Ariana, dibenci oleh suaminya dan mertua karena melahirkan anak yang buta, juga karena pekerjaan Ariana sebagai guru honorer yang dianggap tidak bisa membantu perekonomian keluarga.
Masalah semakin pelik di saat anak mereka terserang virus misterius yang menyebabkan kedua kaki nya lumpuh dan membutuhkan banyak biaya, pengobatan tidak ditanggung seratus persen oleh asuransi. Ariana pun dicerai oleh suaminya.
Ariana sangat mencintai puteri semata wayangnya meskipun cacat dan membutuhkan banyak biaya.. Ariana harus berjuang keras untuk mendapatkan uang agar anak nya sembuh dan tidak lumpuh permanen , Ariana terus berusaha agar punya banyak uang, Dia juga punya mimpi ada biaya untuk operasi mata puteri nya agar puteri nya bisa melihat indah nya dunia.. Dia pun iklas jika harus mendonorkan satu kornea mata nya...
Hmmmmm apa mungkin Ariana bisa mewujudkan mimpi nya dengan status nya sebagai guru honorer dengan gaji lima ratus ribu per bulan????
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 34.
Ariana terus mendorong kursi roda Arumi.. Arumi yang duduk di kursi roda berkedip kedip kedua matanya, mendengar suara lirih Sang Bunda. Dia begitu sayang dengan Sang Bunda yang sepenuh hati, sekuat tenaga dan seluruh waktu nya dicurahkan untuk bekerja demi diri nya..
“Bun.. kalau nanti aku sudah sehat dan bisa melihat jika aku besar nanti aku yang akan bekerja.. Bunda di rumah saja ya Bun....” suara imut Arumi...
Ariana yang mendorong kursi roda Arumi tersenyum dan sangat terharu..
“Iya Sayang... terima kasih ya.. kita berdoa semoga Allah memberi rezeki, dan jalan agar Arumi sehat dan bisa melihat.. “ ucap Ariana.. Shelly yang melangkah di belakang Ariana ikut terharu mendengar ucapan Arumi..
Di saat mereka sampai di depan pintu kamar Bu Hajjah Khasanah.. pintu kamar terbuka dan muncul Bu Hajjah Khasanah..
“Arumi ikut ibu sepuh saja yuk.. temani Ibu Sepuh nonton tivi, biar Bunda dan Tante Shelly makan..” ucap Bu Hajjah Khasanah sambil menatap wajah Arumi..
“Iya Ibu Hajjah... “ suara imut Arumi..
“Panggil saja aku Ibu Sepuh seperti orang orang memanggilku.. atau kamu panggil aku Nenek juga boleh..” ucap Bu Hajjah Khasanah lalu mengambil alih memegang kursi roda Arumi.
“Kalian berdua makan lah, boleh makan di dapur atau kalian bawa makanan nya ke meja makan itu..” ucap Bu Hajjah Khasanah sambil menoleh ke arah Ariana dan Shelly.
“Baik Bu..” ucap Ariana dan Shelly secara bersamaan. Bu Hajjah Khasanah lalu mendorong kursi roda Arumi masuk ke dalam kamar nya. Sedang kan Ariana dan Shelly melangkah menuju ke dapur.
“Bu Hajjah Khasanah, baik banget ya Ar, untung banget ya kamu dapat ..” ucap Shelly tidak berlanjut dan dia terus melangkah ke dapur di belakang Ariana.
“Iya Shel, aku dan Arumi untung banget punya majikan yang baik. Aku tidak malu atau tersinggung kok jika aku dibilang kerja jadi pembantu atau asisten rumah tangga di rumah Bu Hajjah Khasanah.. yang penting aku dan Arumi nyaman tinggal di sini dan mendapat tambahan pemasukan Shel.. “ ucap Ariana dan terus melangkah menuju ke dapur.
“Aku itu kagum banget ke kamu loh Ar.. semangat pantang menyerah untuk merawat Arumi mencarikan biaya untuk pengobatan nya. Suami kamu itu yang benar benar payah. Terus kamu ada niat ga Ar untuk nikah lagi..”
“Aku Ibu nya Shel, siapa lagi yang merawat kalau bukan aku, ayah nya saja malu dan merasa terbebani oleh nya .. Aku harus memperjuangkan Arumi, Shel.. Selama sembilan bulan dia berada di dalam tubuhku, sakit yang dia alami juga sakit ku Shel.. Aku benar benar sedih dan hatiku serasa hancur dengan kondisi Arumi. Tapi kata orang tua ku, anak itu titipan Allah harus dirawat dan dididik dengan baik, anak adalah amanah. Seperti apa pun dia... ada saja itu berkah, rahmat dari Allah harus disyukuri...” ucap Ariana sambil menghapus air mata yang meleleh.
“Aku harus menjaga titipan Allah itu Shel.. meskipun orang lain bahkan Ayahnya sendiri memandang, menganggap Arumi anak yang tidak berguna, anak yang hanya akan menyusahkan orang tua nya, saudara nya atau orang lain masyarakat sekitar.. Tapi bagi ku Arumi adalah permata yang sangat berharga buat ku.. aku tahu Arumi yang banyak kekurangan itu pasti juga punya kelebihan kelebihan.. Aku berusaha untuk mendidik Arumi menjadi orang yang mandiri meskipun memiliki keterbatasan..” ucap Ariana yang kini sudah membuka lemari dapur.
“Orang yang normal saja banyak loh Ar, yang merepotkan orang lain.. Pak Anton misalnya, dia kan selalu minta tolong orang lain dan zonk tidak tahu diri.. banyak sih di masyarakat kita orang normal yang malas hanya menyusahkan dan banyak orang difabel yang justru berprestasi dan berguna bagi keluarga nya dan masyarakat bahkan negara.. “ ucap Shelly sambil mengambil piring di dapur.
“Iya Shel, tapi banyak orang tua yang malu punya anak difabel..”
“Benar Ar, mantan suami kamu itu contoh konkrit nya.. kalau aku melihat Arumi setidak nya dia membantu aku agar aku merasa bersyukur sudah terlahir normal. Juga karena Arumi pula rezeki ku ikut ikut jadi lancar... ada les tambahan ini kan gara gara Arumi..” ucap Shelly sambil menaruh makanan di atas piring.
“Syukur alhamdullilah Shel, kalau Arumi juga membuat rezeki kamu lancar..”
“Iya Ar, ini bukti konkrit makan malam gratis he... he...he...” ucap Shelly sambil tertawa kecil lalu menyendok makan malam gratis nya..
Mereka selanjutnya menikmati makan malam nya yang tertunda.
Detik berganti detik menit berganti menit jam berganti jam hari berganti hari.. Sementara itu di lain tempat setelah lima hari Hani dirawat di rumah sakit kini dia diizinkan untuk pulang, tetapi bayi masih di rawat di ruang NICU. Papa nya Hani pun juga sudah lebih dulu pulang ke rumah nya.
Mobil yang dikemudian oleh Respati sudah memasuki halaman rumah mewah. Mama dan Papa nya Respati duduk di jok belakang di samping kemudi. Tidak ada senyuman di wajah mereka..
Si mbok dan para pelayan sudah berdiri di teras menunggu kedatangan majikan nya. Mereka pun tidak tahu kalau Hani sudah melahirkan, tahu nya Hani masuk rumah sakit. Pak Satpam yang memberi tahu mereka.
“Mereka pasti akan bertanya di mana bayi kenapa perut Hani sudah kempes.” Ucap Mamanya Respati saat mobil sudah berhenti.
“Bilang saja sudah lahir tapi masih di rumah sakit karena lahir prematur Ma. Papa Wi pesan jangan pernah mengatakan pada siapa pun kalau kita terserang toxo.” Ucap Hani sambil membuka sabuk pengaman nya..
“Kita Sayang? Aku tidak terserang toxo kok...” ucap Respati yang juga membuka sabuk pengaman.
“Hmmm Dokter sudah memberi tahu aku kalau Mas Respati juga terkena toxo, bahkan lebih banyak dari aku.” Ucap Hani sambil menoleh menatap tajam ke arah suaminya.
“Sayang aku tidak percaya dengan hasil uji lab itu, pasti itu salah darah orang lain mungkin Sayang..” ucap Respati masih ingin berpura pura bersih di depan istrinya karena takut disalahkan dan dihempaskan dari kemewahan yang kini sudah dinikmati nya.
Jantung Mama dan Papa nya Respati pun berdebar debar, hasil laboratorium Respati yang sudah disembunyikan ternyata sudah diketahui oleh Hani sang menantu idaman dan tersayang..
“Mas, tidak usah ditutup tutup i, kita harus bersihkan parasit itu dari tubuh kita. Kata Papa aku harus melahirkan anak lagi yang normal kalau Tristan memang harus menjadi cacat. Dia akan dititipkan di panti asuhan di luar kota. Papa malu kalau kolega nya tahu ..” ucap Hani yang kedua mata nya memerah..
“Dan kalau parasit itu masih juga ada di tubuh Mas Respati ada kemungkinan Papa menyuruh kita cerai. Papa yang akan mencari jodoh buat aku.. tua tidak apa asalkan sehat.. begitu kata Papa.. “ ucap Hani yang air mata mulai meleleh..
“Sayang aku sehat kok.. aku..” ucap Respati lagi terdengar ngegas karena takut dicerai.
“Iya Sayang... “ ucap Mama dan Papa nya Respati. Akan tetapi Hani sudah membuka pintu mobil dan cepat cepat turun dari mobil..
Di saat Respati dan kedua orang tua nya juga akan turun dari mobil, tiba tiba terdengar bunyi dering hand phone milik Respati. Respati segera mengambil hand phone dari saku kemejanya..
“Dokter.” Gumam Respati dan segera menggeser tombol hijau..
“Pak Respati tolong segera ke rumah sakit, anak anda dalam kondisi kritis.” Suara Bu Dokter di balik hand phone milik Respati.
Tangan Respati gemetar memegang hand phone nya..
“Baik Dok.. saya akan ke sana.” Ucap Respati.. dan sambungan telepon pun berakhir. Respati cepat cepat membuka pintu mobil nya. Turun dari mobil, dia berdiri dan berteriak..
“Sayang.. Tristan kritis, kita harus segera ke rumah sakit!” Teriak Respati pada Hani yang masih melangkah.
Hani menoleh dan membulat kedua mata nya..
“Tristan...” gumam lirih Hani dan air mata pun mulai meleleh..
“Tristan....” teriak Hani dan air mata semakin deras, dia membalikkan tubuhnya dan kembali melangkah menuju ke mobil.
Mobil pun melaju dengan kencang kembali menuju ke rumah sakit.. Para pelayan tampak ikut bingung dan khawatir..
“Perasaanku kok tidak enak ya.. tadi Mbak Hani turun wajahnya tampak sedih, perut nya sudah kempes tapi kok tidak membawa bayi nya. Tidak seperti pada umum nya orang melahirkan wajah penuh senyuman sambil membawa bayi..” gumam Si mbok sambil masih menatap pintu gerbang yang masih terbuka lebar.
“Iya Mbok, kita juga tidak disuruh menyiapkan kamar buat bayi.. padahal box bayi dan perlengkapan juga sudah dibeli tapi kita tidak disuruh apa apa.” Ucap satu pelayan lain nya yang terlihat lebih muda.
“Iya kita juga tidak disuruh mengatur ruang tamu dan ruang keluarga untuk persiapan kalau tamu tamu datang . Padahal orang tua Mas Respati sudah membeli banyak balon balon katanya untuk hiasan ruang ruang.” ucap pelayan lainnya.
“Iya dan mereka kembali ke rumah sakit, Mbak Hani tadi malah menangis Mas Respati bilang Tristan kritis.. “ gumam Si Mbok terlihat ikut sedih..
“Ya sudah Mbok kita kembali masuk dan siap siap saja kalau nanti banyak tamu berkunjung menengok bayi..” ucap pelayan yang lebih muda dan segera kembali masuk ke dalam rumah..
“Iya diatur dirapikan saja, tidak usah pasang balon balon kalau tidak disuruh, suasana Mbak Hani kok sedih gitu.” Ucap Si Mbok agak keras.
“Aku kok jadi ingat Mbak Ariana dan Arumi, semoga mereka sehat sehat.. kasihan mereka...” gumam Si mbok di dalam hati dan ikut melangkah masuk..
Sedang mobil yang dikemudikan oleh Respati terus melajukan dengan kencang menuju ke rumah sakit.. air mata Hani terus meleleh bahkan dia sudah menangis tersedu sedu.. Mama nya Respati pun ikut menangis tersedu sedu..
“Meskipun Tristan ada resiko cacat tapi dia adalah pengikat Respati dan Hani.. hu.... hu.... hu....hu.....” suara batin Mama nya Respati...
“Res cepat sedikit kamu bawa mobil nya.” Ucap Papa nya Respati yang juga gelisah hatinya..
Respati tidak menjawab dan terus melajukan mobilnya...
hatinya tenang adem ayem gk tertekan kayak waktu hidup bareng loe..