Suka cerita tentang toko utama wanita yang tidak mudah ditindas? Di sinilah lapaknya!
Renata Carissa, seorang putri dari Panglima TNI yang berprofesi sebagai Psikiater. Memiliki kehidupan yang sempurna dengan memiliki suami yang begitu mencintainya dan anak laki-laki yang sangat tampan.
Sepeninggal suami tercintanya, Renata pun meninggal karena mengalami sakit keras.
"Aku berharap bisa bertanya kepadanya, mengapa aku tidak pernah tahu?"
"Apakah aku bisa bertemu dengan Jefra-ku lagi?"
Itulah harapan terakhir Renata.
Bukannya ke akhirat dan bertemu dengan suami tercintanya. Namun, Renata justru secara misterius berubah menjadi tokoh antagonis yang berperan menjadi pelakor. Nasib tokoh yang menyedihkan, hidup dalam penderitaan, dan berakhir bunuh diri.
Ya, dia masuk ke dalam novel!
Tidak ingin nasibnya berakhir tragis, Renata memutuskan untuk mengubah alur cerita yang sudah tertulis itu.
Dan takdir mempertemukannya kembali dengan Jefra, suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elwi Chloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemurkaan Rendra
"Besok saja kita membahasnya," pungkas Tuan J.
Renata berekspresi tidak terima karena pertanyaannya digantung hingga besok.
Bisa-bisa tidak dapat tidur dirinya.
"Kenapa tidak sekarang?"
"Tidak usah protes dan banyak tanya."
Sebuah tabiat yang tidak mau dibantah, maunya dituruti terus, tapi tidak mau mengerti seseorang. Sungguh pria yang sangat menjengkelkan.
Sabar, tarik napas dan mencoba untuk tenang. Hanya itu yang bisa Renata lakukan sejak tadi.
"Tapi besok kan hari Minggu, aku masih libur."
"Aku tidak pernah membiarkan Asistenku libur tanpa izinku."
Renata mendelik dibuatnya. Setelah memperkejakan dirinya seperti robot, bisa-bisanya Tuan J tidak memberinya jatah libur yang seharusnya.
"Dasar Bos kejam!"
Tuan J mengerling geli melihat raut wajah Renata yang sudah merah padam karena tidak dapat menahan emosi lagi. Ingin tertawa, tapi ditahan.
Sejujurnya pria itu bersyukur, karena tidak jadi menikah dengan wanita pilihan sang Ibu tiri berkat kedatangan Renata.
"Terima kasih," ucap Tuan J pelan.
"Apa?" Renata tidak mendengar dengan jelas.
"Lupakan."
Renata mencebikkan bibir karena tidak puas dengan jawaban Tuan J.
Tidak lama kemudian mobil Range Rover Sport itu sampai di depan kediaman keluarga Tan.
"Turun," ujar Tuan J terkesan mengusir.
Bibir Renata mengerucut. Pria itu seperti tidak niat mengantarnya pulang. Kalau tahu begini, lebih baik Renata pulang sendiri dengan mobilnya.
"Terima kasih," ucapnya.
"Hmm."
Kemudian Renata bergegas membuka pintu mobil dan turun.
Brak
Setelahnya, pintu mobil ditutup kembali dengan agak kencang.
Tuan J tidak langsung menjalankan mobil untuk berlalu, dia justru menatap tubuh mungil Renata yang berjalan memasuki pagar rumah. Setelah melihat Renata benar-benar sudah masuk ke dalam, barulah dia menyalakan mesin mobilnya kembali.
Namun, sebuah ponsel yang tergeletak di jok yang baru Renata duduki menghentikan niat pria itu.
"Ceroboh sekali."
**
"Anak sialan! Baru pulang kamu, ha!"
Terdengar suara menggelegar Rendra, ketika Renata baru menginjakan kaki di ruang tamu.
Deg
Jantung Renata hampir saja copot.
Rendra terlihat murka. Santy dan Sanaya yang berdiri di masing-masing sisinya, kedua wanita itu tersenyum samar. Alvaro yang menatap rumit. Serta Zayn yang menunjukkan raut wajah kecewa.
Sebenarnya ada apa ini?
Rendra melangkah cepat menghampiri Renata dan tanpa aba-aba melayangkan telapak tangannya, tepat mengenai pipi sebelah kanan Renata.
Plak
Wajah Renata menengok ke samping saat mendapatkan tamparan yang sangat keras dari Rendra, membuat sudut bibirnya robek dan mengeluarkan darah.
Mata Renata memerah, sungguh terguncang dengan apa yang telah Rendra lakukan padanya.
"Anak tidak tahu diri! Dasar pel*cur!"
Renata melirik Rendra dengan ekor matanya.
"Masih berani kamu menatapku!" Rendra mengangkat tangannya, berniat menampar Renata lagi.
"Hentikan, Ayah! Tidak seharusnya kamu langsung menghakiminya seperti itu!"
Pergerakan tangan Rendra berhenti saat seruan Zayn yang menginterupsi.
"Berhentilah membelanya, Zayn! Ini adalah akibat dari kamu yang terlalu memanjakannya!" hardik Rendra.
Pria paruh baya itu benar-benar marah. Kemarahannya bermula ketika Sanaya memberi tahu jika Renata tengah mengandung dan mengacaukan acara makan malam keluarga Tjong.
Ya, ini adalah ulah Sanaya yang mengadukan Renata. Sepertinya, wanita itu ingin Renata mendapatkan kemurkaan dari Rendra.
Rasakan kamu, Renata. Aku tidak akan membiarkanmu merasa senang karena kejadian tadi.
Sanaya menatap Renata bengis.
Zayn menghela napas berat, "Renata, apa benar kamu sedang mengandung?"
Renata menunduk untuk menyembunyikan air mata yang mendesak ingin keluar, dirinya tidak boleh terlihat lemah hanya karena sebuah tamparan. Tapi tetap saja pipinya terasa sangat sakit, sampai menjalar ke gigi geraham. Untuk membuka bibir saja sulit. Bagaimana bisa dia menjawab pertanyaan Zayn?
Sebagai gantinya, Sanaya berinisiatif menjawab, "Kak Renata memang sedang mengandung. Bahkan Kak Renata sampai memaksa Jefra Tjong untuk tanggung jawab."
"Sanaya, tutup mulutmu, jangan memperkeruh suasana," ujar Alvaro, tidak habis pikir dengan sang istri yang justru semakin menempatkan Renata pada posisi sulit.
"Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya," kilah Sanaya dengan wajah yang dibuat sepolos mungkin.
Santy menutup mulut dengan telapak tangan, seolah-olah shock, "Bisa-bisanya kamu menggunakan tubuhmu untuk menggoda Jefra Tjong, Renata."
Rendra semakin berang dibuatnya, "Jadi kamu yang menggodanya duluan!" bentaknya pada Renata.
"Aku tidak menggodanya," akhirnya Renata kembali bisa menggerakkan mulutnya, meski dengan susah payah.
"Kamu masih mencoba menyangkal?" napas Rendra memburu, "Aku sungguh malu telah memiliki putri sepertimu! Sebaiknya kamu pergi dari rumah ini!"
"Ayah tidak berhak mengusir Renata!" Zayn masih mencoba membela sang Adik.
"Cukup, Zayn. Biarkan anak sialan ini pergi, dia hanyalah aib bagi keluarga Tan!" Rendra masih pada pendiriannya.
Padahal dia tidak memiliki hak untuk mengusir Renata.
Renata mengepalkan tangan dan memejamkan mata, telinganya sampai berdenging karena teriakan Rendra. Ingin sekali Renata memukul balik wajah pria paruh baya itu. Kemudian Renata mulai membuat ancang-ancang untuk melakukan niatnya itu.
Tap
Tap
Namun, suara langkah kaki menghentikan niat Renata.
"Sungguh menarik."
Jefra Tjong melangkah masuk dari arah pintu.
"Bagaimana bisa Tuan Rendra mengumbar umpatan yang tidak pantas, yang tidak seharusnya diucapkan oleh seorang orang tua pada anaknya," sambung Tuan J.
"Kau!"
Zayn menatap tajam si sumber masalah yang membuat Renata dimarahi habis-habisan oleh sang Ayah.
Sedangkan Rendra langsung bungkam seketika, tapi napasnya masih memburu.
"J, kenapa kamu di sini?" Alvaro sungguh tidak menduga kedatangan Kakaknya itu.
Santy dan Sanaya terlihat terkejut, tidak terkecuali Renata.
Tuan J melangkah mendekat pada Renata. Lalu meraih pinggang si gadis untuk didekapnya.
"Akulah yang menggodanya duluan. Salahku yang memaksanya sehingga sampai mengandung. Jadi berhentilah menyalahkannya."
Jefra Tjong mengaku bersalah. Kenyataan memang salahnya yang sudah mengatakan jika gadis itu sedang mengandung. Namun, dia juga tidak mungkin mengatakan jika Renata tidak benar-benar mengandung, yang ada dirinya kembali dijodohkan.
Renata berkedip beberapa kali. Kenapa Tuan J datang? Padahal Renata bisa menyelesaikan masalah ini sendiri.
Zayn langsung menarik tangan Renata agar menjauh dari Tuan J.
Kemudian Zayn mencengkram kerah kemeja yang dikenakan Tuan J, "Jadi kau yang memaksa Adikku!"
Jefra Tjong hanya menunjukkan ekspresi datar.
Bugh
Zayn memukul wajah Tuan J dengan masih mencengkram kerah kemejanya.
"Bang sat! Mati saja kau!"
Tentu saja Zayn sangat marah karena Adik tersayangnya dinodai. Dari awal, Zayn memang tidak percaya jika Renata menggoda pria yang sedang dipukulinya ini.
Bugh
Bugh
Kepalan tinju milik Zayn terus memukuli wajah Jefra Tjong.
Namun anehnya, pria itu tetap tidak menunjukan ekspresi apapun. Siapa sangka, Tuan J memang sudah mati rasa dengan rasa sakit dari sebuah pukulan.
"Hentikan, Kak!" Renata mencoba melerai Zayn.
Sepertinya, Zayn sudah gelap mata. Dia tidak acuh dengan apa yang dikatakan Renata.
"Tidak, jangan pukuli Jefra lagi, hiks..."
Kesadaran Jefra Tjong mulai menghilangkan. Wajah menangis milik Renata adalah hal terakhir yang dilihatnya sebelum pingsan.
_To Be Continued_