NovelToon NovelToon
KAISAR IBLIS TAK TERKALAHKAN

KAISAR IBLIS TAK TERKALAHKAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Iblis / Akademi Sihir / Light Novel
Popularitas:953
Nilai: 5
Nama Author: NAJIL

Menceritakan perjalanan raja iblis tak terkalahkan yang dulu pernah mengguncang kestabilan tiga alam serta membuat porak-poranda Kekaisaran Surgawi, namun setelah di segel oleh semesta dan mengetahui siapa dia sebenarnya perlahan sosoknya nya menjadi lebih baik. Setelah itu dia membuat Negara di mana semua ras dapat hidup berdampingan dan di cintai rakyat nya.

Selain raja iblis, cerita juga menceritakan perjuangan sosok Ethan Valkrey, pemuda 19 tahun sekaligus pangeran kerajaan Havana yang terlahir tanpa skill namun sangat bijaksana serta jenius, hidup dengan perlakukan berbeda dari ayahnya dan di anggap anak gagal. Meskipun begitu tekadnya untuk menjadi pahlawan terhebat sepanjang masa tak pernah hilang, hingga pada akhirnya dia berhasil membangkitkan skill nya, skill paling mengerikan yang pernah di miliki entitas langit dengan kultivasi tingkat tertinggi.

Keduanya lalu di pertemukan dan sejak saat itu hubungan antara bangsa iblis dan ras dunia semakin damai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAJIL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

10

Beberapa menit berlalu dalam keheningan yang mencekam. Raja Iblis terduduk di atas bongkahan reruntuhan, napasnya berat, sementara tubuhnya perlahan memulihkan keadaannya. Batinnya menatap lembah Adam yang terlihat dari bayangan batinnya—tempat sang Kaisar Langit menunggu.

Dua pedang yang sebelumnya dia buat bertarung habis-habisan kini tersandar di sisi kanan tubuhnya, tertutup debu dan bercak darah kering. Namun, perhatian Raja Iblis terpusat pada sebuah pedang lain—pedang bermotif ukiran bunga teratai yang ia tarik perlahan dari dalam tubuhnya.

Kilau logamnya berpendar redup, seolah memancarkan keagungan pemiliknya yang dahulu. Pedang ini bukanlah senjata biasa. Itu adalah peninggalan satu-satunya Sang Maha Dewi, ibunya, yang telah dihukum mati dengan keji di hadapan seluruh penghuni langit.

Pedang ini ia telan sebelum pertempuran terakhir, melindunginya dari kehancuran saat zirahnya hancur terkena ledakan meteorit. Raja Iblis menatap pedang itu, matanya menyimpan kebencian yang tak terukur.

"Dengan pedang inilah aku akan mengakhiri hidupmu, Kaisar Langit. Aku bersumpah, darahmu akan menjadi persembahan bagi jiwa ibu agar ia tenang di alam baka."

Teriakannya menggema di antara reruntuhan, memenuhi udara dengan ancaman mematikan. Di sekelilingnya, tubuh ketiga menteri langit terkapar, kembali dalam wujud manusia fana mereka.

Wajah-wajah yang dulu begitu angkuh kini membeku dalam kematian, menyiratkan penderitaan yang luar biasa. Namun, Raja Iblis tak lagi peduli. Bagi siapa pun yang berani menghalanginya, ini adalah harga yang harus dibayar.

Tiba-tiba perutnya berbunyi, mengingatkan akan rasa lapar yang telah ia samarkan selama enam bulan penuh—selama perang tanpa henti berlangsung. Dia hanya bergantung pada kantong kecil berisi kacang ajaib, masing-masing cukup untuk menahan lapar selama dua hari penuh.

Tapi sekarang, kacang itu telah habis. Bayangan makanan mulai merasuki pikirannya. Ia membayangkan semangkuk rawon hangat buatan Nenek Hu, seorang penjual makanan terkenal di neraka. Masakan Nenek Hu adalah pengecualian dari kengerian dunia bawah—higienis, penuh cita rasa, dan selalu sempurna.

"Setelah aku mengakhiri ini semua, aku akan ke sana. Rawon Nenek Hu pasti bisa memuaskan rasa lapar ini" gumamnya, seulas senyum sinis menghiasi wajahnya. Luka-luka yang tadinya menganga perlahan menutup, kulitnya kembali seperti semula.

Kemampuan regenerasi inilah yang membuatnya menjadi makhluk yang tak tertandingi sejak ia lahir. Namun di balik semua itu, kebenciannya terus membara. Hari ini adalah hari pembalasan. Kaisar Langit akan tahu, kematian yang telah ia tanamkan pada Sang Maha Dewi takkan pernah ia lepaskan tanpa balas.

Di tengah medan pertempuran yang penuh dengan jasad dan darah, pasukan elit terlihat kesulitan menghadapi sosok besar dan mengerikan, Belzhebab, sang iblis kuno. Nafas mereka terengah-engah, kekuatan mereka terkuras, sementara iblis itu berdiri dengan senyum mengejek yang membuat atmosfer semakin menyesakkan.

Ketua pasukan, dengan luka yang mulai membasahi zirahnya, memandang situasi ini dengan tatapan tajam. Ia tahu tak ada waktu untuk ragu. Energi kutukan Raja Iblis yang menguar dari arah Istana Langit telah mengkonfirmasi kecurigaannya—empat menteri telah tumbang. Kini hanya tinggal satu tujuan bagi Raja Iblis: Kaisar Langit.

“Dengar aku baik-baik!” seru sang ketua, suaranya serak namun tegas. “Kalian semua harus pergi ke tempat Kaisar Langit sekarang juga! Lindungi dia dengan nyawa kalian!”

Empat anggota yang tersisa, termasuk bocah magang yang wajahnya pucat pasi, menatap sang ketua dengan ragu. Yuri, seorang prajurit senior, maju selangkah dan menentang perintah itu.

“Kami tidak bisa meninggalkanmu, Ketua! Kita harus pergi bersama!” potong Yuri dengan nada mendesak.

Bocah magang yang berdiri di sisinya mengangguk cepat, air mata hampir membasahi pipinya. “Kami tidak bisa membiarkanmu menghadapi dia sendirian!”

Ketua menghentak senjata nya ke tanah, suaranya bergetar penuh amarah dan ketegasan.

“Apa kalian tidak memahami situasi ini?! Raja Iblis telah mengalahkan keempat menteri! Jika dia berhasil sampai ke Kaisar Langit, semuanya akan berakhir! Kalian adalah harapan terakhir untuk melindungi Kaisar!”

Di tengah perdebatan itu, tawa dingin Belzhebab memecah kesunyian.

“Fu-fu-fu... betapa menyedihkannya kalian semua. Lemah, terpuruk, dan hampir tak bernyawa. Begini kah wujud para pembela langit yang diagungkan?”

Tawa iblis itu seperti belati yang menusuk harga diri mereka. Sang ketua memutar tubuhnya, menatap tajam ke arah Belzhebab.

“Cukup dengan ocehan sombong mu, iblis! Lawanmu adalah aku!” serunya lantang.

Belzhebab tersenyum miring, matanya menyala dengan cahaya merah yang menakutkan. “Keberanian yang bodoh... tapi aku akan menikmatinya.”

Dengan berat hati, keempat prajurit yang tersisa mulai melangkah mundur. Setiap langkah terasa seperti mengkhianati ketua mereka, meninggalkannya untuk menghadapi Belzhebab sendirian. Namun, mereka tak punya pilihan.

Sebelum mereka benar-benar pergi, sang ketua mengangkat tombaknya tinggi-tinggi, lalu menoleh dengan tatapan penuh keyakinan pada keempat prajurit muda yang tersisa.

“Mulai saat ini, era kepemimpinan Pasukan Elit kuserahkan kepada Azuzi!” serunya lantang, suaranya menggema di tengah medan perang. “Jaga dia baik-baik bocah magang itu, Yuri! Tugasmu adalah membimbingnya.”

Wajah sang ketua menunjukkan senyuman lemah namun penuh kepercayaan. Senyuman itu bagaikan pelita terakhir yang menerangi hati murid-muridnya, mengusir bayang-bayang ketakutan yang menggantung.

“Baik, Ketua! Kami akan selalu mengingat apa yang kau ajarkan pada kami!” balas Yuri dengan suara yang bergetar, diikuti anggukan dari Azuzi yang tampak terkejut namun bertekad untuk menerima tanggung jawab itu.

Azuzi, keponakan Azazel sang Monster Keadilan, memang berbeda jauh dari pamannya yang arogan dan sombong. Sebaliknya, Azuzi adalah sosok yang rendah hati, selalu siap mengorbankan dirinya demi melindungi teman-temannya. Sang ketua telah lama melihat potensi luar biasa dalam diri bocah itu. Ia yakin, di tangan Azuzi, Pasukan Elit akan berjalan menuju era yang jauh lebih baik.

Hanya sang kapten yang mengetahui identitas Azuzi bahkan Azuzi sendiri tidak tahu bahwa dia meruapakan saudara Azazel, karena sejak kecil dia di besar kan di panti asuhan. Namun pada suatu hari kapten pasukan elit merekrut nya langsung secara istimewa ke dalam pasukan elit.

Mungkin telah terjadi sesuatu di masa lalu antara Azazel dan sang kapten pasukan elit. Kemungkinan sang kakek merupakan teman sekaligus orang paling di percaya Azazel sebelum penghianatan nya.

Sudah 3 ribu tahun sang ketua memimpin divisi Pasukan Elit, dan ia tahu waktunya telah tiba. “Fajar kedamaian akan datang pada waktunya,” gumamnya dalam hati, sebelum memalingkan wajahnya kembali ke Belzhebab.

Namun, iblis kuno itu tidak tinggal diam. Dalam sekejap, ia menerjang ke arah pasukan yang hendak pergi, cakar-cakarnya yang tajam mengancam untuk merenggut nyawa mereka.

“Fu-fu-fu, kalian pikir bisa lari dari sini?” ejek Belzhebab, matanya menyala merah seperti bara.

Ketua bergerak cepat, menancapkan tombaknya ke tanah dan memanggil kekuatan pengikat dari dalam dirinya. Tali-tali energi yang dipenuhi kobaran api surgawi melilit tubuh Belzhebab, menghentikan gerakannya.

“Lawanmu adalah aku! Jangan pernah menyentuh mereka, iblis,” ucap sang ketua, suaranya penuh determinasi.

Tubuhnya mulai bersinar terang, energi surgawi yang telah ia simpan selama ribuan tahun kini dilepaskan tanpa ragu. Enam sayap besar di punggungnya, lambang keadilan, perlahan berubah menjadi emas berkilau yang menyilaukan.

Cahaya itu menusuk kegelapan di sekitar mereka, membuat Belzhebab sedikit menyipitkan matanya. Namun, bukannya gentar, iblis kuno itu malah tertawa lebih keras.

“Fu-fu-fu... kau benar-benar ingin bertarung habis-habisan melawanku, kakek tua?” ejek Belzhebab.

Sang ketua menatapnya dengan tatapan penuh keberanian.

“Terakhir aku menggunakan kekuatanku sepenuhnya adalah saat invasi ke Alam Neraka. Aku tak pernah menyangka harus melakukannya lagi!” Tombaknya bergetar, menyerap energi dari cahaya yang melingkupinya.

Belzhebab menyeringai, tubuhnya mulai dilingkupi kabut hitam pekat yang memancarkan aura kebencian.

“Kalau begitu, aku juga akan memperlihatkan seluruh kekuatanku padamu! Mari kita mulai pertarungan ini dengan lebih serius, wahai prajurit surga.”

Ledakan energi dari kedua sosok itu membuat udara di sekitar mereka bergetar. Teriakan peperangan bergema, menandakan dimulainya pertarungan tingkat tinggi yang tidak dapat dihentikan.

Di kejauhan, keempat prajurit muda hanya bisa berlari sambil menahan air mata. Di hati mereka, mereka tahu bahwa sang ketua telah menyerahkan segalanya demi mereka—dan demi masa depan Pasukan Elit.

Suara sang ketua terdengar untuk terakhir kalinya, penuh dengan keyakinan yang tak tergoyahkan. “Jangan lihat ke belakang! Lakukan tugas kalian... dan lindungi Kaisar Langit, apa pun yang terjadi!”

Berpindah ke benua tujuh.

Pertarungan antara Lucifer dan Gabriel berlangsung di tengah wilayah yang kini berubah menjadi lautan cahaya. Energi surgawi yang mengalir di udara mengubah medan perang menjadi hamparan yang bersinar, penuh dengan kekuatan ilahi. Skill Gabriel telah menyelimuti tempat itu, menghapus setiap jejak gelap yang sebelumnya ditinggalkan oleh pasukan iblis.

Lucifer, terjebak di tengah medan bercahaya itu, melayang tanpa pijakan. Wajahnya menunjukkan kekesalan yang nyata, matanya yang merah menyala memancarkan amarah yang membara.

“Kau pikir bisa menghentikanku hanya dengan skill seperti ini, Gabriel? Kau terlalu naif!” bentaknya, nada suaranya mencerminkan frustrasi yang mulai memuncak.

Gabriel berdiri dengan anggun di atas cahaya yang bersinar di bawah kakinya. Armor emasnya memantulkan pancaran cahaya ilahi, dan sayap putihnya membentang lebar, memancarkan aura tak tergoyahkan. Tatapan Gabriel penuh keyakinan, seolah menantang seluruh kegelapan yang dihadirkan oleh Lucifer.

“Keadilan sejati tidak akan pernah kalah!” jawab Gabriel tegas, suaranya menggema seperti suara sangkakala surgawi.

Medan pertempuran kini hanya menyisakan mereka berdua. Semua pasukan iblis yang tadinya memenuhi tempat itu telah lenyap—terbakar habis oleh energi surgawi Gabriel. Tidak ada yang tersisa, hanya Lucifer yang berdiri sebagai satu-satunya ancaman.

Lucifer menyapu pandangannya ke sekeliling, menyadari bahwa ia benar-benar sendirian. Amarah yang membuncah terpancar dari tatapannya yang menembus Gabriel, seperti kobaran api yang siap menghancurkan segalanya.

“Gabriel! Kau pikir dirimu adalah penjaga keadilan, tapi kau hanya boneka! Boneka dari sistem busuk yang mengaku sebagai perdamaian!” teriak Lucifer, suaranya meledak dengan intensitas yang mengguncang ruang cahaya di sekitarnya.

Gabriel tidak goyah. Dia hanya memandang Lucifer dengan pandangan dingin, seolah menatap seorang musuh lama yang telah melampaui batas pengampunan.

“Lucifer, keadilan adalah kekuatan yang jauh lebih besar daripada egomu. Hari ini, aku akan memastikan kau tidak lagi merusak dunia ini dengan kebencianmu,” ucap Gabriel sambil mengangkat pedang surgawinya, yang bersinar seperti matahari di puncak kekuatannya.

Lucifer mengepalkan tinjunya, aura gelap mulai memancar dari tubuhnya, mencoba melawan dominasi cahaya yang menekan keberadaannya.

“Kalau begitu, Gabriel, aku akan menghancurkan keadilan mu yang palsu! Biarkan kekuatan kita menentukan siapa yang benar!”

Cahaya dan kegelapan bersiap untuk bertabrakan. Energi mereka membangun tekanan yang begitu hebat sehingga ruang di sekitar mereka mulai bergetar, menciptakan badai kekuatan yang tak tertandingi. Pertarungan antara keadilan dan pemberontakan kini memasuki babak akhir, pertarungan yang akan menentukan takdir tiga alam.

Di dimensi lain, pertempuran antara Asmodeus dan Julius berlangsung sengit. Namun, situasi jelas tak menguntungkan bagi Asmodeus. Tubuh besar sang iblis kesulitan mengikuti gerakan Julius, yang melesat seperti bayangan, terlalu cepat untuk ditangkap oleh mata telanjang.

Asmodeus berulang kali melancarkan serangan, tapi semua usahanya sia-sia. Setiap cakar yang ia ayunkan hanya menghantam udara kosong, sementara Julius dengan mudah menghindar, meninggalkan jejak bayangan tipis di sekeliling medan pertempuran.

“Jangan coba-coba mempermainkanku, bocah!” raung Asmodeus dengan suara menggema penuh amarah. Kekesalan terlihat jelas di wajahnya yang merah menyala, napasnya mulai memburu karena kelelahan.

Julius, dengan senyum penuh percaya diri, berdiri di kejauhan. Matanya bersinar tajam, memperlihatkan keyakinan mutlak pada kemampuannya.

“Kecepatan adalah segalanya!” jawab Julius dengan nada yang memancarkan keberanian sekaligus ejekan halus.

Kecepatan Julius bukanlah kecepatan biasa. Skill uniknya memberinya keunggulan absolut—kemampuan untuk selalu bergerak lebih cepat dari siapa pun yang ia hadapi. Tak peduli seberapa cepat musuhnya, Julius akan selalu satu tingkat di atas, membuatnya menjadi lawan yang hampir mustahil untuk disentuh.

Asmodeus mencoba memanfaatkan kekuatan destruktifnya, menciptakan gelombang energi gelap yang menyapu medan pertempuran. Tapi Julius, seperti angin yang tak terikat, terus bergerak tanpa henti, menghindari setiap serangan dengan mudah.

“Berhentilah berlari, pengecut! Hadapi aku secara langsung!” Asmodeus meraung, energi kegelapan di sekitarnya mulai meledak-ledak, merusak dimensi tempat mereka bertarung.

Namun Julius hanya tertawa kecil. Dalam sekejap, ia menghilang dari pandangan, lalu muncul kembali di belakang Asmodeus, pedangnya yang berkilauan telah siap menebas.

“Kecepatan bukan berarti pengecut, Asmodeus. Ini adalah kekuatan yang akan menghancurkanmu,” ucap Julius dengan nada dingin.

Asmodeus berbalik dengan cepat, tapi terlalu lambat. Julius sudah melesat lagi, meninggalkan jejak cahaya saat ia bersiap melancarkan serangan berikutnya. Pertempuran ini jelas menjadi ajang pembuktian bahwa kecepatan mutlak Julius adalah ancaman yang bahkan Asmodeus, salah satu iblis terkuat, tak mampu atasi.

Julius yang sejak awal tertekan karena adanya dimensi Asmodeus yang mampu mengubah imajinasi menjadi kenyataan, kini mampu membalikkan keadaan dengan analisa dan skill ultimate nya.

Cukup jauh dari lokasi pertarungan Lucifer dan Gabriel, masi di benua 7. Pertempuran sengit lainnya berlangsung. Mikael, dengan dua pedangnya yang memancarkan cahaya surgawi, berdiri gagah di atas medan pertempuran yang dipenuhi bekas ledakan energi. Satan, lawannya, tampak terpojok. Darah gelap menetes dari kedua bahunya yang kini kehilangan sayapnya.

Sayap Satan telah dipotong oleh Mikael—dua tebasan presisi yang menunjukkan keahlian luar biasa sang Jenderal Langit dalam seni pedang. Pedang Mikael berkilau terang, memancarkan energi surgawi yang melimpah, menggetarkan udara di sekitar mereka.

Satan mencoba membalikkan keadaan dengan melepaskan skill tembakan pencuci pikirannya, sebuah teknik yang bisa membelokkan kehendak musuh dan mengubah mereka menjadi sekutu. Namun, tembakannya meleset, menghantam tanah dan menciptakan lubang besar. Jika tembakan itu berhasil, Mikael mungkin sudah berlutut di bawah kendali Satan saat ini.

"Iblis seperti kalian sangat licik dan pantas untuk dimusnahkan." suara Mikael menggelegar, penuh dengan amarah yang terkendali. Matanya memancarkan keteguhan hati, sementara kedua pedangnya bersinar semakin terang, memantulkan tekadnya untuk mengakhiri pertempuran ini.

Satan, meski terluka dan terpojok, tidak menyerah begitu saja. Ia menyeka darah yang mengalir di dagunya dengan punggung tangannya, lalu menyeringai sinis. "Cih, jangan sombong kau, bedebah!" balas Satan dengan nada penuh kebencian, meski suaranya kini terdengar lebih lemah dari sebelumnya.

Kedua tangan Satan mulai membentuk bola energi gelap, penuh dengan kekuatan penghancur. Meski tanpa sayap, ia masih memiliki kekuatan besar yang tidak bisa diremehkan. Namun, Mikael tidak menunjukkan tanda-tanda gentar. Ia memegang kedua pedangnya dengan erat, bersiap untuk menghadapi apa pun yang akan dilancarkan oleh iblis di hadapannya.

Aura di sekitar mereka semakin intens, cahaya dan kegelapan beradu di udara, menciptakan getaran hebat yang mengguncang wilayah tersebut. Pertarungan ini menjadi bukti nyata akan tekad tak tergoyahkan dari Mikael dan kebencian mendalam Satan terhadap keadilan.

Di benua 3 alam langit.

Hera berdiri di tengah kuil sunyi, tempat yang terletak di benua 3 Alam Langit. Kuil ini tersembunyi jauh dari hiruk-pikuk medan pertempuran, dilindungi oleh energi surgawi yang menenangkan dan sangat amat kental. Di hadapannya, Salomon terbaring tak sadarkan diri di atas altar batu putih yang dipenuhi cahaya lembut. Wajahnya yang pucat membuat dada Hera terasa sesak.

"Aku akan segera kembali ke medan perang setelah memastikan Salomon pulih," tekad Hera dalam hati, meski bayang-bayang kelelahan tak bisa ia sembunyikan. Tangan mungilnya perlahan menyentuh luka di tubuh Salomon, sebuah luka dalam yang seolah terus memakan energinya sendiri.

"Untung saja aku berhasil melarikan diri membawa Salomon ke sini," batinnya lagi, rasa lega sedikit mengurangi tekanan yang menggumpal di dadanya.

Namun, keheningan itu tiba-tiba terkoyak. Suara pintu besar kastil yang berderak terbuka memekakkan telinga Hera, mengirim gelombang kejutan yang membekukan langkahnya.

Ia berbalik dengan napas tertahan. Mustahil! Tempat ini tersembunyi di balik lapisan energi surgawi—tidak mungkin ada iblis yang sanggup menembusnya.

Sebuah suara dingin menyusul keheningan. "Aku datang! Bersiaplah untuk mati!"

Bayangan besar muncul dari balik pintu kastil. Kaiju, salah satu dari sepuluh eksekutif jenderal iblis, melangkah masuk dengan aura gelap yang menjalari ruangan.

"Kaiju?!" Hera terperanjat, matanya membulat. "Sial! Sejak kapan kau mengikuti ku?"

Kaiju menyeringai, giginya yang tajam berkilat di bawah cahaya suram. "Entahlah," katanya dengan nada mengejek. "He-he-he! Tapi sekarang tidak ada jalan keluar untukmu."

Hera menggertakkan gigi, kedua tangannya mengepal kuat. Detik ini, ia harus mengesampingkan semuanya. Energinya belum benar-benar pulih.

Sekali lagi Narator katakan, benua Alam Langit terbagi menjadi tujuh wilayah besar, Masing-masing menjadi arena perang yang menentukan nasib seluruh bangsa langit. Namun kini, para penghuni benua telah diungsikan ke Lembah Adam demi menyelamatkan mereka dari kehancuran.

Invasi bangsa iblis dimulai dari benua 1, dan setiap langkah mereka meninggalkan jejak kehancuran yang tak terlukiskan. Gerbang Great Adam, benteng pertahanan terakhir, kini telah hancur di benua 6. Perang besar pun akhirnya pecah di benua 7, tempat nasib dunia ini akan ditentukan.

Namun, ketegangan Hera dan Kaiju seketika terpecah saat atap kastil tiba-tiba runtuh. Sebuah makhluk besar menerobos dari langit. Sosok Monster babi Nirwana dengan tubuh besar, cakar tajam, dan aura asing—jatuh dari atas langit lebih tepatnya istana langit dengan kekuatan yang menghancurkan lantai di bawahnya.

Brak! Makhluk itu menimpa Kaiju tanpa ampun.

"Argh! Sialan!" Kaiju meraung, tubuhnya terhimpit puing-puing berat. Wajahnya yang penuh amarah kini terdistorsi lebih parah oleh rasa malu. Kedatangannya yang ia bayangkan keren berakhir konyol karena insiden tak terduga ini.

"Aku akan membunuhmu juga, dasar babi tidak tahu diri! Aku ini salah satu dari sepuluh eksekutif jenderal iblis!" bentaknya.

Hera menatap pemandangan itu dengan alis berkerut, napasnya tersengal. Ia sendiri hampir tertimpa puing-puing, tapi besi besar di atasnya mengalihkan laju jatuh hibrida itu.

"Makhluk apa itu?" Hera bergumam dalam hati, matanya menelisik tubuh besar yang kini berdiri di tengah reruntuhan. "Aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya."

Monster babi itu menggeram rendah, matanya yang bersinar merah melepaskan energi mengerikan. Hera merasa ketegangan memuncak, menyadari bahwa pertempuran yang lebih besar akan segera dimulai.

Kaiju menggosok-gosok kepalanya yang berdenyut nyeri setelah tertimpa tubuh besar monster babi. Rahangnya mengetat menahan rasa malu bercampur amarah. Ia berdiri terseok, menatap makhluk itu dengan mata menyala-nyala. "Rasakan ini, babi!" raungnya, melayangkan tendangan kuat ke tubuh besar Hybrid babi. Namun, tendangan tersebut tidak meninggalkan dampak sedikit pun.

Tubuh raksasa makhluk itu bahkan tidak bergerak, seperti batu karang yang mustahil digoyahkan. Justru, Kaiju mendapati dirinya meringis kesakitan, memegangi kakinya yang kini terasa seperti dihantam palu godam. "Kakikuuuuu! Ah, tidaaaaak!" teriaknya dengan wajah yang kini dipenuhi rasa sakit sekaligus penghinaan.

Hera yang menyaksikan adegan itu tak mampu menahan senyum kecil. Kekocakan yang diperlihatkan Kaiju menjadi ironi di tengah atmosfer mencekam. Meski begitu, Hera tetap bersiaga penuh.

Matanya terus meneliti sekitar, mengantisipasi bahaya sekecil apa pun. Di tengah situasi itu, pupil mata monster babi yang semula memutih perlahan memerah kembali. Nafas berat yang keluar dari hidungnya menggema, tanda makhluk itu mulai terbangun.

Tubuh besar itu menggeliat, menciptakan getaran di lantai kuil kastil. Kaiju, dengan rasa kesal yang memuncak, sudah mempersiapkan serangan. Dengan kecepatan yang mengejutkan, ia melompat tinggi dan melayangkan tebasan langsung ke leher makhluk itu. "Matilah kau, babi pembawa sial!" Namun, sebelum pedangnya menyentuh kulit monster babi, makhluk itu menggeram dan mengayunkan lengan raksasanya.

Hembusan angin dari gerakan itu saja sudah membuat Kaiju kehilangan keseimbangan, dan tubuhnya terlempar jauh menembus tembok kuil, hingga keluar ke udara bebas. Hera terperangah. "Apa...?" gumamnya tak percaya. Ia menyaksikan salah satu dari sepuluh eksekutif jenderal iblis dihempaskan seperti boneka kain.

Kekuatan Monster babi itu jauh melampaui ekspektasinya. Namun, ada sesuatu yang lebih mengusik Hera. Makhluk besar ini memancarkan aura yang sangat familiar, tapi ia tidak bisa menentukan mengapa.

Ia tak tahu bahwa sosok mengerikan yang berdiri di hadapannya adalah salah satu dari empat menteri kekaisaran Langit. Para menteri yang dikenal bijaksana dan menjadi teladan bagi penduduk langit ternyata menyimpan rahasia mengerikan: bentuk transformasi yang hanya diketahui oleh kaisar langit.

Bahkan empat dewi penjuru arah serta jenderal langit agung pun tidak pernah mengetahuinya. Suara Kaiju yang marah menggelegar dari luar kuil. "Woy, babi panggang sialan! Bersiaplah untuk mati!" Kaiju muncul kembali dengan wajah penuh amarah. Debu dan pecahan batu masih menempel di tubuhnya, tapi ekspresi murkanya mendominasi segalanya.

Tak ada yang pernah mempermalukan dirinya seperti ini sebelumnya. Dengan raungan penuh dendam, ia kembali melancarkan serangan, melayangkan pukulan dan tebasan bertubi-tubi ke arah makhluk itu. Namun, monster babi hanya berdiri diam, seperti menunggu waktu yang tepat untuk memberikan balasan mematikan.

"Terima ini, babi!"

Kaiju melompat maju, siap melayangkan serangan lagi. Namun, sebelum pedangnya menyentuh sasaran, tubuhnya kembali terhempas ke udara seperti daun diterjang badai. Kali ini, bukan pukulan Monster babi yang membuatnya terlempar, melainkan luapan energi surgawi yang memancar dari tubuh raksasa itu.

Energi itu bukan sembarang energi—itu adalah energi surgawi Count 4. Gelombang yang dihasilkan begitu kuat hingga tembok kastil yang kokoh mulai retak, serpihan batu berjatuhan, dan lantai bergemuruh.

Hera menyaksikan semuanya dengan mata membelalak. Dadanya berdegup kencang, rasa takut mulai menjalari tubuhnya. Energi yang ia rasakan barusan membawa ciri khas yang sangat ia kenal.

"Tidak salah lagi," gumam Hera dalam hati, mencoba menenangkan dirinya yang panik. "Monster babi itu baru saja mengeluarkan energi surgawi tingkat Nirwana atau bahkan lebih tinggi lagi."

Pikirannya melayang, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Energi surgawi adalah kekuatan langka yang hanya dimiliki oleh sedikit makhluk di tiga alam. Energi ini dikenal sebagai lawan alami energi kutukan bangsa iblis, seolah semesta telah menetapkan mereka sebagai kekuatan penyeimbang.

Ada tiga tingkatan energi surgawi: Count 1, Count 2, dan Count 3 (Nirwana). Pada umumnya, energi ini hanya bisa diperoleh melalui pelatihan intens yang melelahkan, kecuali bagi makhluk dengan garis keturunan khusus seperti ras naga dari alam dunia.

Namun, energi surgawi tingkat Nirwana adalah puncak dari semua tingkatan. Pada level ini, energi tidak hanya mampu melumpuhkan, tetapi juga menghancurkan. Pengguna energi ini dapat memfokuskan kekuatannya menjadi senjata penghancur yang bisa mengubah medan perang dalam sekejap.

Hanya sedikit yang mampu mencapai level ini. Bahkan di antara tujuh jenderal langit agung, hanya empat yang dikenal mampu memanipulasi energi Nirwana. Sama halnya dengan keempat menteri langit, mereka juga memiliki kemampuan ini—kekuatan yang membuat mereka hampir tak terkalahkan.

Di sisi lain, Hera tidak menyadari jika energi surgawi yang di pake monster babi barusan adalah Count 4. Memang cukup mirip dengan Count 3 (Nirwana) tapi jika di bandingkan dari segi power sungguh benar-benar berbeda.

"Tapi kenapa... Aku baru mengetahui jika ada monster yang bisa menggunakan energi surgawi Nirwana?" batin Hera.

Kaiju, yang terlempar hingga puluhan meter keluar kastil, terbatuk-batuk di antara reruntuhan. Tubuhnya penuh luka, tapi ia masih berusaha berdiri. Dengan sisa tenaga, ia mengangkat pedangnya kembali, matanya penuh amarah bercampur rasa frustasi.

"Energi surgawi? Apa-apaan ini? Apa dia benar-benar babi, atau...?" Kaiju bergumam dalam suara serak, mencoba mengabaikan denyut sakit yang merambat di seluruh tubuhnya.

Di dalam kastil, Hera hanya bisa mengamati dengan tatapan penuh kewaspadaan. Ia tahu, jika Monster babi itu mampu mengendalikan energi tingkat Nirwana, maka pertarungan ini bukan lagi tentang kekuatan fisik.

"Aku harus memastikan kebenarannya," pikir Hera, menggenggam erat senjatanya. Ia bersiap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi.

Kaiju berdiri lagi dengan susah payah. Amarah yang berkobar di matanya kini nyaris tak bisa dibendung. Setiap otot di tubuhnya menegang, seakan siap meledak kapan saja. Ekspresi kesal di wajahnya sudah tak bisa digambarkan lagi—ia hanya dipenuhi oleh murka yang tak terkendali.

"Bersiaplah, babi! Aku datang!" serunya kembali, penuh dendam.

Di sisi lain, Monster babi hanya melirik Kaiju sekilas, seakan ancaman itu hanyalah desiran angin yang tak berarti. Pikiran makhluk besar itu masih sibuk membayangkan pertarungannya dengan Raja Iblis.

"Tidak bisa dimaafkan! Aku bahkan sampai tak sadarkan diri karena pukulannya," gumam Monster babi tanpa memedulikan teriakan atau umpatan Kaiju.

Saat Kaiju mulai mendekat, aura energi surgawi tingkat Nirwana kembali terpancar dari tubuh raksasa itu. Gelombang tekanan begitu hebat menyerang Kaiju, memaksa langkahnya terhenti sejenak. Namun, dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya, Kaiju berhasil menerobos tekanan itu.

Tebasan pedangnya sukses mendarat di pipi monster babi, meninggalkan luka yang cukup dalam. Darah segar mengalir, menetes ke lantai yang retak.

"Yuhuuu! Akhirnya berhasil juga! Yeaah!" Kaiju melompat-lompat penuh kegembiraan seperti anak kecil yang baru memenangkan permainan. Kekocakannya begitu kontras dengan situasi mencekam di sekitarnya.

Dari sepuluh eksekutif jendral iblis, Kaiju memang di kenal seperti bocah yang sering bertingkah konyol. Namun dalam tubuhnya terdapat kekuatan murni raja iblis itu sendiri.

Kegembiraan itu segera terhenti ketika Monster babi menatapnya dengan mata merah membara. Kali ini, tatapan itu membawa intimidasi yang jauh lebih besar.

"Iblis rendahan! Aku akan segera membunuhmu!"

Kaiju terkekeh, mencoba menutupi rasa takut yang mulai menjalari tubuhnya. "Silakan saja, kalau kau memang mampu! Tapi aku justru akan membuat dirimu jadi babi panggang! Ha-ha-ha!"

Di saat itu, dua prajurit perempuan medis tiba di lokasi sesuai perintah Hera. Namun, begitu mereka melangkah masuk ke dalam kastil tua itu, mata mereka membelalak lebar.

Napas mereka tertahan, dan tubuh mereka mulai gemetar hebat. Di depan mereka, berdiri dua sosok mengerikan: Kaiju, sang eksekutif iblis, dan monster babi, makhluk raksasa yang memancarkan aura mematikan.

Dalam pertempuran, kehadiran prajurit medis di garis depan adalah sesuatu yang sangat dilarang. Mereka adalah elemen vital dalam perang, dan keselamatan mereka harus dijamin. Tapi kali ini, mereka berada di tempat yang salah, pada waktu yang sangat tidak tepat.

Hera menyadari bahaya yang mengancam kedua prajurit itu. Ia segera berteriak penuh kekhawatiran. "Cepat! Pergi dari sini sekarang juga!"

Kaiju, yang masih larut dalam kekonyolannya, melirik mereka sambil menyeringai. "Hay, nona-nona cantik! Kalian datang untuk menemui aku, ya? Tunggu sebentar, aku akan menghabisi monster babi ini dulu, baru mengurus kalian!"

Dua prajurit medis itu segera berlari secepat yang mereka bisa, tapi langkah mereka dihentikan oleh sesuatu yang tak terduga. Monster babi, dengan tubuhnya yang raksasa, melompat begitu cepat hingga ia berhasil menghadang mereka dalam sekejap.

Hera dan Kaiju terkejut melihat kecepatan makhluk itu. Dengan tubuh sebesar itu, tidak masuk akal ada yang bisa bergerak secepat itu. Namun, fakta di depan mata tidak bisa dibantah.

Sebelum kedua prajurit itu sempat melakukan apa pun, monster babi membuka rahangnya yang besar. Dalam satu gerakan, ia melahap mereka berdua tanpa ragu sedikit pun.

Keheningan yang mencekam menyelimuti kastil itu. Kaiju bahkan tidak dapat menemukan kata untuk mengolok-olok kejadian tersebut. Hera, di sisi lain, merasa darahnya membeku.

"Ini... Ini bukan sekadar monster biasa," batin Hera. "Ini adalah sesuatu yang jauh lebih mengerikan."

Makhluk itu memang tidak pandang bulu. Dalam wujud aslinya, para menteri tidak akan membiarkan siapa pun yang melihatnya tetap hidup demi menjaga identitas mereka.

"Apa yang kau lakukan, babi bodoh? Dasar monster sialan!" Kaiju berteriak, suaranya penuh emosi yang meledak-ledak. Tangannya mengepal erat di gagang pedangnya, dan wajahnya memerah menahan amarah. Ia tak sabar lagi untuk menghabisi monster babi yang kini berdiri dengan aura mengerikan.

Hera, yang berdiri tak jauh darinya, hanya bisa terdiam. Mata birunya membelalak lebar, dan ia merasa lututnya hampir lemas menyaksikan pemandangan tadi. "Apa...?" bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar. Rasa tidak percaya menyelimuti pikirannya.

Baru saja, ia melihat dua prajurit medis yang tidak bersalah dilahap hidup-hidup oleh makhluk besar di hadapannya. Tidak ada belas kasihan. Tidak ada keraguan. Monster babi itu melakukannya seolah-olah nyawa mereka tidak ada artinya.

Makhluk itu perlahan mengalihkan tatapannya ke arah Hera dan Kaiju. Mata merahnya menyala, penuh kebencian. Napas berat terdengar dari lubang hidungnya, menggetarkan udara di sekitarnya.

"Mereka melihatku," gumam monster babi dengan suara rendah yang bergema di dalam kastil. "Dan kau tahu apa artinya itu... Aku tidak akan membiarkan siapa pun hidup setelah melihat wujud asliku!"

Hera merasakan tubuhnya merinding. Kata-kata makhluk itu tidak hanya mengandung ancaman, tetapi juga membawa rasa putus asa yang menyakitkan. Ia tahu, ini bukan lawan biasa. Ini adalah sosok yang melampaui batas pemahaman mereka.

Kaiju mengayunkan pedangnya ke udara, mengabaikan bahaya yang jelas ada di depannya. "Berkaca lah, babi! Kau pikir aku takut padamu?" serunya sambil melangkah maju dengan percaya diri. Namun, tatapan Hera mengungkapkan sesuatu yang berbeda.

"Jangan gegabah!" Hera berteriak, mencoba memperingatkan. Tapi, Kaiju tak mendengarkan. Jiwa emosional keduanya perlahan terbentuk, kini mereka sepertinya akan bekerja sama satu sama lain menghadapi monster babi.

Monster babi hanya menyeringai dingin, lalu menurunkan tubuhnya sedikit seperti predator yang siap menerkam mangsa. Atmosfer di sekitar mereka menjadi semakin berat, seolah-olah gravitasi telah berlipat ganda. Hera merasa sulit bernapas.

"Ini akan menjadi akhir kalian!" raung Monster babi sebelum meluncur ke arah mereka dengan kecepatan yang tak masuk akal, membawa gelombang energi mematikan yang membuat dinding kastil semakin retak dan lantai bergetar hebat.

Setelah mengambil waktu istirahat yang singkat, Raja Iblis bergerak menuju Lembah Adam—tempat di mana Kaisar Langit diyakini bersembunyi. Dengan informasi yang diberikan oleh Belzhebab sebelumnya, ia melesat tak terkendali, setiap langkahnya memancarkan aura kehancuran yang menyelimuti langit.

Di belakangnya, kehancuran dan kematian adalah bukti kebengisannya. Ketiga Menteri Langit terbaring kaku di antara reruntuhan Istana Langit. Tubuh mereka yang dahulu megah kini hancur berlumuran darah. Mereka telah membayar harga mahal karena mencoba menghalangi jalan sang Raja Iblis.

Sesampainya di Lembah Adam, Raja Iblis berhenti sejenak, mengamati hamparan pegunungan kristal biru yang menjulang tinggi di sekelilingnya. Jurang-jurang terjal membentang sejauh mata memandang, menciptakan pemandangan yang sunyi namun penuh misteri.

"Jadi di sini tempat nya, sekarang tinggal mencari titik koordinat yang tepat!" gumamnya, suaranya rendah namun menggema di udara.

Pemandangan itu sama sekali tidak menyerupai zona evakuasi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, hanya lanskap yang tampak seperti zona mati. Tapi Raja Iblis tahu lebih baik daripada percaya pada penglihatannya saja. "Tipuan yang bagus," pikirnya. Tempat ini dirancang agar siapa pun yang melihatnya menganggapnya sebagai wilayah tak berpenghuni.

Namun, satu hal yang tidak bisa disembunyikan adalah melimpahnya energi surgawi yang terasa di setiap sudut lembah. Gunung-gunung kristal biru itu sendiri adalah manifestasi dari energi surgawi yang menyatu dengan alam hingga menciptakan fenomena luar biasa.

Bagi iblis biasa, hanya berdiri di tempat seperti ini selama satu jam sudah cukup untuk membuat tubuh mereka terkoyak oleh rasa sakit yang tak tertahankan. Tapi Raja Iblis berbeda. Ia telah menguasai energi surgawi hingga level yang membuatnya kebal terhadap efek penyiksaan ini. Energi yang harusnya menghancurkan malah menjadi bahan bakar kekuatannya.

"Aku hanya perlu merapalkan kode itu," ucapnya sambil mengangkat tangannya.

Dengan tenang, Raja Iblis mulai mengucapkan kata-kata yang dikirimkan oleh Belzhebab melalui telepati. Kata-kata itu menggema, seperti mantra yang merobek dimensi. Tak lama kemudian, tirai semesta di depannya terbuka secara perlahan, memunculkan celah samar yang mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi.

"Akhirnya..." bisik Raja Iblis, bibirnya menyeringai penuh kemenangan.

Ia melangkah masuk ke dalam tirai tanpa ragu, dan di baliknya terhampar pemandangan yang sangat kontras dengan apa yang ia lihat di luar.

Jutaan penduduk langit dari benua 1 hingga 7 berkumpul di tempat tersebut. Anak-anak, wanita, lansia, bahkan bayi—semuanya memadati zona evakuasi ini. Suara tangis anak-anak, isak pilu para ibu, dan desah napas berat orang tua memenuhi udara. Tempat ini tidak hanya menyimpan kehidupan; ia adalah benteng terakhir harapan mereka.

Raja Iblis memandangi mereka dengan tatapan dingin, matanya bersinar merah dalam kegelapan yang kini menyelimuti hati para penghuni lembah.

"Seberapa lama kau bisa berlari menghindar dariku... Wahai kaisar langit?" gumamnya, suaranya menggelegar seperti petir, menggetarkan seluruh tempat. Situasi benar-benar mencekam.

Kaisar Langit berdiri di barisan paling depan, diapit oleh empat prajurit elite yang tersisa. Wajahnya memancarkan keteguhan tanpa cela, meski di belakangnya jutaan penduduk langit gemetar di bawah bayang-bayang sosok Raja Iblis.

Prajurit-prajurit penjaga yang ditempatkan di Lembah Adam menahan napas, tubuh mereka kaku oleh rasa takut, namun mereka tetap berbaris, melindungi rakyat yang sudah berada di ujung keputusasaan.

Kaisar Langit maju selangkah, menghadap Raja Iblis yang berdiri tak jauh darinya. Mata kaisar memancarkan keberanian yang tak tergoyahkan, bahkan saat tekanan energi Raja Iblis terasa mencekik.

Sebagai pemimpin, keselamatan rakyatnya jauh lebih berharga daripada hidupnya sendiri. Ia tahu, kali ini nyawanya adalah taruhan terakhir demi mereka yang tak bersalah. Namun, keempat prajurit elite hanya bisa terdiam.

Mereka menunduk, tak memiliki keberanian untuk menghentikan langkah pemimpin mereka. "Bagus," Raja Iblis tertawa, tawa yang menggema seperti petir di tengah langit gelap. "Dengan begini, aku tidak perlu repot-repot mencari keberadaan mu di balik kerumunan ini."

"Kau tidak perlu melukai rakyatku!" teriak Kaisar Langit lantang, suaranya melawan gemuruh tekanan yang mendominasi. "Yang kau cari adalah aku. Maka mari kita selesaikan ini sekarang, tanpa melibatkan mereka!"

Raja Iblis kembali tertawa, kali ini lebih keras, penuh kesombongan. Tawa itu disertai ledakan energi sejati yang meledak dari tubuhnya, menciptakan gempa yang menghancurkan tanah dan udara di sekitarnya.

Goncangan demi goncangan menghantam tanpa henti, mengubah ketakutan menjadi teror tak terbendung. Di belakang Kaisar Langit, penduduk mulai jatuh satu per satu. Anak-anak menangis histeris, sementara lansia terkapar tak sadarkan diri.

Tubuh-tubuh yang rapuh itu tidak mampu menahan tekanan energi Raja Iblis yang seperti bencana. Jeritan dan tangisan mengisi udara, semakin lama semakin menyayat hati. "Ibu! Aku tidak kuat lagi! Kepalaku sakit sekali!" seorang anak menjerit, tangannya mencengkeram kepalanya yang hampir meledak oleh tekanan energi.

Suaranya disusul oleh tangisan anak-anak lain yang merasakan penderitaan serupa. Orang tua mereka mencoba memeluk dan melindungi anak-anak itu dengan tubuh mereka sendiri, namun sia-sia.

Bahkan mereka sendiri tak mampu menahan kehancuran yang ditimbulkan oleh tekanan Raja Iblis. "Bertahanlah! Ini... ini akan segera berakhir!" bisik salah seorang ibu, namun nadanya lebih menyerupai doa yang putus asa daripada janji yang bisa ditepati.

Kaisar Langit mengepalkan tangannya, kemarahan membakar dadanya. "Apa yang kau lakukan, iblis keji! Hentikan! Jika kau tidak segera berhenti, kau akan membunuh mereka semua!" teriaknya lantang, matanya membara penuh amarah.

Namun, Raja Iblis hanya tersenyum dingin. "Hah! Aku tidak peduli," katanya, suaranya terdengar seperti pisau yang mengiris setiap harapan. "Jika kau benar-benar peduli pada rakyatmu, maka bersujud lah di hadapanku. Akui kekalahan mu, dan mungkin aku akan menyelamatkan mereka."

Pernyataan itu menusuk seperti belati, menghancurkan harga diri Kaisar Langit. Dalam dirinya terjadi pertempuran batin yang hebat. Akankah ia, sosok yang dipuja sebagai pelindung dan simbol suci, harus mengorbankan martabatnya dengan bersujud di hadapan Iblis.

Tapi jika ia menolak, tidak ada yang bisa menghentikan Raja Iblis dari membantai rakyatnya hingga tak bersisa. Di belakangnya, jeritan anak-anak semakin lirih, tanda tubuh-tubuh kecil mereka tidak lagi mampu bertahan. "Cepatlah, Kaisar. Pilihlah!" Raja Iblis mendesak, suaranya menggema dengan ancaman yang tak terelakkan.

Kaisar Langit menatap langsung ke mata Raja Iblis, menahan setiap desakan batin yang memeranginya. Waktu terasa semakin sempit, dan hidup rakyatnya tergantung pada keputusan yang harus ia buat dalam hitungan detik.

"Jangan, Yang Mulia! Itu sama saja merendahkan kehormatan bangsa langit!" seruan Yuri menggema dari kejauhan, suaranya bergetar, campuran antara panik dan ketidakpercayaan.

"Semua perjuangan kita... semua pengorbanan... akan menjadi sia-sia jika Anda melakukannya!" tambah prajurit lain dengan nada putus asa.

"Iblis sialan!" gumam para prajurit penjaga lemba Adam serempak, wajah mereka penuh amarah, tangan-tangan mereka mengepal erat seolah ingin melampiaskan rasa frustrasi. "Berani-beraninya dia mempermalukan Kaisar Langit kita!"

Namun mereka tahu, sekeras apa pun mereka berteriak, tidak ada yang bisa mereka lakukan. Kaisar Langit telah memberi perintah mutlak sebelum kedatangan Raja Iblis: "Jangan gunakan kekuatan kalian kecuali untuk melindungi rakyat. Bahkan jika aku berada dalam bahaya, keselamatan para penduduk harus menjadi prioritas utama."

Itulah titah sang Kaisar. Dan kini, mereka hanya bisa menyaksikan, tanpa daya, pemimpin tertinggi mereka dipermainkan di hadapan jutaan rakyat yang sekarat.

"Jika itu yang kau inginkan, baiklah!" suara Kaisar Langit menggema, tenang tetapi penuh dengan keteguhan hati. Tatapannya tetap lurus, penuh martabat, meski perlahan tubuhnya mulai menunduk.

"Kaisar... Tidak mungkin!" bisik seorang prajurit, air matanya mengalir tanpa henti.

Perlahan, Kaisar Langit merendahkan tubuhnya, lututnya menyentuh tanah, punggungnya melengkung. Sujudnya adalah penghormatan yang tidak pantas diberikan kepada siapa pun selain surga, namun ia melakukannya di hadapan Raja Iblis.

"Aku akan menuruti kehendak mu, asalkan kau menghentikan tekanan energi penghancurmu sekarang juga!" ucap Kaisar Langit, nadanya tegas meski dalam hati ia menahan perih luar biasa.

Melihat itu, Raja Iblis tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Lihatlah! Kaisar Langit, simbol kekuatan dan kemuliaan bangsa langit, sujud di hadapanku! Betapa indahnya hari ini!"

Penduduk yang masih sadar hanya bisa menyaksikan dengan hati teriris. Jerit tangis mereka menggema, bukan hanya karena kesakitan fisik tetapi juga karena kejatuhan simbol harapan mereka.

Semua yang hadir di lembah Adam terperangah, tak percaya melihat Kaisar Langit, penguasa agung tiga alam, berlutut di hadapan Raja Iblis Zhask. Keputusan itu diambil semata-mata demi keselamatan jutaan penduduk langit yang berada di ambang kematian.

Namun, keheningan sekejap itu segera digantikan dengan jerit tangis dan rintihan.

Tidak ada yang mampu menghentikan raja iblis Zhask. Empat menteri kepercayaan surga telah tumbang sebelumnya, kekuatan mereka tak cukup untuk melawan keperkasaan Raja Iblis. Para Jenderal Langit Agung pun teralihkan perhatiannya, sibuk menghadapi eksekutif jenderal iblis yang terus meneror di medan lain.

Maka, langkah Kaisar Langit adalah satu-satunya pilihan. Harga dirinya tak lagi berarti dibandingkan keselamatan rakyatnya.

"Tidak! Yang Mulia, hentikan! Kami akan bertarung sampai titik darah penghabisan!" seru para pasukan elite dari kejauhan, suara mereka bergetar antara marah dan putus asa. Tapi mereka tak berani mendekat. Kaisar telah melarang mereka untuk ikut campur.

"Aku sudah memenuhi permintaanmu, Zhask," suara Kaisar Langit terdengar tegas, meski tangannya sedikit bergetar. "Hentikan tekanan energimu sekarang juga!"

Namun, yang didapatkan hanyalah tawa keras dari Raja Iblis.

"Apakah kau pikir dengan sujud mu aku akan berhenti? Betapa naif nya kau, Kaisar Langit!" Raja iblis Zhask berkata dengan nada mengejek, mata merahnya memancarkan kebencian yang dalam.

Aura penghancur itu semakin kuat, menusuk hingga ke tulang. Penduduk langit tak lagi sanggup menahan derita. Mereka jatuh satu per satu, memegangi kepala mereka yang terasa hendak meledak. Darah mengalir dari telinga, hidung, mulut, bahkan mata.

Jeritan berubah menjadi keheningan yang memekakkan.

Jutaan nyawa, termasuk anak-anak dan lansia, lenyap dalam sekejap. Mereka mati tanpa sempat mengucap doa terakhir.

Kaisar Langit hanya bisa menatap dengan mata membelalak. "Kau sebelumnya telah berjanji! Apa sebenarnya tujuanmu melakukan semua ini?! Cepat hentikan!" suaranya menggema penuh kemarahan.

Namun, raja iblis Zhask hanya tersenyum sinis tidak peduli pada nyawa para penduduk. Anak kecil, lansia bahkan semuanya, mereka pantas mati dan tak layak hidup.

Para prajurit, tak sanggup lagi menahan amarah, menerjang Raja Iblis bersamaan. Tapi, sebelum mereka sempat mendekat, tubuh mereka langsung roboh terkena satu tatapan dingin penuh intimidasi dari Zhask.

Kaisar Langit jatuh berlutut sekali lagi, bukan karena perintah, tapi karena tubuhnya lemas. Dunia di sekelilingnya runtuh, dan ia tak mampu melindungi apa pun. Rasa bersalah menancap dalam di hatinya, seperti bilah pedang yang tak bisa dicabut.

Dalam sekejap jutaan penduduk langit tak ada yang tersisa dan hanya meninggalkan Kaisar Langit bersama Raja Iblis seorang diri. Mata Kaisar Langit memerah, seakan menahan amarah bercampur kesedihan yang tak terbendung.

"Bagaimana? Apa yang kau rasakan? Kau tidak pernah merasakan apa arti sebuah rasa sakit, jadi terimalah semua ini!" ucap Raja Iblis pelan namun penuh dingin dan intimidasi.

"Semesta akan membalasmu! Kau telah melampaui batas! Sekarang ambillah kursi Kaisar Langit seperti apa yang kau mau," Kaisar Langit mengutuk perbuatan Raja Iblis dengan penuh amarah dan kesedihan yang tak tertahankan.

"Aku tidak peduli apa itu semesta! Aku datang ke sini bukan untuk merebut singgasanamu! Apa kau pikir aku datang untuk hal seperti itu? Jangan naif." Raja Iblis seketika murka. Tujuan kedatangannya yang selama ini dianggap sebagai pemberontakan ternyata memiliki alasan lain yang lebih mendalam.

"Jika tujuanmu bukan untuk merebut kursi Kekaisaran Langit, lantas mengapa kau menciptakan semua malapetaka ini!" tanya Kaisar Langit dengan nada tinggi, suaranya menggema di antara kehancuran yang tersisa.

Harapan Kaisar Langit telah hilang setelah menyaksikan jutaan penduduk langit mati secara serentak di depan matanya. Bahkan, gelarnya sebagai Kaisar Langit saat ini sudah tidak berarti apa-apa lagi baginya.

"Tujuanku! Apa kau ingin mengetahuinya? Tujuanku menemui adalah untuk mempertanyakan sebuah alasan!" jawab Raja Iblis dengan tajam, sambil mengeluarkan pedang bermotif teratai dari dalam mulutnya.

"Sebuah alasan? Alasan seperti apa yang kau maksud sampai membuatmu melakukan semua malapetaka ini!" Kaisar Langit kembali menegaskan, tubuhnya kini bangkit mendekati Raja Iblis, semakin dekat dan penuh tekanan.

Raja Iblis mengangkat pedangnya, menatap lurus ke mata Kaisar Langit, dan dengan suara dingin ia berkata:

"Mengapa kau membiarkan Dewi Hestia mati!"

Suasana mendadak hening, tanpa satu pun suara yang terdengar. Udara di sekeliling terasa membeku seiring kata-kata itu meluncur keluar dari mulut Raja Iblis.

Pertanyaan Raja Iblis tadi langsung mengubah suasana menjadi lebih sunyi. Kaisar Langit terdiam lemas, menghentikan langkahnya yang sebelumnya menuju Raja Iblis. Entah apa yang sebenarnya terjadi antara Kaisar Langit dan Dewi Hestia, tetapi dari raut wajah Kaisar Langit saat ini, jelas bahwa ada peristiwa kelam di masa lalu yang sulit untuk dilupakan.

"Dia telah mengabaikan perintah langit dan melakukan pemberontakan yang sudah direncanakan," jawab Kaisar Langit, suaranya terdengar berat dan penuh penyesalan.

"Aku sendiri juga tidak menduga bahwa Hestia akan melakukan itu. Dia adalah dewi yang baik hati, selalu patuh, dan tak pernah membangkang pada perintah langit. Namun, saat itu... apa yang sebenarnya terjadi? Tiba-tiba saja dia melakukan pemberontakan!" Kaisar Langit melanjutkan dengan nada yang semakin bergetar, menahan luka di dalam hatinya.

"Keadilan yang selalu kalian agung-agungkan itulah yang membuatnya harus menerima penderitaan. Kalian mengorbankannya demi menjaga wibawa keadilan! Akan tetapi keadilan bodoh kalian itu sendiri yang telah menghancurkan nya!" potong Raja Iblis tajam, nadanya penuh kebencian.

Kaisar Langit menunduk, mengingat kenangan pahit yang telah lama terkubur. Ia kemudian mulai menceritakan detik-detik terakhir saat Dewi Hestia menghadapi eksekusinya.

"Hari itu, matahari hampir tenggelam. Langit memerah seperti darah. Eksekusi dilaksanakan di alun-alun Istana Langit, disaksikan oleh seluruh petinggi Kekaisaran. Mereka semua dikumpulkan agar hal ini menjadi pelajaran bagi siapa saja yang mencoba menentang keadilan surga. Hukuman harus dilaksanakan, demi menjaga tatanan dunia langit," ujar Kaisar Langit dengan suara yang perlahan melemah.

Ia teringat saat-saat terakhir Hestia, yang berdiri tegar meski di hadapan kematiannya. Dewi itu tetap memancarkan kebijaksanaan, bahkan ketika berada di ujung tanduk.

"Sesaat sebelum dia dihukum mati, Hestia mengucapkan kata-kata yang tak pernah bisa kulupakan. Dia berkata, 'Keadilan sesungguhnya akan benar-benar terbit bersamaan dengan cahaya fajar matahari esok.'" Kaisar Langit menunduk semakin dalam, seolah terbebani oleh dosa masa lalu yang menghantui dirinya.

"Cepat gantung dia!" seru salah satu menteri dengan suara penuh amarah, suaranya menggema di tengah kerumunan para petinggi yang menyaksikan sidang eksekusi.

"Jangan biarkan pemberontak berkeliaran keluar-masuk Istana Langit! Hukuman adalah satu-satunya jawaban untuknya," lanjut menteri lain, mempertegas seruan itu.

"Anda benar!" beberapa menteri lainnya mengangguk setuju, mata mereka penuh dengan kecaman terhadap Dewi Hestia yang kini berdiri di tengah alun-alun eksekusi dengan rantai besi melilit tubuhnya.

Kaisar Langit, yang duduk di singgasana tertinggi, tampak bimbang. Wajahnya menunjukkan rasa keberatan yang sulit ia sembunyikan. Dalam hatinya, Dewi Hestia adalah sosok yang baik hati, seorang pelindung sejati bagi rakyatnya. Namun, sebagai pemimpin Kekaisaran Langit, ia tidak bisa membiarkan aturan surgawi diabaikan.

Kaisar Langit akhirnya berdiri, mencoba menenangkan gejolak di dalam dirinya. Ia tahu bahwa tindakannya ini akan meninggalkan luka mendalam, bukan hanya bagi dirinya tetapi juga bagi banyak orang.

Hestia, yang berada di tengah arena, menatap Kaisar Langit dengan senyum lemah tetapi penuh keteguhan. Meski tubuhnya terbelenggu rantai besi, auranya tetap memancarkan ketenangan dan kebijaksanaan.

"Putraku akan membawa semesta ini menuju arti kedamaian yang sesungguhnya," ucap Dewi Hestia, suaranya lembut tetapi jelas terdengar hingga ke seluruh sudut alun-alun.

"Tidak akan ada lagi perbedaan. Semua makhluk dari tiga alam akan hidup berdampingan, saling mengasihi satu sama lain," lanjutnya, memberikan pesan terakhir yang begitu menggetarkan hati.

Kata-kata Hestia sejenak membuat suasana hening, tetapi tak lama kemudian, suara keras dari menteri terdengar lagi. "Laksanakan hukuman sekarang juga!"

Pada akhirnya, rantai besi eksekusi perlahan mulai mengencang, merenggut nyawa Dewi Hestia. Saat tubuhnya terkulai, cahaya yang sebelumnya terpancar dari dirinya perlahan meredup, meninggalkan keheningan yang menyelimuti seluruh alun-alun.

Mata Kaisar Langit memerah, namun ia tetap berdiri tegak. Sebagai seorang pemimpin, ia harus tetap tegar. Tetapi jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa ia baru saja kehilangan lebih dari sekadar seorang bawahan-ia telah kehilangan seorang teman, seorang pengingat akan apa arti sebenarnya dari keadilan.

Gabriel dan para jenderal langit Agung lainnya hanya menatap dalam diam, namun Kakek tua yang saat itu masih menjadi jenderal langit Agung meneteskan air mata kesediaan yang tidak bisa di luapkan.

Di sisi lain, Freya yang waktu itu masih berstatus sebagai panglima perang pangkat rendah dengan cepat meninggalkan area eksekusi begitu saja bersama seluruh prajurit bawahannya penuh kekecewaan. Di susul Azazel yang juga berdiri dari 3 kursi megah monster keadilan.

"Ketika sampah menguasai dunia, maka dunia akan melahirkan sampah." gumam Azazel, di sisi lain Gabriel melirik kepergian Azazel namun dia sama sekali tidak peduli mendengar gumaman yang terlontar pelan dari mulut Azazel.

Seakan dalam hati kecil Gabriel menyetujui apa yang di katakan oleh Azazel, Namun itu hanya permulaan sebelum keduanya nanti akan bertarung habis-habisan satu sama lain di tempat terpencil untuk menentukan siapa yang berhak memimpin seluruh pasukan langit kedepannya.

Kembali ke Raja Iblis dan Kaisar langit.

Suasana di antara mereka kembali hening. Kata-kata terakhir Hestia tampaknya memiliki makna yang lebih dalam, tetapi apa yang sebenarnya dia maksud. Raja iblis meneteskan air mata, tapi berusaha getar mendengar cerita itu.

Raja Iblis lalu menatap Kaisar Langit dengan tajam. Ia kemudian berkata, "Kalian menghukum seorang dewi yang hanya ingin membenarkan keadilan yang kalian cemarkan sendiri. Kau yang membiarkannya mati di bawah aturan kaku kalian! Jangan bicara soal keadilan lagi di depanku."

Amarah Raja Iblis Zhask Agung berkobar seperti api yang melahap apa saja di hadapannya. Wajahnya memerah, matanya menyala bagaikan bara yang tak padam, dan energi gelap mengalir deras dari setiap pori tubuhnya.

Tanpa ampun, tangannya yang kokoh mencengkeram leher Kaisar Langit. Jari-jarinya bagaikan belenggu maut yang menghimpit, sebelum akhirnya dengan satu ayunan penuh kemarahan, ia membanting tubuh Kaisar Langit ke lantai.

DUAAAAAAAK!

Suara hantaman keras menggema ke seluruh penjuru ruang semesta. Retakan-retakan muncul di lantai suci yang tak tersentuh ribuan tahun. Kaisar Langit mengerang kesakitan, darah segar menetes di sela bibirnya.

"Tidak ada ampun!" Suara Raja Iblis bergemuruh, serak namun memancarkan ketegasan yang menggetarkan siapa saja yang mendengarnya. "Kalian, makhluk-makhluk kotor ini akan binasa! Akulah Raja Iblis Zhask Agung!"

Emosi yang membakar terlihat jelas di wajah Raja Iblis, namun di balik kemarahan itu, terdapat kesedihan mendalam yang tak terlukiskan. Ia bukan hanya penguasa kegelapan, ia adalah sosok yang pernah mengenal cinta dan kehilangan. Namun kini, semuanya telah berubah menjadi amarah yang meledak-ledak.

Tekanan aura kegelapan Raja Iblis meletup semakin liar, meluap melewati batas-batas yang pernah ada. Gelombang energi hitam merambat hingga ke cakrawala, meruntuhkan dinding pelindung semesta yang telah berabad-abad berdiri kokoh.

Langit pun retak. Cahaya surgawi meredup, dan semua jutaan penduduk langit akhirnya meregang nyawa, serempak kematian mereka semua seperti daun-daun gugur diterpa badai.

Di punggung Raja Iblis, enam sayap keadilannya bergetar. Perlahan, warnanya berubah menjadi kuning terang yang tadinya berwarna hitam, menyala-nyala, mengandung energi surgawi yang begitu pekat namun dipenuhi kebencian.

Pedang bersarung teratai di genggamannya bersinar terang, siap memangsa nyawa Kaisar Langit yang kini terkapar tak berdaya.

"Selamat tinggal!" seru Raja Iblis, suaranya menggema seperti genderang kiamat. Ia mengayunkan pedangnya, ujung bilah itu berkelebat dengan kilauan yang mematikan, menuju leher Kaisar Langit.

Namun, tepat sebelum pedang itu menuntaskan tujuannya, sebuah cahaya muncul begitu cepat. Sosok kakek tua dengan jubah bersinar namun dipenuhi aura kedamaian datang menghentikan pedang itu dengan satu gerakan yang hampir mustahil dilihat mata.

"Duaaaar!" Energi benturan dari pedang yang dihentikan memicu ledakan dahsyat, menghempaskan debu dan cahaya ke seluruh penjuru ruangan. Kaisar Langit terselamatkan, tubuhnya tiba-tiba berada jauh dari jangkauan Raja Iblis.

Sosok itu-seorang kakek tua berambut putih panjang berdiri di hadapan Raja Iblis dengan tenang, senyuman kecil terlukis di wajahnya seolah ia telah mengetahui segalanya sejak awal. Dia-lah sosok yang mengalahkan Azazel dan seluruh pasukan sebelum nya.

"Kau tidak apa-apa, Yang Mulia Kaisar Langit?" suara sang kakek lembut, menenangkan, namun memiliki getaran yang mampu menembus jiwa.

Kaisar Langit memegang lehernya yang masih terasa nyeri. "Terima kasih telah menyelamatkanku! Siapa Anda sebenarnya?" tanyanya, suaranya penuh rasa penasaran sekaligus ketidakpercayaan.

Kakek tua itu tersenyum semakin lebar, tatapannya teduh. "Hanya seorang manusia biasa."

Jawabannya sederhana, tetapi kehadirannya adalah anomali yang tak bisa dijelaskan. Bahkan Raja Iblis sendiri tak menyadari kedatangan sosok itu meskipun ia telah mengaktifkan skill sonar pertahanan sejauh puluhan ribu meter.

Raja Iblis menatap tajam ke arah kakek tua itu, aura kegelapan menguar dengan lebih kuat, bagaikan naga hitam yang siap melahap mangsanya. "Beraninya kau ikut campur dalam urusanku! Tidak peduli tua atau muda, siapa pun yang menghalangi jalanku akan mati!"

Namun, kakek tua itu tak gentar. Ia berjalan mendekati Raja Iblis dengan langkah tenang, senyum lembutnya tetap menghiasi wajahnya yang keriput. Suasana hening sejenak, seolah waktu berhenti menyaksikan pertemuan dua sosok yang begitu bertolak belakang.

"Hestia pasti akan marah jika melihatmu menjadi seperti ini." Suaranya lirih, namun penuh makna. Setiap kata yang diucapkannya bagaikan pukulan tak kasat mata yang langsung menghujam ke relung hati Raja Iblis. "Jangan biarkan kebencian melahap mu dalam keputusan yang kau buat sendiri."

Tatapan Raja Iblis membelalak. Seketika itu juga, hawa kemarahan yang membakar tubuhnya terasa goyah. Ia menatap kakek tua itu dengan penuh curiga dan amarah. "Apa maksudmu? Kau berani menghinaku?" bentaknya, suaranya menggema seperti raungan petir.

Kakek tua itu hanya menggeleng pelan, masih dengan senyumnya yang tak pernah pudar. "Tidak! Aku hanya memastikan bahwa putra Hestia tetap berjalan di jalan yang benar."

Ucapan itu bagaikan kilatan petir yang menyambar batin Raja Iblis. Sejenak, wajah keangkuhannya mengendur. Ada kebingungan, ada luka lama yang mencuat kembali dari masa lalu yang selama ini ia pendam dalam kegelapan hatinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!