Dijodohkan? Kedengarannya kayak cerita jaman kerajaan dulu. Di tahun yang sudah berbeda ini, masih ada aja orang tua yang mikir jodoh-jodohan itu ide bagus? Bener-bener di luar nalar, apalagi buat dua orang yang bahkan gak saling kenal kayak El dan Alvyna.
Elvario Kael Reynard — cowok paling terkenal di SMA Bintara. Badboy, stylish, dan punya pesona yang bikin cewek-cewek sampai bikin fanbase gak resmi. Tapi hidupnya yang bebas dan santai itu langsung kejungkal waktu orang tuanya nge-drop bomb: dia harus menikah sama cewek pilihan mereka.
Dan cewek itu adalah Alvyna Rae Damaris — siswi cuek yang lebih suka diem di pojokan kelas sambil dengerin musik dari pada ngurusin drama sekolah. Meskipun dingin dan kelihatan jutek, bukan berarti Alvyna gak punya penggemar. Banyak juga cowok yang berani nembak dia, tapi jawabannya? Dingin banget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Ketos
Kriinggg Kriinggg Kriinggg
Bel istirahat akhirnya berbunyi juga. Suara nyaringnya memecah suasana kelas IPA 1 yang tadinya hening karena para siswa fokus or at least, pura-pura fokus pada pelajaran yang membosankan.
El menghembuskan napas panjang sambil menggeliat pelan. Matanya memejam sejenak. Perutnya mengeluarkan suara lirih yang membuatnya makin malas bergerak.
“Ck cacing gue udah meronta aja ini. Sial kenapa juga gue sok rajin masuk kelas pagi-pagi,” gerutunya pelan sambil mengelus perut.
Sarapan tadi pagi? Sebungkus mie instan. Itu pun setengah matang karena buru-buru. Dan terakhir kali dia makan nasi? Kemarin siang parah.
Di pojok kelas yang berseberangan, Alvyna juga tampak sama merana nya. Ia menyandarkan punggung ke kursi, wajahnya lelah. Matanya bahkan sempat menutup beberapa detik, nyaris tertidur saking lemahnya.
“Astaga kayaknya bentar lagi gue bakal pingsan deh,” desisnya pelan, “Harus ke kantin sebelum tumbang beneran.”
Ia meraba perutnya dan menatap ke luar jendela. Matahari sudah mulai naik, menyinari pelataran sekolah yang ramai dengan siswa berhamburan keluar kelas.
Satu per satu murid keluar dari kelas. Suasana yang tadinya lengang kini berganti dengan obrolan ramai dan suara langkah kaki.
Tapi El dan Alvyna masih di tempat. Sama-sama diam. Sama-sama lapar dan sama-sama terlalu malas buat berdiri duluan.
“El masih di kelas?” suara lembut seorang cewek terdengar dari ambang pintu Lyra.
Dengan langkah percaya diri dan senyum manja, Lyra masuk ke dalam kelas. Rambutnya dikibaskan pelan, dan ia langsung menghampiri El yang sedang menelungkup lemas di atas meja.
“Sayang gak ke kantin?” sapanya manja sambil memeluk bahu El dari samping.
El mendengus pelan. Masih enggan mengangkat kepala. 'Ck pasti ada maunya. Tadi pagi juga masih marah sama gue,' gumamnya dalam hati.
“Sayang tidur?” tanya Lyra lagi sambil menatap wajah El yang nyaris tertutup lengan.
“Gak,” jawab El pelan. Kali ini ia mendongak, menunjukkan wajah lelah dengan ekspresi malas.
“Yuk ke kantin aku laper banget,” lanjut Lyra sambil menyender di pundaknya dan mengusap dada El.
Di bangku lain, Alvyna hanya mendengus pelan. Ia bangkit tanpa ekspresi dan berjalan keluar kelas tanpa menoleh ke belakang. Tapi langkahnya cepat, sangat cepat.
Lyra yang melihat itu mendadak melotot.
‘Itu dia? Kok sekelas?! Gawat!’ pikir Lyra kaget. Ekspresinya berubah kaku seketika.
El yang menangkap perubahan ekspresi itu ikut menoleh.
“Lo kenal dia?” tanyanya spontan curiga.
Lyra tersentak. “Hah? Siapa? Cewek itu? Gak kok! Gak kenal!” jawabnya cepat, terlalu cepat.
El menaikkan alis. “Yakin?”
“Iya lah! Apaan sih kamu,” sahut Lyra gugup, buru-buru menarik lengan El. “Udah yuk aku laper.”
“Tadi lo kayak kaget banget liat dia,” gumam El, memperhatikan raut wajah Lyra dengan sorot tajam.
Lyra tertawa kaku. “Haha gak kok. Eh dia anak baru ya?”
“Hmm,” El hanya menjawab singkat. Tak tertarik menggali lebih jauh. Pikirannya masih sibuk memutar ulang adegan semalam malam saat dia resmi menjadi suami dari gadis bernama Alvyna Rae Damaris.
“Kemarin kamu ke mana? Kok gak masuk sekolah sih, gak ngabarin juga!” tanya Lyra dengan nada manja yang berujung cemberut.
El terdiam. Masa iya bilang habis nikah? Mau dibakar hidup-hidup dia nanti.
“Kesiangan sekalian gak berangkat,” jawabnya asal, sambil menarik jaket dari sandaran kursi.
“Aku nyariin kamu tau. Seharian susah banget dihubungi!”
“Kan sekarang udah ketemu,” jawab El malas.
Hening
Beberapa detik kemudian Lyra kembali membuka mulut, “Oh iya aku tadi liat tas limited edition lucu banget! Gak mahal kok, cuma dua ratus juta doang karena lagi promo!”
El langsung menatap ke depan. Pandangannya datar.
‘Dua ratus juta cuma? Gila gue sehari aja dapet lima ribu susah,’ batinnya kesal.
Lyra menunggu reaksi. Tapi yang dia dapat hanya anggukan pelan. Tanpa ekspresi dan tanpa komentar.
“Kamu kenapa sih jadi cuek gini?” protes Lyra, langsung melepaskan pelukannya dan bersedekap.
El menghela napas panjang. Rasa lapar, lelah, dan sekarang ngambek pacar? Kombo yang nyebelin.
“Gue laper banget. Kalo lo ikut ya ayo. Kalo gak, gue cabut sendiri,” ujarnya sambil melangkah keluar kelas.
“Maksudnya kamu tinggalin aku?!” jerit Lyra.
“Makanya jangan ngajak ribut dulu. Gue mau makan!” sahut El sambil menarik lengan Lyra yang masih berontak.
“Aku belum selesai ngomong!”
El berhenti menoleh tajam. “Gimana sih? Gue cuma mau makan! Bisa gak sih gak ribut mulu di tempat umum begini?” ucapnya sambil membuka topi dan menyisir rambutnya ke belakang.
Sementara itu, Alvyna sudah hampir sampai kantin. Tapi langkahnya terhenti ketika seseorang menghadang di depannya.
“Eh lo cewek yang gue tabrak pagi tadi ya?” sapa seorang cowok dengan senyum ramah.
Alvyna menaikkan alis. “Siapa?”
“Wah lo lupa ya? Gue Langit ketua OSIS. Belum sempet kenalan tadi,” jawab cowok itu sambil mengulurkan tangan.
“Alvyna,” balas Alvyna singkat. Tangannya? Gak dibalas.
Langit mengerucutkan bibir, lalu tertawa kecil sambil menarik kembali tangannya. “Anak baru ya? Baru hari ini masuk ya?”
“Dua hari,” jawab Alvyna, tetap dengan nada cuek.
Baru saja Langit ingin membalas, suara menyebalkan terdengar dari belakang.
“Eh Pak Ketos ngapain berdiri di sini?”
Lyra datang dengan langkah lebar, masih menyeret El di belakangnya. Matanya memicing ke arah Alvyna.
Saat melihat Alvyna bicara dengan Langit, wajah Lyra langsung berubah. Senyum palsu menghiasi bibirnya, tapi sorot matanya tajam.
El sendiri menatap Langit dan Alvyna, lalu mengalihkan pandangan. Tapi dari caranya mendengus, jelas dia tidak suka.
Alvyna pura-pura gak peduli. Ia langsung melangkah cepat ke arah kantin. Setelah memesan batagor dan es jeruk, ia duduk di meja pojok yang kosong. Tangannya langsung meraih ponsel, pura-pura sibuk scrolling.
Tak lama kemudian El masuk sendirian. Langkahnya tenang. Di belakangnya, Lyra masih mengejar, tampak sebal karena ditinggal jalan duluan.
Alvyna menunduk. Tapi ia bisa merasakan tatapan seseorang. Dan ketika ia menoleh El sedang menatapnya dan tersenyum tipis.
‘Ya ampun, gue pengen nyakar tuh muka rasanya!’ batinnya meledak.
“Ini pesanannya Neng,” ucap ibu kantin sambil meletakkan batagor dan es jeruk di atas meja.
“Makasih ya Bu. Tadi saya udah bayar,” sahut Alvyna, mencoba tetap sopan meski hati mendidih.
Ia menatap makanan itu seperti menemukan cahaya dalam gelap. “Bismillah akhirnya bisa makan juga. Ck kenapa gak pesen nasi goreng aja sih tadi! Sialan El, gara-gara lo kan!” gerutunya sambil menyuap batagor.
Baru beberapa suapan, ponselnya berbunyi.
Ting!
Pesan masuk.
+6282765-: Lo gak lupa sama ucapan gue tadi pagi kan? Jangan genit!
Mata Alvyna langsung membesar ia menoleh cepat dan benar saja. El masih menatapnya. Masih dengan senyum smirk.
'GUE CAKAR JUGA LO EL!'