Di dunia yang dikuasai oleh kultivasi dan roh pelindung, seorang putri lahir dengan kutukan mematikan—sentuhannya membawa kehancuran. Dibuang oleh keluarganya dan dikhianati tunangannya yang memilih saudara perempuannya, ia hidup dalam keterasingan, tanpa harapan.
Hingga suatu hari, ia bertemu dengan pria misterius yang tidak terpengaruh oleh kutukannya. Dengan bantuannya, ia mulai membangkitkan kekuatan sejatinya, menyempurnakan kultivasi yang selama ini terhalang, dan membangkitkan roh pelindungnya, **Serigala Bulan Biru**.
Namun, dunia tidak akan membiarkannya bangkit begitu saja. Penghinaan, kecemburuan, dan konspirasi semakin menjeratnya. Tunangan yang dulu membuangnya mulai menyesali keputusannya, sementara sekte-sekte kuat melihatnya sebagai ancaman.
Di tengah pengkhianatan dan perang antar kekuatan besar, hanya satu hal yang pasti: **Pria itu akan selalu berada di sisinya, bahkan jika ia harus menghancurkan dunia hanya untuknya**.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 : Nama yang Ditakuti
Pengantin tertua berdiri terpaku, tubuhnya menegang seperti boneka yang hampir lepas sendinya. Matanya yang kosong menatap Xiaolin dengan keterkejutan yang luar biasa.
“Zhang Qiling…?”
Suara parau itu nyaris tidak terdengar, tetapi Xiaolin menangkap jelas getaran dalam nada bicaranya. Pengantin tertua yang begitu kuat dan kejam kini tampak gemetar. Jari-jarinya yang panjang mencengkeram gaun pengantinnya sendiri, seolah mencoba menyangkal kenyataan yang baru saja dia sadari.
Xiaolin tidak mengerti.
Siapa Zhang Qiling?
Sebelum dia sempat berpikir lebih jauh, tubuh pengantin tertua mulai bergetar hebat. Urat-urat hitam yang sebelumnya samar kini mulai merayapi kulitnya, membentuk pola seperti retakan pada porselen yang hendak pecah. Dia mendongak, mulutnya terbuka lebar tanpa suara, seperti ingin berteriak tapi tidak mampu.
CRAAACK!
Sebuah retakan besar muncul di dadanya, lalu BOOM!
Tubuh pengantin tertua meledak dalam ledakan hebat!
Serpihan tubuhnya beterbangan ke segala arah sebelum berubah menjadi abu hitam yang menghilang di udara. Kabut hitam pekat menyelimuti tempat itu, merayapi Xiaolin dan pendeta yang masih berdiri di tengah-tengah lingkaran pengantin lainnya.
Namun, ledakan itu tidak berhenti hanya pada pengantin tertua.
Kesepuluh pengantin lainnya ikut hancur.
Tubuh mereka, yang sebelumnya bergerak seperti mayat hidup, mulai runtuh satu per satu. Retakan serupa muncul di kulit mereka, diiringi jeritan samar yang terdengar seperti bisikan dari dunia lain. Dalam hitungan detik, mereka lenyap tanpa jejak, meninggalkan kabut hitam yang semakin padat.
Xiaolin melindungi wajahnya saat kabut itu bergerak liar, menyelimutinya dalam kegelapan.
Namun, berbeda dari aura jahat yang dia rasakan sebelumnya, kabut ini terasa hangat.
Seolah sesuatu—atau seseorang—sedang melindunginya.
Seketika, tubuh Xiaolin terasa ringan. Tanah di bawah kakinya menghilang, udara berubah menjadi hampa, dan sebelum dia menyadarinya—
Dia kembali.
*****
Xiaolin dan pendeta tiba-tiba muncul di halaman depan bangunan tua.
Udara dingin menusuk kulitnya, tetapi semuanya terasa sangat sunyi. Tidak ada lagi pengantin, tidak ada lagi ancaman. Hanya ada dirinya—dan cincin merah di jarinya yang masih berkilau samar.
Namun, sebelum Xiaolin bisa bernapas lega, terdengar suara teriakan dari arah kerumunan.
“MEREKA KEMBALI!”
Kepala desa Feng Dao, Xin Yun, dan warga desa yang tersisa menatap mereka dengan mata melebar.
Beberapa orang langsung berlari mendekati mereka, wajah mereka penuh keterkejutan dan ketakutan yang bercampur aduk. Sebagian warga bahkan jatuh berlutut ke tanah, seolah tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
“Pendeta! Xiaolin! Kami pikir kalian sudah mati!” seru Xin Yun dengan suara tercekat.
Kepala desa Feng Dao hanya bisa berdiri diam, matanya tajam menatap Xiaolin, seakan mencari kepastian bahwa gadis itu benar-benar masih hidup. Warga desa yang tersisa menggumamkan doa-doa, beberapa dari mereka bahkan menangis.
Xiaolin menatap mereka satu per satu.
Dia bisa melihat kelelahan di wajah mereka. Luka-luka yang belum sembuh. Kesedihan yang masih menggantung akibat kehilangan orang-orang yang mereka sayangi.
Dan sekarang, dirinya kembali tanpa luka sedikit pun.
Itu membuat mereka semakin bertanya-tanya.
Bagaimana bisa Xiaolin kembali dengan selamat, sementara begitu banyak orang telah tewas?
Beberapa warga dengan sigap mendekati pendeta yang tampak lemas dan berusaha membopongnya ke kuil. Luka-luka di tubuhnya tampak cukup parah, tetapi masih ada nafas tersisa di dadanya.
“Bawa dia ke kuil, cepat!” perintah Feng Dao.
Warga lainnya segera membantu, menyelimuti tubuh pendeta dengan kain hangat sebelum membawanya pergi. Kepala desa berjalan mengikuti dari belakang, masih tampak khawatir.
Di sisi lain, Xiaolin hanya bisa diam.
Dunia seolah masih terasa asing baginya setelah apa yang dia alami tadi. Dia mengamati tangannya sendiri, cincin permata merah di jarinya sudah kehilangan kilaunya, tetapi Xiaolin tahu bahwa cincin itu baru saja menyelamatkannya.
Namun, sebelum Xiaolin bisa merenung lebih jauh, Xin Yun berdiri di hadapannya dengan ekspresi penuh selidik.
“Xiaolin… sebenarnya apa yang terjadi di dalam sana?” tanyanya lirih.
Xiaolin mengangkat kepalanya, menatap mata tajam Xin Yun yang menuntut jawaban. Namun, bagaimana dia bisa menjelaskan sesuatu yang bahkan dia sendiri tidak pahami?
Xin Yun melanjutkan, “Dan cincin itu… sejak kapan kau memilikinya?”
Xiaolin mengepalkan tangannya secara refleks, menyembunyikan cincin itu dari pandangan.
Dia tidak tahu harus menjawab apa.