NovelToon NovelToon
Melelehkan Hati Si Pria Dingin

Melelehkan Hati Si Pria Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Persahabatan / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Moka Tora

Hari pertama di SMA menjadi langkah baru yang penuh semangat bagi Keisha, seorang siswi cerdas dan percaya diri. Dengan mudah ia menarik perhatian teman-teman barunya melalui prestasi akademik yang gemilang. Namun, kejutan terjadi ketika nilai sempurna yang ia raih ternyata juga dimiliki oleh Rama, seorang siswa pendiam yang lebih suka menyendiri di pojok kelas.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moka Tora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 Retakan yang semakin terlihat

Hari-hari di SMA Pelita Bangsa terus berjalan. Keisha tetap berusaha mendekati Rama dengan perlahan namun pasti. Meskipun kemajuan mereka kecil, setiap interaksi terasa seperti kemenangan kecil bagi Keisha. Namun, ia sadar, di balik sikap dingin Rama, ada dinding tebal yang masih harus ia runtuhkan.

Pagi itu, kelas ramai seperti biasa. Beberapa siswa berbicara tentang acara bulanan sekolah: Pekan Kreativitas Siswa. Keisha mendengar bahwa tahun ini akan ada lomba musik, seni rupa, dan debat. Keisha tidak terlalu memikirkan acara itu, sampai ia mendengar nama Rama disebut oleh salah satu teman sekelasnya, Dani.

“Eh, kalian tahu nggak? Rama itu jago main piano,” kata Dani sambil terkekeh.

“Rama? Yang itu?” Rina menunjuk Rama yang sedang duduk di pojok tanpa mengangkat kepala. “Serius?”

Dani mengangguk. “Serius. Waktu SMP dia sering main di acara sekolah. Tapi setelah itu, dia nggak pernah tampil lagi.”

Keisha, yang mendengar percakapan itu, merasa semakin penasaran. Apakah benar Rama punya sisi lain yang tidak pernah ia tunjukkan?

Saat istirahat, Keisha mencoba menanyakan hal itu kepada Rama. Ia mendekati meja Rama, kali ini tanpa membawa alasan apa pun.

“Rama,” panggilnya sambil duduk di kursi di depan Rama.

Rama mengangkat kepala sedikit, lalu kembali menunduk.

“Kamu beneran jago main piano?” tanya Keisha to the point.

Rama berhenti menulis, lalu menatap Keisha dengan ekspresi datar. “Dari mana kamu tahu?”

“Dani yang bilang,” jawab Keisha sambil tersenyum kecil. “Kenapa nggak pernah main lagi?”

Rama tidak langsung menjawab. Ia terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya menggeleng pelan. “Nggak ada alasan buat main.”

Keisha mengernyit. “Pasti ada alasan. Kamu nggak mungkin tiba-tiba berhenti main piano kalau kamu suka. Ada yang terjadi, ya?”

Rama menatapnya dengan tajam, kali ini ekspresinya sedikit berubah. “Itu urusan aku,” katanya dingin, lalu berdiri dan meninggalkan kelas tanpa sepatah kata pun.

Keisha terpaku di tempatnya. Kata-kata Rama terasa seperti tamparan, tapi alih-alih merasa sakit hati, ia justru semakin penasaran. Apa yang membuat Rama begitu tertutup?

~

Sore itu, Keisha memutuskan untuk mencari tahu lebih jauh tentang Rama. Ia menemui Dani di kantin setelah sekolah usai.

“Dani, aku mau nanya soal Rama,” ujar Keisha tanpa basa-basi.

“Lagi? Kamu serius banget, sih, sama dia?” Dani tertawa kecil.

“Bukan gitu. Aku cuma penasaran. Kamu bilang dia jago main piano. Kenapa dia nggak pernah main lagi?”

Dani menghela napas, lalu mendekatkan tubuhnya ke Keisha, seolah ingin berbicara dengan suara pelan. “Aku dengar dari anak-anak SMP-nya dulu. Katanya, Rama pernah ikut lomba musik besar, tapi dia kalah karena ada masalah teknis. Sejak itu, dia kayak kehilangan semangat buat main.”

Keisha mendengarkan dengan serius. “Masalah teknis? Maksudnya?”

“Ya, katanya ada yang sabotase pianonya. Tapi nggak ada yang tahu pasti. Rama nggak pernah ngomong soal itu.”

Keisha terdiam. Ia tidak tahu apakah cerita itu benar atau hanya rumor, tapi jika itu benar, maka ia bisa memahami mengapa Rama berubah.

~

Keesokan harinya, Keisha mencoba untuk mendekati Rama lagi, meskipun ia tahu itu berisiko setelah kejadian kemarin. Ia menemui Rama di taman belakang sekolah saat istirahat, seperti biasa.

“Rama,” sapa Keisha sambil duduk di sebelahnya.

Rama tidak menjawab, tapi juga tidak pergi.

“Aku dengar kamu pernah ikut lomba musik besar waktu SMP,” lanjut Keisha dengan suara hati-hati. “Bener, ya?”

Rama menghela napas panjang, lalu menutup bukunya. “Keisha, kenapa kamu selalu mau tahu tentang aku?”

Keisha tertegun, tapi ia tidak menyerah. “Karena aku peduli. Aku tahu kamu nggak suka didekati, tapi aku cuma pengen bantu kamu. Aku nggak tahu apa yang kamu lewatin, tapi kamu nggak harus ngadepin semuanya sendiri.”

Rama menatapnya lama, dan untuk pertama kalinya, ada emosi yang terlihat di matanya. Bukan kemarahan, tapi lebih seperti kelelahan. “Kamu nggak akan ngerti,” katanya pelan.

Keisha tersenyum lembut. “Coba aja jelasin. Kalau aku nggak ngerti, aku bakal coba ngerti.”

Rama terdiam cukup lama sebelum akhirnya berbicara. “Waktu SMP, aku memang suka main piano. Aku ikut lomba besar, tapi waktu itu ada orang yang ngerusak piano yang aku pakai. Aku nggak bisa main dengan baik, dan aku kalah.”

Keisha mendengarkan dengan seksama, tidak memotong pembicaraan Rama.

“Itu pertama kalinya aku merasa dihianati. Orang yang aku percaya ternyata yang sabotase pianonya. Sejak itu, aku berhenti. Aku nggak mau lagi ngerasain sakit kayak gitu,” lanjut Rama, suaranya hampir berbisik.

Keisha merasa hatinya mencelos. Ia tidak menyangka Rama memiliki luka yang begitu dalam. “Aku... maaf kalau aku terlalu memaksa,” kata Keisha akhirnya. “Tapi aku cuma pengen bilang, nggak semua orang jahat. Kamu cuma ketemu orang yang salah waktu itu.”

Rama tidak menjawab. Ia hanya menatap Keisha dengan mata yang penuh keraguan, seolah mempertimbangkan kata-kata gadis itu.

~

Hari-hari berikutnya, Keisha merasa ada sedikit perubahan pada Rama. Pria itu tidak lagi menghindarinya, meskipun tetap bersikap dingin. Keisha juga berusaha tidak terlalu memaksa, memberinya ruang untuk berpikir.

Namun, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Pekan Kreativitas Siswa semakin dekat, dan Rina tiba-tiba mengusulkan ide gila kepada Keisha.

“Keisha, gimana kalau kamu ajak Rama buat ikut lomba musik?” usul Rina dengan antusias.

Keisha menatapnya dengan mata membelalak. “Apa? Nggak mungkin dia mau.”

“Tapi ini kesempatan buat dia bangkit lagi. Kamu sendiri bilang dia sebenarnya suka main piano, kan? Kalau dia ikut, itu bisa jadi cara buat dia percaya diri lagi.”

Keisha merenungkan ide itu. Ia tahu Rina ada benarnya, tapi ia juga tahu betapa sulitnya meyakinkan Rama. Meski begitu, ia merasa harus mencoba.

~

Sore itu, Keisha menemui Rama di taman belakang sekolah. Ia membawa keberanian besar di dadanya.

“Rama,” panggilnya, duduk di bangku di sebelah Rama.

Rama menatapnya sekilas, menunggu Keisha berbicara.

“Aku punya ide gila,” kata Keisha dengan senyum kecil. “Gimana kalau kamu ikut lomba musik di Pekan Kreativitas Siswa?”

Rama menatapnya tajam, lalu menggeleng. “Nggak.”

“Tunggu, dengerin aku dulu,” potong Keisha cepat. “Aku tahu kamu punya trauma, tapi ini kesempatan buat kamu buktiin kalau kamu bisa. Kamu nggak harus ngelakuin ini buat orang lain. Lakuin aja buat diri kamu sendiri.”

Rama terdiam, terlihat ragu. “Aku nggak tahu, Keisha. Aku nggak mau gagal lagi.”

“Tapi kamu nggak akan tahu kalau kamu nggak coba,” jawab Keisha lembut. “Aku ada di sini. Aku bakal bantu kamu.”

Untuk pertama kalinya, Rama tidak langsung menolak. Ia menatap Keisha lama, seolah mencari keyakinan. Dan saat itu, Keisha tahu, ia mulai membuat retakan kecil di dinding dingin yang selama ini Rama bangun.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!