Marina, wanita dewasa yang usianya menjelang 50 tahun. Telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarganya. Demi kesuksesan suami serta kedua anaknya, Marina rela mengorbankan impiannya menjadi penulis, dan fokus menjadi ibu rumah tangga selama 32 tahun pernikahannya dengan Johan.
Tapi ternyata, pengorbanannya tak cukup berarti di mata suami dan anak-anaknya. Marina hanya dianggap wanita tak berguna, karena ia tak pernah menjadi wanita karir.
Anak-anaknya hanya menganggap dirinya sebagai tempat untuk mendapatkan pertolongan secara cuma-cuma.
Suatu waktu, Marina tanpa sengaja memergoki Johan bersama seorang wanita di dalam mobilnya, belakangan Marina menyadari bahwa wanita itu bukanlah teman biasa, melainkan madunya sendiri!
Akankah Marina mempertahankan pernikahannya dengan Johan?
Ini adalah waktunya Marina untuk bangkit dan mengejar kembali mimpinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#7
#7
Hari ini Gwen tak di titipkan pada Marina, karena baru saja keluar dari Rumah Sakit. Jangan dikira Marina sedih, karena wanita itu kini tengah menuruti saran Bu Juju untuk mulai membelanjakan uang suaminya.
Kini ia berkeliling departemen store, untuk mulai melihat gaya trendi pakaian terkini. Tapi dasar tak pernah berbelanja pakaian modis, Marina justru kesulitan membedakan mana pakaian yang sesuai untuknya dan mana yang bisa membuatnya tampak lebih muda.
Belum lagi ketika melihat bandrol harga, Marina semakin terbelalak tak percaya. Harga satu pakaian bisa mencapai jutaan, kalau di gunakan untuk belanja kebutuhan dapur, tentu serumah bisa makan kenyang selama berhari-hari.
Jangan menghujat pola pikir Marina, karena ia bukan orang yang terbiasa foya-foya hanya demi selembar pakaian. Wanita itu sangat bersahaja dan apa adanya, membelanjakan uang Johan pun secukupnya, memakai dan membeli pakaian yang terasa nyaman untuknya, bukan karena pakaian tersebut modis dan sesuai dengan fashion terkini.
Itulah kenapa Marina selalu terlihat polos dan sederhana, walau Johan sudah bukan lagi pegawai rendahan. Namun kesederhanaan Marina, justru membuat Johan diatas angin, karena Marina tak pernah menghamburkan uang, maka dirinyalah yang berulah.
Brug!
Tiba-tiba seseorang menabrak Marina yang masih kebingungan memilih selembar pakaian, wanita itu tengah kerepotan membawa barang belanjaan. “Aduh, maaf.” Marina buru-buru membantu memunguti barang-barang milik wanita itu, kemudian menyerahkannya kembali.
“Ri … na … “ ujar wanita itu, dengan sedikit ragu.
“ … “ Marina terdiam, mencoba mengumpulkan kembali tiap lembar potongan ingatannya. “Ri … da … “
“Iya … ini Aku Rida!!” jawab wanita itu dengan mimik muka haru, hampir menangis.
Kedua wanita itu berpelukan erat, “Aku mencarimu kemana-mana, Rin.”
Marina hanya diam, “Aku mau berterima kasih padamu, karena dulu meminjamkan uang padaku,” sambung Rida.
Keduanya menyudahi pelukan, karena kini tengah menjadi pusat perhatian.
“Gimana kabarmu?” tanya Marina usai mereka menemukan sebuah tempat makan yang nyaman dan cukup private.
“Alhamdulillah, Rin, bulan lalu kontrak kerjaku selesai, Aku pulang ke Indonesia, dan sekarang ngurus usaha sambal kemasan dengan modal 17 tahun jadi TKW.” Farida berbinar menceritakan kondisinya saat ini.
“Syukurlah, akhirnya Kamu bisa berkumpul dengan putrimu,” balas Marina.
“Iya, loh, bahkan Dia sudah menikah, bulan depan mau melahirkan anak pertamanya.”
“Alhamdulillah, Aku ikut senang mendengarnya.”
“Kamu sendiri? Anak-anakmu sudah besar kan?”
Marina mengangguk, “Yang satu pengacara, dna yang satu manager keuangan.” Walau ada kegetiran, namun Marina tetap membanggakan anak-anak nya.
“Syukurlah, Aku juga senang akhirnya anak-anakmu pun sukses. Kamu benar-benar wanita beruntung, Rin. Suamimu baik, bahkan keluargamu rukun, harmonis. Tak seperti keluargaku yang berantakan karena suamiku hanya pengangguran, bahkan punya selingkuhan.” Farida meremas tisu yang ada di genggamannya, ketika mengingat kegetiran hidupnya di masa lalu.
“Jika saja, dulu kamu tak meminjamkan uang padaku, tentu Aku tak bisa kembali bekerja di Taiwan, karena semua hartaku habis untuk melunasi hutang si brengsek itu.”
Marina menggenggam tangan Farida. “Yang pahit jangan diingat lagi, syukuri saja hidupmu saat ini.”
Farida mengangguk, dan buru-buru menghapus air matanya. “Oh iya, sini Aku minta no rekening kamu, Aku mau membayar hutangku dulu.”
Diluar dugaan, Marina menggeleng, “Tak usah, Rid. Uang itu sudah aku niatkan untuk menolongmu, dan anakmu yang saat itu kesulitan.”
“20 juta loh, Rin. Kalau sekarang mungkin nilainya sudah lebih dari 80 juta rupiah.”
Marina terkekeh, “Baiklah, Aku mau, tapi 80 juta saja.”
“Ish, tega amat, ya jelas aku gak punya kalau segitu,” sungut Farida.
“Makanya, gak usah di kembalikan, aku ikhlas.”
“Atau Gini aja, Aku anggap itu uang modal awal usaha yang akan aku bangun, eh Kita bangun, nanti untungnya kita bagi dua. Gimana?” usul Farida.
“Apa itu gak berlebihan, Rid? Itu uang Kamu loh.” Farida masih keukeuh menolak.
Kini berganti Farida menggenggam tangan Marina, “Didalam hartaku, ada uangmu. Di balik kebahagian yang ku nikmati saat ini, ada jerih payahmu menyisihkan uang belanja. Jadi mana mungkin aku tak merasa berhutang budi padamu, sementara kamu mengumpulkan uang itu dengan susah payah.” Farida tak mau menyerah, ia bukan tipe orang yang seperti kacang lupa kulitnya.
Dulu Marina membantunya keluar dari kesulitan ekonomi, kini ia tak ingin berbahagia sendiri. Ia pun ingin mengajak Marina menuju kesuksesan.
Akhirnya Marina setuju, dan mulailah mereka membahas banyak hal tentang usaha yang akan mereka jalani, serta prospek kedepannya.
Karena diam-diam Farida pernah belajar manajemen bisnis, di sela-sela waktunya menjadi TKW.
•••
Sore itu, Marina pulang dengan hati riang, mendapat ajakan dari sahabatnya, membuat Marina merasa mendapat angin surga. Akhirnya, sebentar lagi ia akan bisa menghasilkan uang sendiri.
Hingga sore itu, sepanjang Marina mengerjakan pekerjaan rumah ia senyumnya tersungging, bahkan ia sudah mengantisipasi Masakannya jika Johan sudah makan diluar rumah.
“Ada untungnya juga Gwen sakit,” monolog Marina.
Sesaat kemudian Marina memukul mulutnya sendiri, “Maaf, Gwen, nenek tak bermaksud bahagia karena Kamu sakit. Tapi ada hikmah di balik nya,” ralat Marina.
Marina menatap pigura berisi foto Gwen, “Hari ini Nenek senang, karena bisa bertemu dengan kawan Nenek, waktu masih muda.”
Marina kembali meletakkan foto Gwen, dan kembali lanjut membersihkan debu yang menempel di jendela.
Tak lama kemudian.
POS!!
Klang!
Klang!
Seorang pria berteriak, sembari mengguncang slot pengaman pagar.
Marina buru-buru menghampiri pagar, untuk melihat benda apakah gerangan yang dikirimkan ke rumah. Apakah milik suami dan anak-anaknya seperti biasa, atau mungkin saja untuk dirinya? Ah, karena sedang bahagia, Marina jadi mengkhayalkan ada seseorang yang memberikan kejutan untuknya.
“Ibu Marina Sutejo.”
“Iya benar,” jawab Marina.
“Tanda tangan di sini,” pinta sang kurir.
“Terima kasih.”
Kurir itu pun pergi, bibir Marina tersenyum, sambil bertanya-tanya, surat apakah gerangan yang ditujukan untuknya.
Ada logo perusahaan tempat sang suami bekerja, tapi surat tersebut ditujukan untuknya.
Dengan terburu-buru, Marina membuka amplop surat tersebut, “Undangan?”
Undangan tersebut bersifat mengingatkan, dan ditujukan khusus untuk Marina, agar menghadiri dan mendampingi Johan di acara pelantikan kenaikan jabatannya. Marina berbinar bahagia, ia ikut senang untuk jabatan baru sang suami.
“Duh, Aku harus apa dan bagaimana? Kenapa Mas Johan tak memberitahuku jauh-jauh hari, mana acaranya nanti malam.”
Marina teringat Farida, tak ada salahnya ia meminta tolong pada wanita tersebut.
“Halo, Rida, maaf mengganggumu lagi.” Marina menghubungi sahabatnya tersebut.
“Ada apa? Aku baru selesai mandi nih,” sahut Farida.
Dengan antusias, Marina menceritakan apa yang kini membuatnya bahagia.
“Alhamdulillah … Aku ikut senang, Rin, iya… baiklah, kita ketemu di Mall yang tadi, ya, jawab Farida antusias, setelah marina memberitahunya, bahwa ia butuh bantuan.
•••
“Waahhh Pak Johan, Istri Anda cantik sekali.”
Wanita itu tersipu malu mendengar pujian yang ditujukan untuknya.
“Kelihatan lebih muda, seperti ganti istri,” kelakar rekan kerja Johan tersebut.
Pendukungmu gak kaleng kaleng.
bnr jodoh tak kan kemana.
nanti ke hati bapak kok.hehehehehehe
mungkin nanti malam wa nya di balas sebelum bobok,biar tuan gusman tambah galau sampai kebawa mimpi🤣
bawang jahatna ya si Sonia
aku ngakak bukan cuma senyum2