"Cahaya di Tengah Hujan"
Rini, seorang ibu yang ditinggalkan suaminya demi wanita lain, berjuang sendirian menghidupi dua anaknya yang masih kecil. Dengan cinta yang besar dan tekad yang kuat, ia menghadapi kerasnya hidup di tengah pengkhianatan dan kesulitan ekonomi.
Di balik luka dan air mata, Rini menemukan kekuatan yang tak pernah ia duga. Apakah ia mampu bangkit dan memberi kehidupan yang layak bagi anak-anaknya?
Sebuah kisah tentang cinta seorang ibu, perjuangan, dan harapan di tengah badai kehidupan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 1337Creation's, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misteri kakek Juwa siat
Bab 25: Misteri Kakek Juwa Siat
Hari itu, suasana sekolah lebih lengang dari biasanya. Setelah kejadian di ruang guru, Kristian dan Aris diberi teguran keras, tetapi untungnya mereka tidak mendapatkan hukuman berat.
Kristian keluar dari kantor guru dengan wajah santai, lalu langsung berjalan ke arah Aditya yang menunggunya di luar.
"Udah selesai?" tanya Aditya.
Kristian mengangguk. "Santai aja, mereka cuma nyuruh aku nggak bikin masalah lagi. Kayak aku bakal nurut, hahaha!"
Aditya tertawa kecil. "Yuk pulang."
Namun, sebelum mereka benar-benar pulang, lonceng sekolah berbunyi kencang.
DING! DING! DING!
Sebuah pengumuman terdengar dari pengeras suara.
"Para siswa diperbolehkan pulang lebih awal hari ini karena akan diadakan rapat guru. Harap pulang dengan tertib dan hati-hati di jalan."
"Wah, asik nih! Pulang cepat!" seru Kristian dengan senyum lebar.
Aditya mengangguk. "Iya, lumayan bisa istirahat lebih lama."
Namun, sebelum mereka berpisah, Kristian tiba-tiba punya ide.
"Eh, kita jajan dulu yuk di warung SMP!"
"Tapi aku nggak ada duit lagi," kata Aditya sedikit malu.
Kristian menepuk bahunya. "Santai, gue traktir. Anggap aja hadiah karena lo jadi temen baik gue."
Warung SMP dan Kisah Lama
Mereka berjalan santai menuju warung yang tidak jauh dari sekolah. Warung ini cukup terkenal di kalangan anak-anak karena menjual gorengan yang enak dan murah.
Kristian memesan beberapa tempe goreng, bakwan, dan tahu isi, lalu memberikan satu kantong pada Aditya.
"Makan yang banyak, Dit," katanya sambil menggigit gorengan hangat.
Aditya tersenyum. "Makasih, Kristian."
Saat mereka sedang menikmati gorengan, tiba-tiba pemilik warung, seorang pria tua dengan rambut beruban, menatap Aditya dengan penuh perhatian.
"Nak, kamu ini cucunya Juwa Siat, bukan?"
Aditya terkejut. "Hah? Juwa Siat? Siapa itu, Pak?"
Pemilik warung mengerutkan kening. "Lho, kamu nggak tahu? Juwa Siat itu kakek dari ayahmu!"
Kristian melirik Aditya. "Kakek lo terkenal, Dit?"
Aditya semakin bingung. "Aku nggak tahu. Aku nggak pernah dengar nama itu."
Pemilik warung menghela napas panjang. "Wah, kakekmu itu dulu legenda, Nak. Di tahun 1950-an, dia adalah salah satu orang paling terkenal di daerah ini. Tapi bukan karena hal baik."
Aditya menelan ludah. "Kenapa, Pak?"
"Karena dia raja judi. Kakekmu itu ahli dalam menipu bandar judi. Setiap kali main, dia selalu menang. Orang-orang sampai takut bertaruh sama dia."
Kristian bersiul. "Gila, keren juga ya?"
"Bukan keren!" Pemilik warung mendengus. "Dia itu bikin banyak orang bangkrut! Tapi anehnya, nggak ada yang bisa nangkap dia. Setiap kali hampir ketahuan curang, dia selalu berhasil lolos."
Aditya mulai merasa gelisah.
"Terus... di mana dia sekarang?"
Pemilik warung mengangkat bahu. "Nggak ada yang tahu. Dia kaya raya, punya banyak uang, tapi tiba-tiba hilang. Ada yang bilang dia kabur ke luar negeri, ada yang bilang dia dibunuh musuhnya. Yang jelas, setelah dia menghilang, hartanya juga ikut lenyap."
Aditya merasa jantungnya berdetak lebih cepat.
"Tapi... kalau dia sekaya itu, kenapa ayahku nggak pernah cerita?"
Pemilik warung menggeleng. "Itu dia yang jadi misteri. Kakekmu itu punya rumah judi sendiri. Bahkan, katanya dadu yang dia pakai buat menang selalu disimpan di rumah judi dekat rumah ibumu dulu."
Aditya dan Kristian saling pandang.
Kristian berbisik, "Dit, lo nggak penasaran? Gimana kalau kita cari tahu lebih lanjut?"
Aditya menelan ludah. "Aku nggak tahu, Kristian. Kalau benar kakekku sekaya itu, kenapa ibuku harus hidup miskin?"
Pemilik warung tertawa kecil. "Itu yang jadi pertanyaan besar, Nak. Harta kakekmu mungkin masih ada di suatu tempat. Tapi di mana? Hanya Tuhan yang tahu."
Aditya termenung.
Siapa sebenarnya kakeknya? Mengapa ibunya tidak pernah menceritakan hal ini? Dan... apakah harta kakeknya masih ada di suatu tempat?
Bab ini berakhir dengan pertanyaan besar:
Siapa sebenarnya Juwa Siat?