NovelToon NovelToon
JANGAN MADU AKU GUS

JANGAN MADU AKU GUS

Status: tamat
Genre:Tamat / Poligami / Dijodohkan Orang Tua / Penyesalan Suami / Pihak Ketiga
Popularitas:1.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: HANA ADACHI

🏆🏅 Juara Harapan Baru YAAW Season 10🥳

Kalau nggak suka, skip saja! Jangan kasih bintang satu! Please! 🙏🙏

Hafsa tidak menyangka bahwa pernikahannya dengan Gus Sahil akan menjadi bencana.

Pada malam pertama, saat semua pengantin seharusnya bahagia karena bisa berdua dengan orang tercinta, Hafsa malah mendapatkan kenyataan pahit bahwa hati Sahil tidak untuknya.

Hafsa berusaha menjadi istri yang paling baik, tapi Sahil justru berniat menghadirkan wanita lain dalam bahtera rumah tangga mereka.

Bagaimana nasib pernikahan tanpa cinta mereka? Akankah Hafsa akan menyerah, atau terus berjuang untuk mendapatkan cinta dari suaminya?

Ikuti terus cerita ini untuk tahu bagaimana perjuangan Hafsa mencairkan hati beku Gus Sahil.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17. Periksa ke Dokter

Lorong rumah sakit yang lengang itu tampak muram. Sepasang suami istri terlihat berargumen di depan pintu salah satu ruangan pasien.

"Mbak Roha itu sudah terbiasa mengurus Umi selama bertahun-tahun. Kamu nggak perlu khawatir Sa, kamu tunggu saja di pondok," Gus Sahil menjelaskan dengan suara berbisik, takut mengganggu pasien lain.

"Tapi Gus, saya ini istri njenengan loh, saya yang lebih berhak mendampingi mertua saya di sini!" Hafsa menjawab dengan suara lirih, tapi nadanya menuntut.

"Sa, aku lagi nggak pengen berdebat sama kamu sekarang. Nggak enak kalau didengar Abah atau Umi. Aku cuma pengen kamu mengerti apa yang kita prioritaskan. Kalau keluarga ndalem semuanya ada di sini, terus siapa yang mau mendampingi anggota PPI? Siapa yang mau menjaga para santri? Aku tahu kamu khawatir sama Umi. Tapi tolong mengalah dulu, kita bagi tugas bersama ya?"

Hafsa bungkam. Dia masih ingin menjawab, tapi omongan Gus Sahil ada benarnya. Rasanya tidak pantas dia mengabaikan perkara-perkara yang penting, hanya demi memenuhi egonya semata.

"Aku panggilkan Mabrur buat antar kamu pulang. Nanti malam kalau sudah senggang, kamu bisa datang ke sini lagi,"

Dan membiarkan njenengan di sini bersama Mbak Roha? Hafsa ingin menjawab itu, tapi perkataannya tertelan di kerongkongan. Nggak usah lebay Hafsa, masih ada Abah Baharuddin juga di sana, pikiran rasionalnya turut menyahut.

"Sini, ku antar," Gus Sahil berniat membimbing Hafsa menuju lobby rumah sakit, tapi Hafsa segera menepis tangannya.

"Nggak usah Gus, saya bisa pergi sendiri," Hafsa melangkah keluar sembari menenteng tas baju ganti yang ia bawa tadi.

...----------------...

Hafsa tidak langsung pergi ke tempat parkir, ia masih terduduk di kursi tunggu yang berada di lobby rumah sakit. Berulangkali ia mengatur napas, mencoba menghilangkan semua emosi yang tertahan di dadanya.

Apa aku yang egois? Hafsa bertanya-tanya. Sebagai seorang menantu, wajar bukan kalau dia ingin menjaga mertuanya dari dekat? Salahkah kalau ia ikut merawat Umi Zahra di rumah sakit?

Tapi anak-anak santri juga penting Sa, hati nurani Hafsa ikut menjawab. Hafsa tertunduk dalam diam. Ego dan nuraninya yang saling bertentangan membuatnya pusing.

"MasyaAllah," Sakit perut yang tadi pagi dirasakan Hafsa tiba-tiba muncul kembali tanpa aba-aba. Hafsa buru-buru mencari obat di tas kecilnya, tapi nihil. Sepertinya dia lupa membawanya karena terlalu panik. Aduh, bagaimana ini?

"Ning?" Suara Mabrur lantas membuat atensi Hafsa beralih. "Mau pulang sekarang?"

Hafsa memandang ke arah Mabrur yang melihatnya dengan tatapan panik. Rambut Mabrur yang terlihat baru dipotong separuh langsung membuat Hafsa menghela napas perlahan.

"Kamu cukur rambut saja dulu Brur, aku masih mau di sini dulu. Memang kamu mau dilihatin orang-orang dengan model cukuran begitu?"

Mabrur menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sebenarnya dari tadi ia sadar banyak orang yang memperhatikannya karena bentuk rambutnya yang aneh. Tapi bagaimana lagi, situasinya tidak memungkinkan untuknya memperbaiki rambutnya dulu.

Usai Mabrur berpamitan ke tukang cukur, Hafsa mulai mencari-cari tempat administrasi. Mumpung di rumah sakit, ia ingin memeriksa kondisi perutnya sekalian.

...----------------...

"Silakan masuk Bu," Seorang suster mempersilahkan Hafsa masuk, sebuah ruangan konsultasi yang kecil tapi nyaman. Hafsa segera duduk di tempat yang sudah di sediakan.

"Gejala apa yang sudah Ibu rasakan selama ini?" Suara lembut itu berasal dari seorang wanita paruh baya yang sangat cantik, Dr. Anita namanya.

"Akhir-akhir ini, saya sering kelelahan dok," Hafsa menjelaskan. "Perut saya juga sering sakit sejak menstruasi hari pertama. Sakitnya malah semakin parah sekarang. Darah yang keluar juga banyak sekali, padahal sudah sepuluh hari saya menstruasi."

Dr. Anita mengangguk perlahan, mencatat gejala yang disampaikan oleh Hafsa. Ia kemudian menatap Hafsa dengan penuh perhatian.

"Apa Ibu mengalami perubahan pola menstruasi sebelumnya, seperti siklus yang tidak teratur atau perdarahan yang berlebihan?" tanya Dr. Anita.

Hafsa menggelengkan kepala. "Biasanya siklus menstruasi saya cukup teratur, dok. Tapi bulan ini, saya mengalami perdarahan yang sangat banyak dan sakit yang luar biasa. Rasanya jadi susah buat beraktivitas sehari-hari."

Dr. Anita mengambil alat pengukur tekanan darah dan mulai memeriksa tekanan darah Hafsa. Setelah itu, ia menyimak kembali catatan Hafsa.

"Apa Ibu punya riwayat gangguan hormonal atau mungkin ada keluarga Ibu dengan riwayat serupa?" tanya Dr. Anita.

Hafsa berpikir sejenak sebelum menjawab, "Sejauh yang saya tahu, nggak ada riwayat gangguan seperti itu dalam keluarga saya, dok."

Dr. Anita mengangguk dan meletakkan catatan di meja. "Berdasarkan gejala yang Ibu alami, ada kemungkinan Ibu mengalami kondisi yang disebut menoragia. Menoragia itu adalah istilah medis untuk menstruasi yang berkepanjangan dan berat, baik dalam jumlah darah yang keluar maupun durasinya."

Hafsa mengangguk, wajahnya mulai tegang.

"Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan menoragia Bu, seperti gangguan hormonal, polip rahim, tumor, atau yang paling parah, bisa jadi kanker rahim," jelas Dr. Anita. "Tapi itu semua hanya dugaan sementara. Untuk memastikan penyebab pastinya, saya akan merekomendasikan pemeriksaan lebih lanjut, seperti pemeriksaan ultrasonografi dan tes darah. Dengan begitu, kita dapat menentukan langkah pengobatan yang tepat."

Hafsa mengangguk lagi, meski sebenarnya di dalam hatinya berdebar tak karuan.

"Sekarang, saya akan meresepkan obat untuk mengatasi perdarahan yang berlebihan ini ya Bu, serta meredakan nyeri yang Ibu alami," kata Dr. Anita sambil menulis resep obat. "Selain itu, penting juga bagi Ibu untuk menjaga pola makan yang sehat, istirahat yang cukup, dan jangan terlalu stres. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kondisi yang perlu ditangani lebih lanjut, kita dapat merencanakan langkah selanjutnya bersama."

Hafsa mengucapkan terima kasih kepada Dr. Anita sambil menerima resep obat yang diberikan. "Kapan saya bisa diperiksa lebih lanjut dok?"

"Kalau dalam tiga hari masih belum ada perubahan, Ibu harus kembali ke sini untuk diperiksa ahli ultrasonografi,"

Hafsa lagi-lagi hanya bisa mengangguk. Selanjutnya, ia keluar dari ruangan dengan langkah lesu.

Semoga semuanya baik-baik saja. Semoga nggak ada apa-apa. Hafsa menyemangati dirinya sendiri.

Baru dua langkah keluar dari rumah sakit, handphone Hafsa berdering. Umi Hana menelepon. Sebisa mungkin, Hafsa mengatur napasnya agar tidak terlihat sedih.

"Halo, Assalamu'alaikum Umi?"

"Waalaikumsalam. Nduk, Umi Zahra apa masuk rumah sakit?" Suara Umi Hana terdengar panik memberondong pertanyaan.

"Iya Umi. Sekarang sedang di rawat di rumah sakit. Tapi kata dokter, masa kritisnya sudah lewat, jadi nggak usah khawatir,"

"Ya Allah," suara Umi Hana terdengar lega dari seberang sana. "Kamu dimana sekarang? Umi sama Abah mau ikut jenguk ke sana juga,"

"Kebetulan, Hafsa mau pulang dulu Umi," Hafsa menggigit bibir bawahnya. "Mau ngurusin tamu di rumah. Nanti malam baru datang lagi ke sini,"

"Oalah yasudah. Nanti Umi sama Abah langsung ke rumah sakit saja. Salam sama Umi Zahra ya Nduk,"

Hafsa mengangguk, meski ia tahu Umi Hana tidak bisa melihatnya. Bagaimana pula ia bisa menyampaikan salam sang Ibu kepada mertuanya? Padahal saat ini ia sama sekali tidak ingin melihat Gus Sahil yang sedang bersama Roha di sana. Belum lagi hasil pemeriksaan tadi membuatnya semakin kepikiran saja.

Mobil yang dikendarai Mabrur terlihat muncul di halaman rumah sakit. Tanpa menunggu waktu lama, Hafsa segera membuka pintu belakang mobil, menyuruh Mabrur membawanya pulang dengan cepat.

1
Dewi Oktavia
sumpah baca y sedikit kesel jika punya suami macam tuh
Dewi Oktavia
sakit y di dada
Dewi Oktavia
ngeri loh,,,,jika suami tak bisa membahagiakan istri malah menyakiti hati dan cinta seorang istri ke suami y.
Dewi Oktavia
sadis x ,baru mulai baca
Murci Sukmana
Luar biasa
Arin
/Heart/
Anita Candra Dewi
klo ak lgsg tak ganti yg serupa😅
bibuk duo nan
😭😭😭😭
ALNAZTRA ILMU
sini aku tak tahan🥺🥺🥺
ALNAZTRA ILMU
knp tidak dari dulu buat program hamil.. tapi terburu2 carikan suaminya isteri baru sok kuat
ALNAZTRA ILMU
ini agak biadab ya.. sepatutnya, jangan suka ganggu
ALNAZTRA ILMU
🤣🤣🤣wahhh
ALNAZTRA ILMU
🤣🤣🤣
ALNAZTRA ILMU
berat ya ujian nya
ALNAZTRA ILMU
mundur saja
Izza Nabila
Luar biasa
PURPLEDEE ( ig: _deepurple )
hafsa kasian bnget😭
PURPLEDEE ( ig: _deepurple )
hai kak maaf bru mampir🤗
May Keisya
kamu nikah lagi karna nafsu dan mendzolimi istri...paham agama yg ky gmn Gus???
May Keisya
dia tambah setress gesrek egois😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!