Season 2 'Married With Ketos'
Menjalani hubungan jarak jauh itu susah dijalani bagi sebagian orang yang tidak kuat menahan rindu. Seperti kata Dylan, rindu itu berat dan..
Begitu juga yang sedang dijalani oleh pasangan muda Alsava dan Gerald. Ibarat kata baru diajak terbang tinggi kemudian harus terhempas pada sebuah kenyataan. Kenyataan bahwa salah satu dari mereka harus mengejar cita-cita dan impian.
Lalu bagaimana pertemuan mereka setelah lama terpisah? masih samakah hati yang dulu dirasa?
Jawabannya ada di kisah cinta mereka yang baru ya gaes 😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riria Raffasya Alfharizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sesal Mendalam
Di pinggir jalan Alsa berjalan pelan dengan air mata yang masih berucuruan. Tidak pernah hatinya merasa sesakit ini, tidak pernah juga Alsa merasa selemah seperti saat ini. Untuk yang pertama kalinya seorang Alsa yang begitu kuat benar-benar berada di titik terbawah. Dimana orang yang sebenarnya berati untuknya semakin menambah luka untuknya.
"Gue benci kalian," gumam Alsa lirih.
Ucapannya barusan jelas dia tujukan untuk kedua orang tuanya.
Merasa sedikit lelah Alsa memilih untuk duduk di halte bis. Dia sendiri tidak sadar sudah berjalan sejauh itu. Awan di langit yang cerah kini sudah berubah menjadi senja. Udara juga sudah semakin dingin. Sudut bibirnya tertarik ke atas mengingat kata-kata Maminya tadi.
"Gue yang salah ya? miris," terdengar helaan napas darinya.
Air matanya kembali terjatuh. Alsa sedang mencoba untuk tegar, untuk menerima, tetapi sangat sulit untuknya bersikap seakan baik-baik saja.
"Lo bisa Al," tangannya memukul pelan dadanya.
"Cantik sih tapi cengeng," suara dari sebelahnya membuat Alsa mendongak.
Seorang laki-laki berdiri tidak jauh darinya. Sedang menatapnya dengan gelengan kepala.
"Putus cinta nih pasti," tebaknya cukup percaya diri.
Alsa masih diam. Dia sendiri bingung apakah laki-laki tersebut sedang berbicara dengannya atau orang lain di sekitar mereka. Tetapi berhubung di halte tersebut tidak ada orang selain mereka membuat Alsa semakin mengernyit bingung.
"Ngomong sama gue?" tunjuk Alsa kepada dirinya sendiri.
Laki-laki tersebut tersenyum miring. Lalu duduk di sebelah Alsa. "Lo pikir ada siapa lagi selain kita di sini?"
Alsa terdiam. Memang tidak ada orang selain mereka.
"Btw air mata lo ganggu, aura cantiknya jadi berkurang," tunjuknya membuat Alsa buru-buru mengusap air matanya.
Bukan serta merta karena ucapan laki-laki di sebelahnya itu. Tetapi Alsa tidak mau orang asing tahu akan apa yang sedang terjadi dengan dirinya.
Sementar laki-laki tersebut tertawa ringan melihat Alsa yang sedang mengusap air matanya. "Hari gini masih ada aja ya cewek nangis karena cowok," ucapnya membuat mata Alsa terbelalak.
Sumpah cowok di sebelahnya ini sok tahu sekali. Alsa bernajak dari duduknya, dia berniat untuk pergi, menurutnya tidak penting sekali menanggapi ucapan cowok yang tiba-tiba datang dan berkomentar berdasarkan apa yang dilihatnya saja.
"Dih... pergi. Kesindiri nih pasti," ucapnya lagi.
Langkah Alsa terhenti. Lalu menoleh ke arah laki-laki tersebut.
"Bukan urusan lo!" Alsa kembali berjalan pergi.
Cowok itu menggeleng dengan senyum. Lalu bernajak dari duduknya. Langkah kakinya membawanya untuk mengikuti kemana langkah kaki Alsa berpijak.
Merasa diikuti oleh seseorang membuat Alsa menoleh. Terlihat laki-laki itu yang sedang membuang arah pandangannya. Alsa menggeleng, lalu segera mempercepat langkah kakinya dan...
Tap
Dengan sengaja Alsa berhenti dengan cara tiba-tiba. Laki-laki itu terkejut dan tampak sedikit salah tingkah.
"Lo ngikutin gue?" tanya Alsa menatap tajam.
"Udah mau malam, nggak takut pulang sendirian?" laki-laki itu malah balik bertanya.
"Gue udah gede," jawab Alsa dan dijawab laki-laki itu dengan anggukan kepala.
"I know, lo udah gede. Malah menurut gue lumayan..," jawabnya dengan ambigu dan sukses membuat mata Alsa terbelalak.
"Lo-" tunjuk Alsa. "Jangan ikuti gue lagi!" tegasnya kembali berjalan.
"Maunya gitu, tapi kaki gue tetap melangkah seakan tidak bisa ngebiarin cewek cantik jalan sendirian di malam hari gini," jelasnya membuat Alsa memejamkan matanya sebentar.
Sungguh Alsa merasa kesialannya berkali-kali lipat di hari ini. Setelah pertemuannya dengan Leona yang membuat masalah baru di antara dirinya dan Maminya, lalu bertemu dengan laki-laki aneh yang terus mengikutinya, dan yang lebih membuat Alsa merasa sial ialah ketika dirinya tersadar, jika tas dan ponselnya tertinggal di rumah sakit tadi.
"Sial!" umpat Alsa membuat mata laki-laki tersebut memicing.
"Wuih...santai dong, gue cuma mau mastiin lo aman sampai rumah," ucapnya mengira jika umpatan Alsa barusan karena tindakannya.
Alsa menatap laki-laki tersebut dengan diam. "Lo jalan kaki? penampilan lo nggak kayak gelandangan," ucap Alsa mengamati penampilan laki-laki tersebut yang cukup modis.
Sontak saja mata laki-laki tersebut membulat. "Shit! bentar lo tunggu sini," jawabnya lalu segera berlari dimana tadi dirinya memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dengan sembarang.
Beruntung ketika dirinya kembali. Mobilnya masih dalam keadaan aman. Buru-buru laki-laki tersebut melajukan mobilnya ke arah dimana tadi Alsa berada. Tetapi, gadis itu sudah tidak ada di tempat yang tadi. Dengan sedikit kesal laki-laki itu memukul setir mobilnya.
"Sial!" umpatnya seraya mencari keberadaan Alsa di sekitar jalanan ibu kota.
Pukul setengah 8 malam. Alsa sampai di rumah suaminya. Langkahnya terhenti kala melihat mobil Papi Dion. Alsa tahu pasti Papinya berada di dalam saat ini.
Antara ingin masuk atau kembali pergi untuk menghindar dari orang tuanya terlebih dahulu. Tetapi langkah kakinya membawanya untuk masuk ke dalam.
Fine, Alsa mengikuti apa kata hatinya daripada egonya.
"Sayang." Bunda Nimas berdiri dan langsung menghampiri Alsa untuk memeluknya.
Setelah melepaskan pelukan mereka. Bunda Nimas menatap Alsa dengan iba. Di usapnya pipi sebelah kiri Alsa.
"Masih sakit?" tanya-nya membuat Alsa tersenyum dengan gelengan di kepala.
Alsa tersentuh akan perhatian yang diberikan oleh ibu mertuanya. Perhatian yang tidak pernah Alsa dapatkan dari Ibu kandungnya sendiri. Dan bahkan perhatian dari ibu martuanya sebagai obat dari luka yang ibu kandungnya sendiri torehkan.
"Enggak Bund," jawabnya mengecup tangan Bunda Nimas.
Ekor mata Alsa melirik ke arah dimana Papi Dion yang kini sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk Alsa artikan.
"Maaf nak, maafkan Mamimu tadi," ucapnya penuh sesal.
Alsa menghela napas dalam, tangannya terkepal mengingat Maminya yang seakan masa bodoh dengan kejadian tadi. Bahkan tanpa mendengar penjelasan darinya terlebih dahulu. Sementara dugaan Alsa benar jika Papinya datang sebagai perminta maafan atas apa yang sudah Maminya lakukan.
"Iya," jawabnya singkat.
Alsa tidak lagi ingin membahas tentang kejadian tadi. sudah cukup lelah dia rasa untuk semua luka yang kedua orang tuanya berikan.
Sementara Bunda Nimas memaklumi itu. Alsa memang butuh waktu untuk menerima dan juga memperbaiki masalah yang ada. Yang terpenting sudah tidak ada lagi rahasia besar yang kedua orang tua Alsa sembunyikan darinya.
"Bunda. Apa Kak Gerald sudah pulang?" tanya Alsa membuat Bunda Nimas teringat akan sesuatu hal.
"Ya ampun nak suamimu. Bentar Bunda harus segera hubungi Gerald," ucapnya berlalu pergi.
Sementara Papi Dion dan Alsa masih di ruang tamu. Sama-sama saling diam. Sebenarnya Papi Dion merasa menyesal dengan semua yang sudah dia lakukan. Tetapi perginya Papi Dion untuk membuat keluarganya utuh kembali.
"Al ke atas ya Pi, capek," pamitnya yang hanya bisa dijawab oleh Papi Dion dengan anggukan kepala.
Rasa bersalahnya terhadap Alsa terlalu besar.
"Alsa, jaga diri baik-baik nak," ucap Papi Dion membuat langkah Alsa terhenti sebentar. Sebelum akhirnya kembali melangkah dengan sesak di dadanya.
Di tempat lain. Gerald memasukan kembali ponselnya ke dalam saku. Baru saja Bunda Nimas memberitahu jika Alsa sudah pulang. Sedari tadi Gerald kalang kabut mencari keberadaan Alsa yang tiba-tiba menghilang dari ruangannya tadi di kantor. Dan berakhir di rumah sakit karena Papi Dion yang memberitahunya jika Alsa pergi setelah dari rumah sakit.
Tatapannya lurus ke depan, dimana wanita paruh baya yang masih sangat terlihat cantik itu sedang menatapnya sesal.
"Tolong jangan temui Al dulu, bairkan dia untuk tenang," ucap Gerald sopan. Lalu pamit untuk pergi.
Sorry, sorry, sorry. Gue nggak tahu Mami lo seperti ini Batin Gerald merasa bersalah.
Gerald pikir Mami Eva akan bersikap adil setelah melihat Alsa yang sekarang. Justru Gerlad salah besar. Mami Eva merasa jika Alsa baik-baik saja dan tidak perlu dikhawatirkan.
kok segitu nya merawat anak hasil hubungan gelap mami Eva daripada Alsa yg anak kandung nya?