubungi Dion.

“Dion! Kamu harus segera ke Apartemen Senja! Lantai 18! Ardan dalam bahaya! Raynald dan Mira menjebaknya!” Nayara berbisik cepat, suaranya tercekat.

“Tenang, Nay. Aku sedang di jalan, aku sudah dekat. Aku akan hubungi polisi dengan informasi yang aku dapat dari warkop. Apa yang terjadi?” Dion menjawab panik.

“Raynald tahu aku punya buku harian Ardan! Dia memancingku ke apartemen. Dan aku yakin dia sedang menyakiti Ardan sekarang. Raynald bilang dia sedang melihat Ardan sekarat! Liftku macet! Cepat, Dion! Pintu darurat!”

Nayara menutup telepon. Ia harus keluar dari lift ini. Dengan sedikit tenaga yang tersisa, Nayara mencongkel paksa penutup panel darurat di langit-langit lift. Setelah berjuang sejenak, ia berhasil membukanya. Di atasnya, kegelapan dan kawat-kawat tebal.

Ia harus memanjat.

Nayara mengikatkan jaketnya ke tas selempang yang berisi buku harian Ardan, mengaitkannya ke bahu. Ia menarik dirinya ke atas, melalui celah sempit di langit-langit lift. Bau oli, debu, dan listrik menyengat hidungnya.

Kakinya berhasil menjejak bagian atas lift. Ia kini berada di lorong vertikal yang sempit, dengan kabel-kabel tebal yang melilit di sisi dinding. Ia harus naik dua lantai, ke lantai 18.

.

.

.

Memanjat lorong lift adalah perjuangan melawan gravitasi, rasa takut ketinggian, dan kelelahan setelah seharian dipenuhi drama. Namun, wajah Ardan yang sekarat perlahan menjadi adrenalin Nayara.

Ia memegang kabel-kabel tebal yang berdebu. Tangan Nayara lecet, napasnya tersengal. Setiap tarikan, ia mengucap nama Ardan dalam hati.

Di lantai 17, ia melihat celah. Ia bisa mencoba keluar di lantai ini, lalu naik tangga darurat ke lantai 18.

Nayara menggeser pintu shaft yang tersembunyi dengan sekuat tenaga. Pintu itu terbuka, menampilkan lorong sepi Apartemen Senja. Ia berhasil keluar.

Tanpa mempedulikan penampilannya yang kotor dan berantakan, Nayara berlari ke tangga darurat.

Lantai 18.

Lorong di lantai 18 sangat sepi. Karpet tebal meredam setiap suaranya. Di depannya, hanya ada tiga pintu unit. Nayara tahu Ardan menyewa unit paling ujung.

Ia berjalan hati-hati. Di dekat unit Ardan, ada sebuah kamera CCTV kecil yang terpasang di langit-langit. Raynald pasti melihatnya.

Nayara menyadari bahwa kehadirannya, meskipun sudah diketahui, kini harus dimanfaatkan sebagai pengalih perhatian.

Ia mengambil napas, lalu mendorong pintu unit Ardan dengan bahunya. Pintu itu tidak dikunci!

Unit apartemen itu gelap, hanya diterangi oleh lampu remang-remang dari dapur. Nayara masuk perlahan.

“Ardan?” bisiknya.

Ruangan sunyi. Aroma kopi kuat bercampur dengan bau obat-obatan.

Nayara melihat ke ruang tamu. Tidak ada siapa-siapa.

“Selamat datang, Nayara. Kupikir kamu tidak akan datang.”

Suara Raynald menggema dari kamar utama. Nayara menoleh. Ia berjalan ke arah suara itu berasal.

Di kamar Utama.

Ardan terbaring di sofa kamar, wajahnya pucat pasi, seperti mayat. Di lengan kirinya, terpasang selang infus yang terhubung ke sebuah kantong cairan bening yang digantung di tiang penyangga.

Raynald berdiri di samping sofa Ardan, mengenakan kemeja mahal yang kini disingsingkan di lengan, memamerkan jam tangan mewah. Di tangan kanannya, sebuah remote kecil.

“Lihat, Nayara,” kata Raynald dengan senyum puas. “Aku sudah menjaminnya tetap hidup, tapi hanya cukup untuk melihat kehancurannya.”

“Apa yang kamu lakukan padanya?” Nayara maju selangkah.

“Hanya serum Depressan dosis rendah. Membuatnya lemah, sangat lemah, tapi dia bisa mendengarmu. Dia bisa melihat kekasihnya datang untuk menyelamatkannya. Aku tahu itu hal terakhir yang ingin dia lihat.”

Nayara memandang Ardan. Mata Ardan terbuka. Ia menatap Nayara dengan tatapan yang sama sekali tidak dingin—penuh kesakitan, penyesalan, dan permohonan. Ardan mencoba berbicara, tapi hanya suara serak dan lemah yang keluar.

“J-ja… ngan…”

“Ardan, kamu harus kuat!” seru Nayara, matanya berkaca-kaca.

Raynald tertawa. “Jangan buang air matamu, Nayara. Dia tidak pantas. Dia anak seorang pencuri. Dan kau tahu, Nayara, aku tidak hanya menginginkan Cipta Raya Abadi. Aku ingin melihat keluarga Prasetyo hancur berantakan, sama seperti ayahku, Basuki Adelia, hancur karena ayah Ardan.”

Nayara menguatkan hatinya. “Mira sudah memberitahuku semuanya. Kamu menggunakan dia, Raynald. Kamu menjebak Ardan!”

“Mira? Oh, dia hanya pion yang terlalu emosional,” Raynald mengangkat bahu. “Aku yang merancang semuanya. Dan sekarang, berikan buku itu.”

Nayara menarik tas selempangnya. “Aku akan memberikannya, tapi lepaskan Ardan dulu.”

Raynald menunjuk remote kecil di tangannya. “Infus ini dihubungkan dengan alat vital yang kupasang di dadanya. Jika aku menekan tombol ini, detak jantungnya akan menurun drastis. Mau coba?”

Nayara gemetar. Ia tahu Raynald tidak main-main.

“Baik,” Nayara menyerah. “Aku akan memberikan bukunya. Tapi aku mau ambil petunjuk yang Ardan sembunyikan di sini dulu. Petunjuk di balik cermin kamar mandi. Bukti yang akan membuatmu takut.”

Raynald menatapnya dengan curiga, namun matanya memancarkan keserakahan. “Petunjuk? Jangan coba membuang waktu.”

“Jika aku tidak mengambilnya, kamu tidak akan pernah tahu apa yang Ardan siapkan untuk melawamu,” Nayara membalas. “Jika itu bom waktu, kamu harus tahu. Biarkan aku ambil. Baru aku berikan bukunya.”

Raynald berpikir sejenak. Jika Ardan menyembunyikan bukti fisik, Raynald harus menghancurkannya.

“Baik. Tapi aku akan mengawasi setiap gerakanmu. Dan Mira… dia akan bergabung sebentar lagi.”

Nayara berbalik, menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar utama.

.

.

.

Kamar mandi apartemen itu didominasi oleh cermin besar yang menutupi setengah dinding.

Nayara meletakkan tas selempangnya, lalu mulai mencari. Petunjuk Ardan di buku harian itu: X \= Bukti di balik cermin kamar mandi.

Ardan tidak mungkin menyembunyikan USB atau hardisk di sana, karena itu terlalu mudah ditemukan. Itu pasti micro-chip atau sesuatu yang sangat kecil.

Nayara mengamati cermin. Tidak ada celah. Tidak ada engsel.

Ia menekan setiap sudut cermin. Buku Harian Lapangan yang ia simpan di dalam tas selempangnya terasa berat.

Di sudut kanan bawah, dekat saklar lampu kamar mandi, ia merasakan ada bagian cermin yang sedikit longgar. Ia menekannya.

KLIK.

Cermin itu tidak terbuka, namun lampu di sekeliling cermin berubah warna dari putih menjadi merah.

Nayara terkejut. Itu bukan tempat penyimpanan. Itu adalah alarm senyap!

Nayara teringat kebiasaan Ardan. Di perusahaan konstruksi, mereka selalu menggunakan sistem pengamanan tersembunyi. Kode rahasia yang tidak diketahui siapa pun.

Lalu ia teringat kata-kata yang aku ucapkan untuk Ardan: “Aku yang kerja dua shift waktu kamu nganggur!”

Di masa sulit itu, Ardan selalu menggunakan tanggal dan waktu yang paling berarti bagi mereka sebagai sandi.

* Tanggal Pernikahan: 15-08-2020.

* Tanggal Jadian: 02-05-2018.

Nayara mencoba menekan cermin dengan sandi angka: 1-5-0-8. Cermin tetap merah.

Ia mencoba yang lain. Suara Raynald terdengar dari belakang.

“Selesai, Nayara! Aku tidak punya waktu. Berikan buku itu sekarang!”

“Tunggu sebentar!” Nayara berteriak.

Nayara kembali menatap cermin. Di bawah lapisan tipis cermin, ia melihat pantulan bayangannya, dan di sudut cermin itu, sebuah tulisan kecil yang terukir di kaca. Hanya bisa dilihat dari sudut yang sangat miring.

“A-L-I-A.”

Nayara tersentak. Alia. Sahabat Nayara. Orang yang Ardan paling percaya akan menjaga Nayara.

Nayara menekan cermin mengikuti urutan huruf, menggunakan jari: A(1), L(3), I(1), A(1). Ini adalah kode tap mereka saat mereka masih muda dan mengirim pesan rahasia di kelas.

BEEP!

Kali ini, lampu cermin berkedip cepat, dan cermin itu bergeser, memperlihatkan sebuah kotak besi kecil di dinding.

Di dalamnya, hanya ada satu flashdisk kecil berwarna merah.

Nayara menarik flashdisk itu. Itu adalah buktinya!

“Kau sudah mengambilnya, Nayara!” Suara Raynald menggelegar.

Nayara berbalik. Raynald berdiri di ambang pintu kamar mandi, memegang remote.

“Berikan flashdisk itu, dan buku itu. Kalau tidak, aku akan menekan tombol ini, dan Ardan akan selesai. Sekarang!”

Nayara menatap flashdisk di tangannya, lalu Ardan yang lemah di sofa. Ia tidak punya pilihan.

Ia melangkah keluar. “Oke, Raynald. Ambil ini!”

Nayara melempar flashdisk itu ke lantai. Flashdisk itu tergelincir, dan mengenai kaki Raynald. Raynald menunduk untuk mengambilnya.

Saat Raynald menunduk, Nayara mengambil satu tindakan berani. Ia meraih hair dryer yang tergeletak di wastafel. Ia menyalakan hair dryer itu ke pengaturan terpanas, dan mengarahkan udara panasnya ke kepala Raynald.

Raynald menjerit kesakitan, refleks tangannya bergerak menutup wajah, dan ia menjatuhkan remote kontrol detak jantung Ardan.

PRANG!

Remote itu jatuh di lantai, tepat di bawah sofa Ardan, dan pecah berkeping-keping!

Nayara tahu, ia telah memenangkan waktu!

Nayara membuang hair dryer dan berlari ke sofa. Ia merobek selang infus dari lengan Ardan.

“Tunggu dulu, Nayara! Jangan bergerak!” Raynald berteriak, masih memegangi wajahnya yang panas.

“Ardan, kita harus pergi sekarang!” Nayara membantu Ardan berdiri. Tubuh Ardan terasa seringan bulu, dan ia hampir tidak bisa berjalan.

“B-bukunya…” Ardan berbisik, menunjuk ke tas selempang Nayara.

“Sudah aman. Dion sedang dalam perjalanan. Kita harus keluar dari sini!”

Nayara menarik Ardan menuju pintu.

Tiba-tiba, suara pintu depan unit dibanting terbuka.

Mira.

Mira berdiri di ambang pintu, kotor dengan noda kecap, rambutnya berantakan, dan pisau lipatnya teracung.

“Mau ke mana, Nayara? Aku tidak akan membiarkan kalian pergi.”

Bersambung.....

1
Sanda Rindani
kok jd istri tolol,
Dgweny: wkwk aku juga Gedeg Ama nayara ka🤣
total 1 replies
Nindi
Namanya Mira Lestari atau Mira Adelia, thor?
Dgweny: Adeliaa wkwk typo aku ka hehe
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!