Keira Maheswari tak pernah menyangka hidupnya akan berubah begitu drastis. Menjadi yatim piatu di usia belia akibat kecelakaan tragis membuatnya harus berjuang sendiri.
Atas rekomendasi sang kakak, ia pun menerima pekerjaan di sebuah perusahaan besar.
Namun, di hari pertamanya bekerja, Keira langsung berhadapan dengan pengalaman buruk dari atasannya sendiri.
Revan Ardian adalah pria matang yang perfeksionis, disiplin, dan terkenal galak di kantor. Selain dikenal sebagai seorang pekerja keras, ia juga punya sisi lain yang tak kalah mencolok dari reputasinya sebagai playboy ulung.
Keira berusaha bertahan menghadapi kerasnya dunia kerja di bawah tekanan bosnya yang dingin dan menuntut.
Namun, tanpa disadari, hubungan mereka mulai membawa perubahan. Apakah Keira mampu menghadapi Revan? Atau justru ia akan terjebak dalam pesona pria yang sulit ditebak itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teddy_08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Menguak Tabir
Bramantyo Baskara masih berdiri mematung menunggu Alan yang sedang melakukan panggilan telepon pada adiknya.
Dengan raut tegang yang dipaksa bersabar ia mondar-mandir di depan Alan. Ternyata ia juga bisa gusar jika itu menyangkut Keira . Wanita yang begitu dikaguminya.
Tut Tut Tut Tut
Tak lama kemudian sambungan telepon tersambung, "Halo Dek, apa kabar? Kamu di mana?"
Melihat Alan juga mencemaskan Keira , raut tegang di wajah Bram perlahan mengendur.
"Di villa pribadi Revan Kak. Masih di kawasan Badung juga kok," sahut wanita di seberang telepon.
Kebetulan Alan sengaja menyalakan loud speaker di ponselnya. Sehingga Bramantyo sedikit lega mendengar sendiri suara merdu Keira saat itu.
"Keira , maafin kakak ya. Gak ada maksud tipu kamu. Perjanjian itu telah lama dibuat orang tua kita untuk menyelamatkan bisnis," terang Alan.
"Iya Kak, mau gimana lagi. Toh aku udah nikah sama dia," balas Keira berusaha bersikap santai.
"Apa kamu terima keinginan Revan"
"Maksudnya? Keinginan yang bagaimana? Urusan ranjang? Enggaklah," balas Keira mencerocos begitu saja.
"Bukan gitu maksud Kakak, kamu terima dengan sikap dia yang katakanlah nakal ke banyak perempuan?" tanya Alan menyelidik.
Sementara Bramantyo masih sabar dan penasaran menunggu balasan Keira . Semoga saja tidak beneran jatuh hati, begitu ungkapnya pada adit samar-samar.
"Aku ajuin syarat yang susah ke dia Kak," balas Keira cepat.
Alan berpikir sejenak. Ia sangat paham kalau Revan bukan tipe orang yang mudah menyerah. Tapi ia juga belum tahu apakah sahabatnya itu serius dengan pernikahan yang dijalaninya dengan adiknya atau tidak.
"Kira-kira, menurut kamu? Dia cinta beneran apa gak?" tanya Alan seakan mengintrogasi.
Keira mengesah. Ia menghela napas panjang sebelum menjawabnya.
"Siapa sih Kak, yang gak kenal Revan itu siapa? Semua perempuan kalau lihat casingnya doang pasti langsung mau, apa lagi kalau misalnya perempuannya tuh matre, bakal diporotin pastinya," ujar Keira gamang.
Jawaban ambigu Keira membuat Alan dan Bramantyo yang ikut mendengarkan mengernyit bersamaan.
"Nak kamu sendiri gimana?" tanya Alan lagi. Ia sangat penasaran dengan perasaan adiknya yang polos.
Tentu saja Alan takut menyesal telah menjerumuskan pernikahan adiknya. Tetapi itu adalah amanat mendiang kedua orang tuanya yang harus dia kerjakan.
"Aku masih mencari tahu Kak, apakah dia mau berubah atau tidak," jawab Keira dengan suara malas.
Ia kesal, kakaknya bertanya seperti menginterogasi penjahat tanpa henti. Penyataan yang terus berputar-putar membuat Keira frustasi. Seharusnya jika memang Alan tidak setuju mencegah. Bukan justru setelah semua terlanjur malah mencecar seperti ini. Tentu saja gadis itu semakin kesal.
Meski begitu Alan tetaplah seorang kakak, dan juga keluarga satu-satunya yang dimilikinya. Yah … meskipun terlalu mengecewakan untuk disebut sebagai kakak sih.
"Jadi begini Kak, dia ngomong secara gamblang kalau beneran sayang dan suka sama aku. Katanya dulu pas sekolah dulu Kakak pernah kasi lihat foto aku ke dia," terang Keira mulai mengawali kisahnya.
Mata Bramantyo mendelik, raut mukanya mengguratkan rasa kesal dan kecewa yang luar biasa. Mengetahui mimik pria pribumi berwajah tampan disampingnya menegang, Alan segera menepuk bahunya mengisyaratkan agar bersabar dulu.
Alan segera melanjutkan percakapan dengan adiknya yang masih disimak oleh Bramantyo.
"Itu dulu Keira , Kakak bangga punya adek cantik seperti kamu. Ya. Sekarang masih sama sih, tapi kakak keseringan takut gak bisa jagain kamu akibat kecerobohan kakak sendiri," ujar Alan berkata jujur.
Keira mendengarkan dengan sabar. Sesekali ia menoleh ke belakang. Jantungnya berdegup kencang was-was kalau saja tiba-tiba suaminya nyelonong masuk ke dalam kamar.
"Ya Kak, gak apa-apa kok. Sekarang Keira udah mulai ngerti. Dan masalah Revan, kakak jangan cemas. Aku ingin memberikan pelajaran yang gak mungkin bisa dia lupain. Aku kasih syarat yang gak mudah," ujar Keira .
Tentu saja Alan dan juga Bramantyo penasaran dengan syarat yang dimaksud Keira . Sebelum Keira menutup teleponnya, buru-buru ia melayangkan pertanyaan pamungkas.
"Keira , ini pertanyaan terakhir. Apa syarat yang kamu maksud?"
"Aku meminta Revan meminta maaf secara langsung pada satu persatu wanita yang pernah dia kencani. Dan mengatakan tidak akan mengulanginya lagi. Bukan itu saja, aku juga minta Revan bikin surat permintaan maaf tertulis yang nantinya akan di tandatangani oleh seluruh mantan dia," jelas Keira .
Alan mengambil napas dalam-dalam. Ia sedikit lega mendengar langsung penuturan adiknya.
"Oke deh, kakak selalu support kamu ya … apapun dan bagaimanapun kamu masih punya keluarga. Yaitu kak Adit. Jangan ragu berbagi jika mengalami kesulitan nantinya," ucap Alan.
Alan mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Kemudian tatapan matanya berpindah pada Bram yang masih setia menunggunya di sana.
"Bagaimana Bram, sudah mendengar sendiri 'kan? Bagaimana Keira menyikapinya?" Alan tersenyum simpul dengan tatapan teduh menenangkan. Begitu dalam tatapannya. Menandakan ia tidak main-main dengan perkataannya.
"Kalau begitu, kita bantu Keira harus mulai dari mana?" Wajah Bramantyo berubah datar setelah mendengar semuanya.
Keira sepertinya bersiap menerima dengan lapang dada mencoba ikhlas memiliki suami seorang buaya darat seperti Revan. Membuat pria sekelas Bramantyo cemburu bukan main.
"Debra, sejauh saya tahu dia yang paling meledak-ledak," ujar Alan.
"Oke deh, thanks. Aku pamit dulu. Kirim kontak Debra deh. Aku mau mulai penyelidikan juga dari dia, Revan orangnya gimana. Kalau gak bener aku gak segan minta papa narik semua saham yang ditanamnya," ucap Bram kemudian meraih kunci mobil di atas meja dan bergegas melenggang pergi.
Alan menghela napas berat. Kini ia di posisi yang amat sulit. Keadaan ini membuatnya terjepit. Dia takut keselamatan adiknya menjadi taruhan bos-bos yang bersaing ingin mendapatkannya.
**
Bramantyo melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia mencoba mencari tahu di villa mana Keira menginap.
Ia tidak menyangka bahwa perasaannya bisa berlebih seperti ini pada Keira . Memiliki rasa cemburu meski ia tidak terikat hubungan dalam bentuk apapun dengan gadis tersebut.
"Keira Maheswari, kenapa kamu terus terbayang di otakku?" lirihnya.
Tanpa disadari bulir bening merembes di sudut matanya. Ia mengusapkannya dengan kasar. Di tengah berjalan. Ponselnya kembali bergetar. Pertanda pesan masuk.
Jemarinya segera menggeser pop up yang tertera di layar. Di sana tertulis alamat lengkap perempuan malam bernama Debra.
Seketika itu juga Bramantyo menepi. Ia tampak serius membaca dan mencoba mengingat alamat yang diberikan oleh Alan kepadanya.
Senyumnya seketika mengembang, "Kena kamu Revan, aku akan sewa orang untuk memata-matai dia agar memancing kamu. Tapi sebelum itu aku sementara itu, aku terlebih dahulu menemui wanita ini untuk mengujinya."
Kini Bram semakin bersemangat, ia kembali menyalakan mesin mobilnya hingga berderu kencang membelah jalanan melewati lalu lalang yang mulai ramai.
Berjam-jam Bram menyetir mobil hingga sampai di tempat tujuan. Matanya membulat sempurna ketika menangkap basah Debra berjalan dengan pria yang usianya diperkirakan jauh ndi atasnya.
"Mampus kamu, Revan! Dia bukan perempuan sembarangan. Melainkan udah senior simpan Om-Om kelas atas," dengkusnya merasa senang.
— To Be Continued