menikah dengan laki-laki yang masih mengutamakan keluarganya dibandingkan istri membuat Karina menjadi menantu yang sering tertindas.
Namun Karina tak mau hanya diam saja ketika dirinya ditindas oleh keluarga dari suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 25. kemarahan Andrew
Kejadian tersebut tentunya menjadi pusat perhatian pengunjung lainnya yang sedang berada di sana. Semua mata tertuju pada Vania yang terlihat terkejut dan menyesal, serta Aldo yang masih menangis dan memeluk Karina.
Ada juga sebagian orang yang memvideokan kejadian tersebut dengan ponsel mereka, membuat suasana semakin tegang dan tidak nyaman. Suasana di sekitar menjadi sunyi, dengan hanya suara tangisan Aldo dan desas-desus pengunjung yang terdengar.
Vania tersadar atas apa yang telah dilakukannya dan langsung merasa menyesal. Wajahnya pucat dan matanya terlihat lebar dengan ekspresi yang penuh penyesalan. Buru-buru Vania langsung mendekat ke arah Aldo, berlutut di depannya dan memeluknya dengan erat.
"Aldo, maafkan Tante, ya. Tante tidak bermaksud menampar kamu," kata Vania dengan suara yang bergetar dan penuh penyesalan.
Aldo langsung menyentakkan tangan Vania dengan keras, melepaskan diri dari pelukan Vania. Matanya masih memanas dengan air mata yang belum berhenti mengalir, dan wajahnya terlihat merah dengan kemarahan dan sakit.
"Mama, ayo kita pulang! Aku takut," rengek Aldo dengan suara yang bergetar dan penuh ketakutan, sambil memeluk Karina dengan erat dan memandang Vania dengan mata yang masih memanas.
"Iya, Aldo, sekarang kita pulang ya," kata Karina dengan suara yang lembut dan menenangkan, sambil memeluk Aldo dengan erat dan memandangnya dengan mata yang penuh kasih sayang.
Karina kemudian memandang Vania dengan mata yang marah dan kecewa, sebelum berpaling dan membawa Aldo pergi dari sana.
Sesampainya di mobil, Karina langsung memeluk Aldo dengan erat dan menenangkannya. "Aldo, maafkan Tante , ya. Seharusnya Tante tidak meninggalkan kamu bersama Tante Vania," kata Karina dengan suara yang lembut dan menenangkan. Aldo masih menangis, tapi pelan-pelan mulai tenang dalam pelukan Karina.
"Mama, aku takut sama Tante Vania," kata Aldo dengan suara yang masih bergetar dan penuh ketakutan, sambil memeluk Karina dengan erat.
"Aldo tenang, ya. Sekarang ada Tante Karina, jadi tidak akan ada yang menyakiti Aldo lagi. Tante Karina akan selalu melindungi Aldo, jadi jangan takut lagi, ya. Nanti sampai rumah Tante obati lukanya."
Aldo pun mengangguk pelan, masih dengan mata yang basah dan wajah yang pucat. Tapi tak lama kemudian, Aldo perlahan-lahan tertidur di pangkuan Karina, yang masih memeluknya dengan erat.
****
Vania berjalan cepat menuju mobilnya, dengan langkah-langkah yang tergesa-gesa dan wajah yang terlihat menunduk. Dia tidak menoleh ke belakang, seolah-olah ingin menghindari pengunjung lain, yang baru saja menjadi saksi kejadian yang baru saja terjadi.
Sesampainya di mobil, Vania memukul stir dengan tinju kirinya sebanyak tiga kali, mengeluarkan suara benturan yang keras dan mengekspresikan kemarahannya yang masih memuncak. Wajahnya terlihat merah padam, dan matanya masih berkilat dengan kemarahan yang belum reda.
"Ah... Sial! Bisa-bisanya aku kelepasan menampar Aldo!" Vania mengutuk dirinya sendiri dengan suara yang keras dan penuh penyesalan.
Vania memukul stir lagi, seolah-olah ingin melepaskan semua kemarahan dan frustrasi yang masih memuncak di dalam dirinya.
"Sekarang aku harus bagaimana? Pasti Andrew bakalan marah besar sama aku," Vania berbicara pada dirinya sendiri dengan suara yang penuh kecemasan dan penyesalan.
Vania merasa jantungnya berdebar kencang saat memikirkan kemungkinan kehilangan Andrew. "Tidak, aku tidak ingin kehilangan Andrew. Aku tidak bisa hidup tanpanya," tambahnya, dengan suara yang semakin pelan dan penuh emosi.
Dengan hati yang masih berdebar dan pikiran yang masih kacau, Vania akhirnya memutuskan untuk melajukan mobilnya, menyusul Aldo dan Karina yang telah meninggalkannya.
Vania ingin memperbaiki kesalahan yang telah dia lakukan dan meminta maaf kepada Aldo dan Karina, serta berharap bahwa Andrew tidak akan mengetahui tentang kejadian tersebut. Dengan rasa penyesalan yang mendalam, Vania mengemudi mobilnya dengan hati-hati, berharap bahwa dia masih bisa menyelamatkan hubungannya dengan Andrew.
"Semoga saja aku belum terlambat," gumam berbisik pada dirinya sendiri. Vania mempercepat laju mobilnya, berharap bahwa dia masih bisa mengejar Aldo dan Karina.
Hampir satu jam Vania mengemudikan mobilnya dengan hati yang berdebar dan pikiran yang kacau, akhirnya kini dia sampai juga di tujuan yang dia cari. Mobilnya berhenti di depan rumah Andrew.
Namun, Vania yang baru saja ingin masuk ke rumah Andrew, tapi dia langsung mengurungkan niatnya ketika melihat Andrew yang sedang berdiri di teras, wajahnya terlihat seperti sedang marah. Suaranya tidak terlalu begitu terdengar jelas, membuat Vania merasa takut dan tidak berani mendekati. Di teras rumah Karina juga terlihat sangat tegang, dengan mata yang memandang Andrew dengan rasa khawatir. Vania merasa jantungnya berdebar kencang, karena dia tahu bahwa Andrew pasti sudah mengetahui tentang kejadian tadi.
"Mampus, sepertinya aku tidak boleh ke sana dulu. Lebih baik aku pulang saja," gumam Vania.
Vania tidak ingin membuat situasi menjadi lebih buruk dan memutuskan untuk memberi ruang dan waktu bagi Andrew untuk menenangkan diri. Dengan langkah yang pelan dan hati yang berdebar, Vania kembali ke mobilnya dan memulai mesin, siap untuk meninggalkan tempat itu dan menunggu saat yang tepat untuk memperbaiki kesalahan.
Sementara itu, di teras rumah, Karina masih terjebak dalam badai kemarahan Andrew, yang tampaknya tidak mau berhenti. Wajah Andrew merah padam, matanya menyala dengan kemarahan, dan suaranya keras dan tegas. Karina berdiri di depannya, mencoba untuk menjelaskan dan membela diri, tapi Andrew tidak mau mendengarkan. Andrew terus menyerang Karina dengan kata-kata yang pedas dan menyakitkan, membuat Karina merasa semakin tertekan dan tidak berdaya.
"Tapi, Pak Andrew, bukan saya yang melukai Aldo, tapi...," Karina berusaha menjelaskan dengan suara yang tergagap-gagap, tapi Andrew tidak mau mendengarkan. Dia mengangkat tangan, membuat Karina terdiam dan tidak berani melanjutkan kalimatnya.
"Meskipun bukan kamu yang melakukannya, tapi di sini kamu lah yang bertanggung jawab atas Aldo," Andrew berkata dengan suara yang keras dan penuh kekecewaan. "Seharusnya kamu tidak meninggalkan Aldo sendirian. Kamu harus lebih bertanggung jawab, Karina!"
Karina menundukkan kepala, matanya menatap ke bawah dengan rasa bersalah dan penyesalan. "Saya mengaku salah, Pak Andrew," katanya dengan suara yang lembut dan penuh penyesalan. "Sekali lagi, saya minta maaf atas kejadian ini. Saya tidak akan membiarkan hal seperti ini terjadi lagi."
"Lebih baik sekarang kamu pulang, saya tidak ingin melihatmu lagi hari ini," Andrew berkata dengan suara yang dingin dan tegas.
Karina terkejut dan matanya melebar dengan rasa takut. "Maksud Pak Andrew, saya... saya dipecat?"
"Masih saya pikirkan tentang itu," Andrew berkata dengan suara yang masih terdengar kesal. "Tolong, sekarang kamu pulang dulu!"
Karina pun hanya bisa pasrah, merasa kecewa dan sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk memperbaiki situasi. Dengan langkah yang perlahan dan hati yang berat, dia mengikuti keinginan majikannya untuk pergi, meninggalkan Andrew yang masih terlihat marah dan kesal.
****
Di rumah Bu Marni, suasana riang dan sibuk terasa di udara, namun dengan nuansa yang sedikit berbeda. Ternyata, Bu Marni sedang sibuk melakukan persiapan untuk pernikahan siri Rudi dan Lisa yang akan dilakukan lusa, sebuah acara yang dilakukan secara diam-diam dan hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat saja.
Sebelum memasuki rumah, Karina menghembuskan napas panjang, melepaskan kelelahan dan kesedihan yang masih membebani hatinya setelah pertemuan dengan Pak Andrew tadi. Dengan mengambil napas dalam-dalam, Karina berusaha untuk mengumpulkan kembali kekuatan dan semangatnya sebelum menghadapi suasana yang menyebalkan di rumah mertuanya.
"Assalamualaikum..." Sapa Karina begitu masuk ke dalam rumah, suaranya yang lembut dan sopan terdengar di antara suara-suara riuh yang berasal dari dalam rumah.
Bu Marni yang sedang sibuk dengan persiapan pernikahan itu langsung menjawab sapaan Karina dengan senyum hangat dan ramah. "Wa'alaikumsalam... Nah, akhirnya kamu pulang juga, Karina. Sekarang, bantu ibu menyelesaikan persiapan untuk pernikahan Rudi dan Lisa, ya. Masih banyak yang harus diselesaikan sebelum besok."
"Cih... tumben, pulang-pulang disambut mertua dengan senyuman menawan," kata Karina dengan nada sindiran dan sedikit kecurigaan. "Ternyata ada maunya, ya? Biasanya Ibu kan lebih banyak marah daripada senyum," imbuh Karina.
"Sudah, jangan banyak ngomong! Sekarang kamu bantuin Rina dan Rani menghias seserahan, itu yang penting!" kata Bu Marni.
"Ogah... Yang mau nikah siapa, kenapa juga aku yang ikut repot. Kalian urus saja sendiri, kalau aku ya mending tidur." Ucap Karina dengan nada yang sedikit malas dan tidak terlalu peduli, lalu berbalik badan dan berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Bu Marni dan si kembar.
"Dasar, menantu kurang ajar, tidak tahu diri!" Bu Marni mengomel dengan nada yang tinggi. "Sudah numpang di rumahku, nggak bisa kasih cucu, malah belagu lagi! Oh, Anakku Rudi, kenapa harus menikah dengan perempuan seperti ini?"
Bersambung...
lanjut Thor, penasaran!
wong data semua dari kamu