Gray adalah seorang anak yang telah kehilangan segalanya karena Organisasi jahat yang bernama Shadow Syndicate dia bahkan dijadikan Subjek Eksperimen yang mengerikan, namun dalam perjalanannya untuk menghentikan Organisasi tersebut, ia menemukan teman yang mengalami nasib sama sepertinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
025 - Neraka Hardcore (10)
Terowongan itu berliku-liku, membuat mereka berjalan semakin lama semakin dalam ke perut bumi. Udara semakin pengap dan bau anyir darah semakin menyengat. Tiba-tiba, terowongan itu berujung pada sebuah ruangan kecil, yang di tengahnya berdiri sebuah lemari kayu tua yang tampak usang dan penuh debu. Lemari itu penuh dengan barang-barang aneh: topeng-topeng berukir menyeramkan, boneka-boneka usang, dan berbagai macam benda-benda yang tidak dikenali. Di antara barang-barang itu, terdapat sebuah pedang yang memancarkan cahaya redup, tertanam di antara pernak-pernik lainnya.
Gray, dengan rasa penasaran yang kuat, mencoba menyentuh pedang itu dengan ujung jari telunjuknya. Seketika itu juga, kepala Gray berdenyut hebat, sebuah rasa sakit yang menusuk sampai ke ubun-ubun. Namun, ia berhasil menahannya, giginya terkatup rapat untuk mencegah diri dari berteriak. Ia menarik tangannya dengan cepat, keringat dingin membasahi dahinya.
"Ada apa, Gray?"
Tanya Ren, suaranya penuh kekhawatiran. Wajahnya tampak pucat karena menyaksikan reaksi Gray.
Gray, mencoba mengatur napasnya, menjawab,
"Pedang itu… pedang itu memiliki aura yang sangat kuat. Sangat gelap, tapi juga… ada sesuatu yang lain di dalamnya. Sesuatu yang… menarik."
Rabu mengamati pedang tersebut dengan cermat.
"Memang,"
Gumamnya,
"Aura korupsinya sangat pekat, tapi… aku juga merasakan sedikit aura… kekuatan. Sebuah kekuatan yang terpendam."
Serlina, yang selama ini diam, berbicara,
"Aku merasakannya juga. Rasanya… seperti… sesuatu yang sudah lama tertidur, sedang menunggu untuk terbangun."
Keempatnya saling bertukar pandang. Pedang itu jelas bukan barang biasa. Ia memiliki kekuatan yang luar biasa, tapi juga menyimpan bahaya yang tak terduga. Pertanyaan besar kini muncul: apakah mereka akan berani mengambil pedang tersebut, atau lebih baik meninggalkannya di tempat dan melanjutkan perjalanan? Keputusan mereka akan menentukan jalan selanjutnya dalam petualangan yang semakin menegangkan ini.
Gray, dengan tekad yang membara di matanya, mendekati lemari tua itu kembali. Ia mengulurkan tangan, bukan hanya menyentuh pedang, tetapi meraihnya. Pedang itu terasa dingin, berat, dan seolah berdenyut di tangannya. Sebuah gelombang energi gelap menyapu tubuhnya, membuat ia tersentak, namun kali ini, bukan rasa sakit yang mendominasi, melainkan sensasi kekuatan yang mengalir dalam darahnya. Ia mengangkat pedang itu tinggi-tinggi, cahaya redupnya menerangi ruangan kecil yang gelap.
"Pedang ini milikku!"
Tegasnya, suaranya bergetar sedikit, namun penuh keyakinan.
Ren, Rabu, dan Serlina saling bertukar pandang, kekhawatiran tergambar jelas di wajah mereka. Ren, dengan hati-hati, mendekati Gray.
"Gray, pedang itu berbahaya. Aura korupsinya sangat kuat. Kau bisa dikuasai olehnya,"
Peringatnya, namun suaranya terdengar lebih waspada daripada melarang.
Serlina, yang senyap selama ini, mengangguk setuju.
"Kak Ren benar. Kekuatannya besar, tapi bayangannya lebih besar lagi. Kau harus berhati-hati."
Sementara itu, Ren mengamati lemari dengan lebih teliti. Di balik tumpukan barang-barang aneh, ia menemukan sebuah cincin kecil yang terbuat dari perak, dihiasi batu permata biru tua yang berkilau samar. Di dekatnya, tergeletak sebuah kalung dengan liontin berbentuk bulan sabit, dan sepasang sarung tangan kulit yang tampak tua namun terawat baik.
"Lihat!"
Seru Ren, menunjukkan temuannya kepada yang lain.
"Cincin ini... rasanya seperti bisa memperkuat sihir. Dan kalung serta sarung tangan ini pun tampak memiliki aura yang unik."
Rabu meneliti cincin tersebut.
"Benar, energi sihirnya terasa kuat. Mungkin bisa meningkatkan kemampuan sihirku."
Ia mengambil cincin tersebut dan memakainya. Segera setelah cincin itu terpasang di jarinya, sebuah cahaya biru lembut membalut tangannya, dan ia merasakan peningkatan kekuatan sihir yang signifikan. Anya akan sangat senang dengan temuan ini.
Gray, masih terpesona oleh pedang di tangannya, merasa kekuatan baru mengalir dalam dirinya. Ia merasakan hubungan yang aneh dengan pedang tersebut, seakan-akan pedang itu telah menunggunya selama ini. Namun, ia tidak mengabaikan peringatan teman-temannya. Ia tahu pedang ini adalah senjata yang bermata dua.
"Kita harus melanjutkan perjalanan,"
Kata Gray, suaranya terdengar lebih dewasa dari biasanya.
"Peta kuno menuntun kita ke tempat yang lebih jauh. Kita harus memperkuat diri kita."
Ia menyimpan pedang tersebut dengan hati-hati, mengeratkan cengkeramannya pada gagang pedang. Kini, mereka siap menghadapi tantangan selanjutnya, dengan senjata dan perlengkapan baru yang mungkin akan mengubah perjalanan mereka. Ke mana mereka akan pergi selanjutnya? Jalan di depan mereka masih terbentang panjang dan penuh misteri.
Dengan pedang baru di tangan Gray, cincin sihir di jari Rabu, dan kalung serta sarung tangan yang masih belum diketahui fungsinya sepenuhnya, mereka meninggalkan ruangan kecil itu. Beberapa barang di lemari, yang tampak tidak berguna atau terlalu berbahaya, ditinggalkan di sana. Sebelum pergi, Gray menyerahkan pisau kecilnya kepada Serlina. Pisau itu, meskipun sederhana, pernah menjadi senjata andalannya karena dapat memperkuat energi dengan simbol-simbol anehnya. Sekarang, pedang misterius telah menggantikannya. Serlina menerima pisau itu dengan senyum kecil, rasa terima kasih terpancar dari matanya.
Mereka melanjutkan perjalanan menyusuri terowongan, langkah mereka lebih mantap dan penuh keyakinan. Rabu, dengan cincin ajaib di jarinya, sesekali melantunkan mantra kecil untuk memeriksa lingkungan sekitar, memastikan tidak ada jebakan atau musuh yang mengintai. Serlina, dengan pisau kecil di pinggangnya, bergerak dengan lincah di barisan depan, kemampuannya untuk menghilang menjadi aset yang berharga. Ren, dengan pengalamannya, memperhatikan detail-detail kecil di dinding terowongan, mencari petunjuk atau pesan tersembunyi. Sementara itu, Gray, dengan pedang misteriusnya yang terhunus di tangan, memimpin rombongan dengan tekad yang tak tergoyahkan. Meskipun pedang itu baru, ia merasakan ikatan yang kuat, sebuah koneksi tak kasat mata yang membantunya mengendalikan kekuatannya.
Tiba-tiba, terowongan bercabang menjadi tiga jalan. Ketiga jalan tersebut sama-sama gelap dan misterius, sama sekali tidak menawarkan petunjuk yang jelas. Keheningan menyelimuti mereka, hanya suara langkah kaki dan napas mereka yang terdengar.
“Ke mana kita harus pergi?”
Tanya Ren, suaranya bergema di terowongan yang sunyi. Ia menunjuk ke ketiga jalan tersebut dengan ragu.
Gray mengamati ketiga jalan dengan seksama. Ia merasakan getaran energi yang berbeda dari masing-masing jalan. Salah satu jalan terasa lebih dingin dan mencekam, sementara yang lain bergetar dengan energi yang lebih hangat, dan yang terakhir… terasa… kosong. Suatu kehampaan yang meresahkan. Keputusan yang sulit harus dibuat. Jalan mana yang akan mereka pilih? Masa depan mereka bergantung pada pilihan ini.
Tiba-tiba, terowongan bercabang menjadi tiga jalan. Ketiga jalan tersebut sama-sama gelap dan misterius, sama sekali tidak menawarkan petunjuk yang jelas. Keheningan menyelimuti mereka, hanya suara langkah kaki dan napas mereka yang terdengar.
“Ke mana kita harus pergi?” tanya Ren, suaranya bergema di terowongan yang sunyi. Ia menunjuk ke ketiga jalan tersebut dengan ragu.
Gray mengamati ketiga jalan dengan seksama. Ia merasakan getaran energi yang berbeda dari masing-masing jalan. Salah satu jalan terasa lebih dingin dan mencekam, sementara yang lain bergetar dengan energi yang lebih hangat, dan yang terakhir… terasa… kosong. Suatu kehampaan yang meresahkan. Keputusan yang sulit harus dibuat. Jalan mana yang akan mereka pilih? Masa depan mereka bergantung pada pilihan ini.