Bismillah karya baru,
Sudah tiga tahun Elyana menikah dengan Excel Damara, seorang Perwira menengah Angkatan Darat berpangkat Kapten, karena perjodohan.
Pernikahan itu dikaruniai seorang putri cantik yang kini berusia 2,5 tahun. Elyana merasa bahagia dengan pernikahan itu, meskipun sikap Kapten Excel begitu dingin. Namun, rasa cinta mengalahkan segalanya, sehingga Elyana tidak sadar bahwa yang dicintai Kapten Excel bukanlah dirinya.
Apakah Elyana akan bertahan dengan pernikahan ini atas nama cinta, sementara Excel mencintai perempuan lain?
Yuk kepoin kisahnya di sini, dalam judul "Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Nada Sebagai Senjata
Alibi-alibi yang diberikan Excel, membuat Elyana tidak bisa berkata apa-apa lagi di hadapan kedua mertuanya. Elyana bingung apa yang harus dia jelaskan bahwa pernikahannya memang tidak tercatat secara kedinasan. Karena selama menikah dengan Excel, dirinya belum pernah diajak menghadiri acara apapun di kantornya.
Kedua orang tua Excel benar-benar pulang, Elyana sedih sembari menatap kepergian mereka.
"Kenapa, kamu masih mau minta berpisah dariku? Bertahanlah, setidaknya itu lebih baik bagimu. Daripada keluyuran tidak jelas di luar sana." Excel berkata dengan enteng, seraya berlalu.
Elyana menangis, dirinya kini benar-benar sakit hati dan kecewa dengan perkataan Excel yang menyayat hatinya. Sikap dan perlakuan Excel benar-benar membuat Elyana muak, dia justru ingin menangis menjerit-jerit. Tidak sedikitpun Excel bersikap lembut atau berusaha merayunya. Excel justru terlihat angkuh, karena kedua orang tuanya masih percaya dengan segala alibinya.
Elyana bergegas ke dalam kamar di lantai bawah yang biasa dia tempati. Dia mengunci diri, lalu berusaha menumpahkan sesak dan kecewa di hatinya atas sikap Excel dan kedua orang tua Excel yang masih percaya kalau Excel bisa berubah mencintai Elyana dengan tulus.
"Aku tidak terima, Mas, kamu perlakukan aku seperti ini. Harusnya kalau kamu mau aku bertahan di sampingmu, minimal kamu membeli hati atau merayuku supaya luluh dan sakit hatiku sembuh. Tapi, tingkahmu justru merasa di atas angin karena mama dan papamu masih mempercayaimu dan kemakan alibi-alibimu." Tangis Elyana pecah di dalam kamar itu, menumpahkan semua unek-unek dan sesak di dalam dadanya.
"Elyana, buka pintunya, Nada ingin dikelon olehmu." Gedoran di pintu kamar lantai bawah, mengejutkan Elyana yang tertidur pulas. Setelah menangis tadi siang sampai menjelang sore, Elyana tertidur di sana, karena lelah menangis.
Sejenak Elyana menatap jam di dinding kamar, dia terkejut, rupanya waktu sudah menunjukkan jam 20.00 Wib.
"Ya ampun, aku sudah lama berada di dalam kamar ini. Nada, di mana Nada?" sadarnya setelah melihat jam dinding.
Elyana bangkit, gedoran di pintu, kembali terdengar diiringi teriakan Excel yang memanggil namanya.
"Elyana, bukalah. Nada mencarimu," teriak Excel lagi. Elyana terpaksa berdiri dan berjalan menuju pintu kamar, membuka kunci, lalu perlahan membuka pintu itu.
Elyana menampakkan dirinya dalam keadaan yang kusut. Maklum, dia baru saja bangun dari tidur, belum lagi wajahnya yang bengkak karena menangis.
Excel menatap wajah Elyana yang bengkak, dia tahu Elyana sejak tadi menangis. Tapi Excel tidak terlalu peduli, yang penting bagi dia adalah Elyana harus tetap memberikan perhatian pada Nada.
Elyana keluar kamar melewati Excel, dia tidak menanyakan di mana Nada. Elyana sudah tidak mau berbicara pada Excel, dia muak dengan Excel.
"Mamaaaa." Teriakan Nada mengalihkan kesedihan Elyana yang tadi masih terasa. Dia menyambut sang putri dengan gembira.
"Ayo. Bukankah Nada ingin mama kelon," ajak Elyana sembari membawa Nada menaiki tangga dan memasuki kamar.
"Mama, celita," pinta Nada seraya memainkan dagu Elyana. Sentuhan tangan mungil itu, membuat Elyana semakin dilanda sedih. Elyana membayangkan, bagaimana apabila dirinya dipisahkan dengan Nada, disaat rumah tangganya kini sedang mengalami ujian?
Elyana buru-buru menguasai diri. Dia menarik nafasnya dalam-dalam agar dia tidak menangis di depan sang putri kecil yang memintanya bercerita sebelum tidur.
"Baiklah, mama cerita, ya." Elyana mulai bercerita, sambil menepuk-nepuk pantat sang putri. Sesekali Nada menimpali dengan celotehan kecil.
Tidak berapa lama, Nada pun tertidur. Deru nafasnya teratur. Pegangan jemarinya yang erat memeluk leher Elyana.
Elyana menatap wajah Nada lekat, lalu mencium kening sang putri kecil dengan dalam. Betapa sedih dan tiada obat, apabila dia dipisahkan dengan Nada, kecuali memang takdir dari Yanga Maha Kuasa.
"Kamu menyayangi anakku, eumm, maksudku, Nada?" Sebuah pertanyaan yang sudah barang tentu tidak perlu dipertanyakan lagi, terlontar dari mulut Excel. Excel tiba-tiba sudah berada di dalam kamar, tanpa Elyana sadari. Elyana bingung dengan maksud pertanyaan dari Excel, apakah dia tidak melihat kalau selama ini Elyana begitu menyayangi Nada dengan segenap cinta dan kasih sayang?
Elyana mendengus, lagi-lagi hatinya sesakit ini. Excel bisa-bisanya meragukan kasih sayang dirinya pada Nada. Bahkan berpisahpun, rasanya tidak sanggup.
Elyana mendengus, dia tidak bermaksud menjawab pertanyaan konyol dari suaminya itu. Mulai siang tadi sejal alibi-alibi yang diberikan Excel pada kedua mertuanya, dan mereka lebih percaya ucapan Excel, Elyana sudah muak dan lelah berkata apapun dengan Excel, sekalipun obrolan kecil.
"Kamu tidak bisu, bukan?" lontar Excel lagi sedikit kesal karena Elyana sama sekali tidak menanggapinya.
"Kamu tentu saja sangat menyayangi Nada. Selama Nada aku pertahankan, maka kamu akan tetap bertahan di sampingku, karena aku tahu kamu tidak bisa juah dari Nada," batin Excel sembari tersenyum penuh kemenangan. Dia yakin, Elyana menyayangi Nada, maka dari itu Nada bagi Excel adalah senjata untuk membuat Elyana tetap bertahan di sampingnya.
Dua hari berlalu, Elyana masih tidak mau bicara apapun dengan Excel. Hatinya perlahan mulai beku. Tidak ada lagi senyum di wajahnya untuk Excel. Karena semakin ke sini Excel justru tidak pernah berusaha meraih hatinya, dengan sikap ataupun tutur kata. Excel cenderung menyepelekan perasaannya.
"Gimana aku bisa bertahan di sampingmu, Mas? Mungkin iya, sebelum foto kebersamaanmu dengan kekasihmu aku temukan, aku masih bisa bertahan dan menganggap sikap datarmu biasa-biasa saja. Tapi, kali ini tidak. Aku benar-benar sudah tidak ingin bertahan, hatiku sudah sakit," kata hati Elyana menjerit.
Hari ini Excel sudah kembali terlihat akan bekerja. Elyana tersenyum, karena ini kesempatan baginya untuk pergi. Namun, tentu saja Excel tidak bodoh, sebelum dia pergi, Excel mewanti-wanti Bi Ocoh agar waspada terhadap Elyana, supaya tidak pergi.
Elyana mengintip dari balik pintu kamar, Excel berbicara pada Bi Ocoh. Sepertinya Excel memberikan perintah pada Bi Ocoh untuk mengawasinya. Pintu rumah tentu saja tidak dibiarkan Excel bergelantungan.
"Gimana caranya? Aku sungguh kehilangan akal," gumamnya.
Excel pun pergi, mobilnya sudah keluar dari pekarangan rumah. Di dalam kamar, Elyana masih bingung, bagaimana caranya supaya hari ini dia bisa keluar dari rumah ini.
Sekitar jam sembilan pagi, setelah selesai sarapan. Elyana nekad melakukan percobaan kabur. Sayangnya, Bi Ocoh selalu mengawasinya, seperti perintah Excel.
Elyana bergegas dan kembali menuju kamar, sembari menuntun Nada. Hal ini membuat Bi Ocoh lega, Bo Ocoh kembali fokus dengan pekerjaannya.
Lima belas menit kemudian, Elyana sudan menggendong Nada dengan kain carik. Dia berjalan perlahan menuju dapur. Rupanya Bi Ocoh sedang mencuci baju di tempat cucian. Elyana mengendap, lalu meraih sesuatu dari rak piring dan disembunyikannya.
Dengan perlahan, Elyana berjalan menuju pintu belakang, ia berharap Bi Ocoh tidak menyadari keberadaannya, terlebih suara mesin cuci sedikitnya bisa membuat telinga Bi Ocoh hanya fokus dengan suara mesin cuci.
Elyana berhasil keluar dari pintu belakang. Dia segera berjalan menuju depan melewati samping rumah. "Mamaaa." Tiba-tiba Nada berteriak. Elyana tersentak, lalu membekap pelan mulut Nada sembari mengarahkan telunjuknya di bibir.
"Sutttt, anak mama jangan teriak, ya," bujuknya.
Sayangnya saat tiba di depan gerbang, Elyana justru bertemu dengan Mang Udin suaminya Bi Ocoh.
Apakah Elyana berhasil kabur dari Mang Udin?
Maaf, hari ini hanya satu bab ya bestie. Besok insya Allah dua bab. 🙏🙏
Jangan lupa dukungannya ya. Kalau masih punya vote, jangan lupa ditabur ya. Terimakasih....
jodoh elyana otw....
di dunia nyata
kl aku jd mantan dah kulaporkan biar viral lah. biar hancurnya bareng bareng gk sendirian.
untung mantan istri terlalu baik, ciri khas wanita sinetron ikan terbang dng lagu kumenangis 😁🤣🤣