Calon suaminya direbut oleh sang kakak kandung. Ayahnya berselingkuh hingga menyebabkan ibunya lumpuh. Kejadian menyakitkan itu membuat Zara tidak lagi percaya pada cinta. Semua pria adalah brengsek di mata gadis itu.
Zara bertekad tidak ingin menjalin hubungan dengan pria mana pun, tetapi sang oma malah meminta gadis itu untuk menikah dengan dosen killernya di kampus.
Awalnya, Zara berpikir cinta tak akan hadir dalam rumah tangga tersebut. Ia seakan membuat pembatas antara dirinya dan sang suami yang mencintainya, bahkan sejak ia remaja. Namun, ketika Alif pergi jauh, barulah Zara sadar bahwa dia tidak sanggup hidup tanpa cinta pria itu.
Akan tetapi, cinta yang baru mekar tersebut kembali dihempas oleh bayang-bayang ketakutan. Ya, ketakutan akan sebuah pengkhianatan ketika sang kakak kembali hadir di tengah rumah tangganya.
Di antara cinta dan trauma, kesetiaan dan perselingkuhan, Zara berjuang untuk bahagia. Bisakah ia menemui akhir cerita seperti harapannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UQies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE #27
Negeri Paman Sam, begitulah orang menyebutnya. Salah satu negara yang memiliki empat musim ini rupanya menyimpan kenangan tersendiri bagi Alif. Ya, di sinilah ia dilahirkan, di sini sang ibu menjalani pengobatan yang tidak sebentar hingga dinyatakan sembuh, dan di sini pula cintanya bersemi dengan sang istri.
Allah benar-benar telah memberikan hadiah terindah bagi Alif. Tak hanya kesembuhan, tetapi juga kisah cintanya yang membuatnya begitu bahagia. Wajar saja jika saat ini hati pria itu berbunga-bunga hingga selalu saja tersenyum, terutama saat memandangi wajah sang istri diam-diam.
Saat ini, Alif dan Zara sedang dalam perjalanan menuju apartemen di New York. Sambil mengendarai mobil yang dikemudikan oleh asistennya, mobil mereka melewati sungai Hudson yang cukup panjang. Angin dingin yang berembus membawa serta butiran salju halus yang berkilauan di bawah cahaya lampu jalan, memberikan sentuhan magis pada hari yang mulai gelap.
Gedung-gedung tinggi yang menjulang menjadi pemandangan indah yang juga mereka lewati. Di sudut-sudut jalan, tampak beberapa orang yang lalu-lalang dengan mengenakan pakaian khas musim dingin. Lalu lintas kota tetap padat, dengan taksi kuning yang menembus jalanan bersalju, membawa penumpang ke berbagai sudut kota yang tak pernah tidur.
Seluruh kota tampak seperti panggung teater yang dipenuhi berbagai cerita. Tak hanya itu, setiap sudutnya menyimpan potensi untuk kisah cinta yang begitu romantis. Pada bulan bulan ini, Kota New York berubah menjadi latar yang sempurna untuk sebuah kisah yang penuh dengan nuansa dan emosi mendalam, di mana setiap flake salju yang jatuh membawa serta keajaiban musim dingin.
"Pak? Pak Alif?" panggil Zara memanggil namanya kala mobil yang membawa mereka kini telah berhenti. Namun, beberapa kali panggilan itu dilontarkan, tetap saja tak membuat Alif tersadar dari lamunannya.
"Pak Alif!" Zara kembali mengulangi panggilannya. Kali ini dengan suara yang sedikit ia tinggikan hingga membuat Alif terperanjat kaget.
"Iya, Sayang," ucap pria itu refleks hingga membuat sang istri diam dan memalingkan wajahnya menatap ke arah luar jendela. Terlihat jelas pipi wanita itu kini merona merah. Meski terucap secara tak sengaja, Alif sama sekali tidak keberatan dengan kata itu, apalagi malu. Jika boleh jujur, ia sudah lama memimpikan situasi di mana ia memanggil sang istri dengan panggilan 'sayang.' Namun, keadaan seolah meminta untuk bersabar dan memahami kondisi perlahan.
"Ada apa, Jasmine?" tanya Alif. Meski ia menyukai respon Zara yang terlihat malu-malu, ia sadar jika sang istri belum terbiasa sehingga kini ia kembali memanggilnya dengan panggilan khas itu.
Zara berbalik, tetapi tidak berani menatap mata Alif. "Itu, Pak. Kita sudah sampai," jawab wanita itu.
Alif tersenyum sejenak memandangi wajah Zara yang masih tertunduk salah tingkah, lalu segera keluar dari mobil diikuti oleh sang istri. Mereka berjalan memasuki unit apartemen yang di sewa oleh Alif untuk berisitirahat sejenak, sebelum besok memulai bulan madu mereka sebagaimana jawaban wanita itu yang menyetujui rencananya meski awalnya sedikit ragu.
Setibanya di dalam, Zara tampak menggosokkan kedua telapak tangannya sambil sesekali ditiup demi menghangatkan jemarinya yang kedinginan. Alif yang baru saja menutup pintu pun menyadari apa yang dilakukan sang istri.
Perlahan ia mendekati wanita itu, lalu mengulurkan tangan dan membungkus tangan kecil Zara dengan kedua telapak tangannya yang besar. Saling berhadapan, Alif mendekatkan tangan mereka ke bibirnya dan meniup pelan.
"Bagaimana? Apakah hangat?" tanya Alif dan mendapat anggukan dari Zara.
Pria itu tersenyum lalu memasukkan salah satu tangan Zara ke dalam saku jaketnya yang hangat bersamaan dengan tangannya. "Kemarilah, aku akan menghangatkanmu."
Mata Zara membola mendengar perkataan Alif. Kata 'menghangatkanmu' itu rupanya berhasil menggiring pikiran Zara ke arah yang lain. Batinnya selalu berkata 'belum siap,' tetapi langkah kakinya begitu pasrah mengikuti ke mana sang suami membawanya.
"Kamu duduk di sini," ucap Alif mendudukkan Zara yang tampak panik di atas sofa yang berada di ruang tengah.
Pria itu kemudian menekan saklar untuk menyalakan perapian elektrik yang berada tepat di hadapan Zara, lalu mengatur suhunya.
"Bagaimana? Hangat, 'kan?" tanya Alif, membuat Zara langsung mengangkat wajahnya seperti orang kebingungan.
"Apa? Bapak sudah menghangatkanku?" tuturnya tanpa sadar. Zara menatap Alif sejenak, lalu beralih menatap perapian di hadapannya. Wajah wanita itu seketika merah merona kala menyadari dirinya telah salah paham. "Oh, i-iya, hangat, Pak," ucapnya kemudian menunduk malu.
Alif tersenyum tipis. Dari gelagat Zara, ia tahu wanita itu baru saja salah paham. Pikiran jailnya pun mulai bermunculan dalam kepalanya saat ini.
"Kamu kenapa, Jasmine?" tanya pria itu sambil berjalan mendekat, mencoba menggoda sang istri.
"Ti-tidak, Pak. Aman." Zara memperlihatkan senyuman yang sangat jelas dipaksakan demi menutupi rasa malu dan gugupnya sekaligus.
"Biar saya tebak, apa kamu membayangkan 'menghangatkanmu' dalam artian lain?" tanya Alif lagi sambil mendudukkan tubuhnya tepat di samping Zara, bahkan kedua sisi tubuh mereka saling merapat.
"Mana ada, Pak. Tidak, kok." Zara membuang muka sambil menggeser tubuhnya sedikit menjauh.
"Kenapa malah menjauh? Saya, 'kan, hanya ingin menghangatkanmu." Alif kembali bergeser mendekati Zara dengan wajah serius, lebih tepatnya dibuat serius, padahal sebenarnya ia ingin sekali tertawa melihat ekspresi lucu sang istri saat ini.
Suara deringan ponsel tiba-tiba terdengar dari saku jaket Zara, membuat wanita itu langsung meraih ponselnya. Berbeda dengan Alif yang justru menekuk wajahnya sedikit kesal dengan si penelepon yang tidak memahami keadaan.
"Ini Akira, saya terima telepon dulu, Pak." Zara bangkit dari duduknya dan hendak pergi, tetapi Alif langsung mencekal tangannya.
"Bicaranya di sini saja, saya tidak akan bersuara," kata pria itu, membuat Zara kembali duduk.
Zara kini berbicara serius dengan sahabatnya itu via telepon. "Apa? Lusa Pak Naufal mau keluar kota?" Suara wanita itu melengking karena begitu terkejut.
"Iya, aku lagi ada urusan hari ini, besok, yah, insyaAllah," katanya lagi dengan suara pelan, lalu mengakhiri teleponnya.
"Ada apa dengan Naufal?" tanya Alif penasaran.
"Pak, maaf, bulan madunya bisa ditunda dulu, nggak? Bisakah kita kembali ke Indonesia hari ini juga? Besok saya harus mengumpulkan revisi laporan KKP saya. Pak Naufal mau keluar kota lusa soalnya," ujar Zara pelan.
Kedua alis Alif kini berkerut hingga hampir saling bertautan. "Saya, 'kan, juga pembimbing kamu, Jasmine."
"Iya, Pak. Tapi kemarin Bapak sendiri yang memberi info ke kami via chat grup bahwa untuk laporan KKP biar Pak Naufal yang periksa karena Bapak di luar kota," balas Zara.
Alif tak bisa berkata-kata lagi. Benar, ia memang pernah meminta Naufal untuk mengambil alih urusan laporan karena ia akan ke luar negeri. Pria itu benar-benar tidak menyangka jika apa yang ia katakan waktu itu kini justru menjadi boomerang bagi dirinya yang ingin berbulan madu.
.
.
.
#bersambung#