Teror pemburu kepala semakin merajalela! Beberapa warga kembali ditemukan meninggal dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam, ternyata semuanya berkaitan dengan masalalu yang kelam.
Max, selaku detektif yang bertugas, berusaha menguak segala tabir kebenaran. Bahkan, orang tercintanya turut menjadi korban.
Bersama dengan para tim terpercaya, Max berusaha meringkus pelaku. Semua penuh akan misteri, penuh akan teka-teki.
Dapatkah Max dan para anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku? Atau ... mereka justru malah akan menjadi korban selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TPK25
Hujan deras mengguyur jalanan, menciptakan suara gemuruh yang memantul di sepanjang dinding bangunan tua Haven Home. Max dan Clara masih fokus mencari apapun yang bisa menambah informasi.
Clara berhenti di tengah aula, memperhatikan sekeliling dengan senter di tangannya. "Kamu tau nggak, Max? Kalau ini film horor, kita pasti udah mati sekarang."
Max menatap Clara dengan ekspresi datar. “Untungnya ini bukan film horor. Jadi, ayo cari apa yang kita butuhin.”
Clara mengangguk, ia kembali memeriksa laci-laci yang sudah lapuk. Di dalamnya, dia menemukan sebuah jurnal tua dengan sampul yang hampir hancur.
"Aku nemu sesuatu!" Kata Clara sambil membalik halaman-halaman jurnal itu. Tulisan tangan di dalamnya sulit dibaca, tapi, sebagian besar isinya berbicara tentang "Proyek Hydra."
"Proyek Hydra?" Ulang Max, membaca salah satu halaman di samping Clara. "Ini kayak nama kode buat sesuatu."
Clara mengangguk. “Dan ini ada hubungannya sama eksperimen psikologis. Mereka ngomongin tentang anak-anak ... dan gimana mereka diuji dengan metode yang nggak manusiawi.”
Max merinding, membayangkan apa yang mungkin terjadi di tempat itu. “Mereka eksperimenin anak-anak, Cla. Ini gila.”
Max terus membaca, mencoba menemukan lebih banyak petunjuk. Tapi, sebelum dia bisa melanjutkan, Clara menemukan sesuatu yang lain di meja—sebuah rekaman audio yang disimpan dalam kotak kecil.
“Max, liat ini!” Kata Clara sambil mengangkat rekaman itu. “Kayaknya ini penting.”
Max mengambil rekaman itu, memperhatikan label lusuh di atasnya yang hanya bertuliskan tanggal. “Kita harus dengerin ini.”
Clara mengangguk. Mereka mencari pemutar rekaman di ruangan itu, dan untungnya, mereka menemukannya di salah satu sudut. Max memasukkan rekaman itu, lalu menekan tombol play. Suara statis terdengar sebentar sebelum suara seorang pria mulai berbicara.
“Kita nggak bisa terus kayak gini,” suara itu berkata. “Liam nggak akan setuju kalau kita lanjut. Dia udah bilang sendiri, terlalu banyak resiko.”
Clara langsung menatap Max dengan mata membelalak. “Dia nyebut nama Liam.”
Max mengangguk pelan, wajahnya tegang. Mereka mendengarkan rekaman itu sampai selesai, tapi, tidak ada informasi lebih lanjut selain konfirmasi bahwa Liam memang terlibat dalam sesuatu yang terjadi di Haven Home.
“Ini bukti, Max,” kata Clara dengan suara bergetar. “Liam terlibat. Dan, mungkin dia pembunuhnya.”
Max terdiam, mencoba mencerna semuanya. Tapi, sebelum dia bisa menjawab, mereka mendengar suara langkah kaki di luar ruangan. Clara langsung mematikan senternya, dan Max mengisyaratkan untuk diam.
Langkah kaki itu semakin dekat, berhenti tepat di depan pintu.
‘Itu bukan langkah kaki Bella. Langkah itu terlalu ... berat dan terdengar ... menyeramkan. Apa mungkin Bella dalam bahaya?’
Max dan Clara saling bertukar pandang dalam kegelapan. Mereka menahan napas, berharap siapa pun yang ada di luar tidak masuk. Tapi kemudian, pintu mulai berderit terbuka perlahan.
Pintu itu terus berderit terbuka. Suara kayu tua yang bergesekan membuat jantung Max dan Clara seperti ingin meledak. Dalam kegelapan ruangan, mereka hanya bisa saling bertukar pandang, mencoba menenangkan diri meski jelas ketegangan sudah mencapai puncaknya.
Sosok di luar pintu akhirnya muncul. Cahaya api kecil dari sebuah korek api kuno menyapu ruangan. Max mengepalkan tangan, siap bertindak kalau situasinya memburuk. Tapi, sosok itu ternyata justru membuat Max lega.
"Keluar lah, bahkan di dalam gelap aku sudah tau di mana kalian berdiri," kata sosok itu. "Aku menggunakan korek api agar kalian langsung mengenali wajahku."
“Keenan!” suara berat Max itu terdengar bersemangat, "ah, Anda ini bikin kaget saja. Saya mengira tadi yang datang adalah si Psikopat Gila Biadab Brengsek Bajingan. —Ternyata Anda ...," ucapnya lega.
Keenan, yang memiliki nama asli Edwin, merupakan seorang narapidana yang memalsukan kematiannya dan dikirim kabur ke Amerika, melirik sinis ke arah Max. Mantan psikopat itu merasa seolah-olah makian dari mulut Max seakan tertuju untuk dirinya. Sudut bibir pria yang sudah mengganti identitasnya itu berkedut-kedut lalu menyeringai.
"Uwah, senyuman Anda keren sekali, sangat mirip dengan seorang psikopat. Anda sangat menjiwai." Puji Max tanpa mengetahui semua latar belakang sosok itu.
"Stupid, Max! Menurut mu itu senyuman? Itu seringai! SERINGAI!" bisik Clara di telinga Max tegas. Ia mencubit lengan Max keras, kapten muda itu sedikit mengaduh.
Max melirik Clara, lalu berbisik pelan, hampir tanpa suara. “Apa salahnya kalau menyeringai?”
Clara memutar malas bola matanya. Kemudian mengedarkan sinar senternya ke sekeliling ruangan, lalu menggerutu pelan, “Ku rasa, kita harus segera pergi dari sini. Ada yang aneh, Max. Ini terlalu tenang. Kita harus mencari Bella.”
"Biar aku yang mencarinya," sahut Edwin cepat. Ia memutar poros jam pintar yang melekat di pergelangan tangannya. "Kalian kembali saja ke mobil, lanjutkan sesuai rencana."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bella masih tak sadarkan diri di atas ranjang besi yang penuh dengan genangan darah. Telapak tangannya banyak garis-garis luka akibat tergores bebatuan ketika sosok bertopeng itu menyeretnya.
Di dalam gudang tua, angin malam berhembus dingin, membawa aroma kayu lapuk dan debu yang menyengat hidung. Gudang itu terletak di pinggiran kota, jauh dari keramaian, dan hanya diterangi oleh bulan yang menggantung di langit gelap.
Sosok di balik topeng yang sedari tadi menatap Bella, kini mulai menyeringai. Wajah Bella tampaknya membuat sosok itu kesal. Sudut bibir sosok itu terangkat satu, sebuah hasrat gila seolah mencekik lehernya, seakan meminta dibebaskan.
PLAK!
PLAK!
PLAK!
PLAK!
PLAK!
Berkali-kali sosok itu menampar wajah Bella, darah segar sampai mengalir di sudut bibir wanita cantik itu. Namun, Bella tetap bergeming, layaknya putri tidur dari negeri Perancis.
"Dasar memuakkan!" umpat sosok itu penuh sisi emosional. "Jalang sok hebat!"
PLAK!
Sekali lagi, ia menampar keras wanita yang tetap bergeming layaknya mayat hidup.
"Kau, akan ku jadikan mahakarya terindahku ...," desisnya penuh seringai. "Setelah memotong kepalamu ini, aku akan mencungkil mata angkuh mu itu.!"
Ia menarik kuat bibir Bella. "Dan ... bibir yang belagu ini, akan ku robek hingga ke telinga. Hidung mu? Akan ku sayat sampai tak bersisa. Lalu ...!" jeritnya keras.
Sosok itu membuka topengnya, lalu menghempaskan benda yang selama ini sudah menutupi identitasnya ke atas lantai.
"Akan ku potong hingga tak bersisa buah dada mu yang kenyal ini!" Sosok itu meremas-remas dada Bella sambil mengarahkan sebuah benda tajam ke arah leher wanita itu.
"MATI KAU!" jeritnya penuh seringai.
SPLASH!
Arrrggghhh!
Sosok itu menjerit sekuat tenaga, ia melangkah mundur dengan kedua mata yang terpejam. Wajahnya merah padam.
"Selain gila, kau, benar-benar nggak tau sopan santun ya. Dasar mahluk mesum buruk rupa!" Dengan posisi berbaring, tangan Bella mengudara. Menggenggam sebuah botol plastik berisi dengan air cabai. Kini bibirnya menyeringai lebar.
*
*
*
Thor buat cerita agent agent gitu dunk Thor dgn ruang rahasia dll 🫰
Terima kasih banyak Kak, atas karya luar biasanya ini 🙏🥰🥰