NovelToon NovelToon
Pembalasan Istri Lemahku

Pembalasan Istri Lemahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Cinta Paksa / Tukar Pasangan
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Elmu

Laras terbangun di tubuh wanita bernama Bunga. Bunga adalah seorang istri yang kerap disiksa suami dan keluarganya. Karna itu, Laras berniat membalaskan dendam atas penyiksaan yang selama ini dirasakan Bunga. Disisi lain, Laras berharap dia bisa kembali ke tubuhnya lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Elmu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menghabiskan Waktu Berdua

Dadanya sesak. Merasakan sesuatu hangat mengalir di pipinya. Sesak, sakit, dan perih. Laras membuka matanya. Bulir bening itu masih mengalir di pipinya. Netranya menelisik wajah di depannya. Wajah yang sedari tadi di tunggunya, sekaligus memberinya luka dalam mimpinya.

Entah jam berapa Aksa pulang, dan sejak kapan pria ini berbaring memeluk dirinya. Tangannya terulur mengusap penuh rasa pipi Aksa. Terisak sesak. Mimpinya tadi masih membayanginya jelas. Jelas sekali. Bagaimana tatapan mengejek pria itu pada tubuh berlumur darahnya. Laras menggeleng. Tidak! Itu hanya mimpi. Aksa tidak seperti itu. Iya, kan?

Sepertinya Aksa merasakan sentuhan di wajahnya. Pria itu membuka matanya. Secepat kilat Laras menyeka air matanya.

"Kamu nangis, Yank?" Aksa bertanya dengan suara seraknya. Menatap khawatir.

Laras menggeleng, tersenyum. "Enggak," jawabnya. Menyadari suaranya serak, Laras berdehem singkat.

"Bohong. Matamu sembab."

Laras terkekeh kecil. "Yah, ketahuan deh. Hehe."

Aksa membenarkan posisinya. Menyangka tubuhnya dengan sikunya. Meniti wajah Laras.

"Apa ada yang mengganggumu?" tanya, khawatir.

Laras menggeleng. "Gak ada. Cuma mimpi, mimpinya nakal, sampek kebawa bangun. Hehe," tukasnya, mencandainya.

"Mimpi apa?"

Raut serius Aksa, membuat Laras tertawa. Mencubit hidung Aksa, membuat empunya protes.

"Gak papa. Mimpi biasalah."

"Tapi mimpinya sampai membuatmu menangis."

"Haha. Ya terserah mimpinya dong. Kan kita gak bisa ngatur. Lagian bukan apa-apa kok. Kayaknya aku kangen rumah aja deh. Kan udah lama aku gak pulang. Malahan gak tahu rumahku dimana," memberi alasan lain. Yang padahal, bukan tentang itu mimpinya.

Aksa mendesah pelan. Bergerak memeluk Laras. "Maaf, ya, karna aku, kamu jadi begini," sesalnya.

"Apalah bapak Aksa ini. Semuanya sudah takdir. Gak perlu minta maaf, ini bukan salahmu, kok."

Aksa tak menyahut. Tapi bisa dia rasakan, pelukan Aksa lebih erat. Terasa sekali, pria ini takut kehilangannya. Ah, dasar mimpi sialan, merusak suasana. Lihatlah, mereka saja baik-baik saja. Kenapa malah datang-datang mengacaukan perasaannya.

"Semalam pulang jam berapa?" tanya Laras, mengalihkan topik.

"Kurang tahu. Aku tidak melihat jam. Maaf ya, aku tidak mengabarimu. Seharian aku tidak memegang ponsel. Dan waktu mau pulang, tiba-tiba ada urusan."

"Tidak apa-apa. Yang penting kamu baik-baik saja, aku lega," mengusak surai Aksa.

"Aku mencintaimu, Ras. Jangan tinggalkan aku ...."

Laras mengerutkan dahi. Sesaat kemudian terkekeh.

"Aku juga. Aku tidak akan meninggalkan kamu."

Aksa menelusupkan wajahnya di ceruk lehernya. "Aku takut, Ras, aku takut kamu pergi," desahnya, gusar.

"Hey ... Jangan bilang begitu. Memangnya siapa yang mau pergi, hmm? Gak boleh ada yang pergi. Baik aku, ataupun kamu."

"Makasih, Ras. Makasih telah memberiku kesempatan."

Laras terkekeh kecil. "Gak usah mellow deh. Gak asyik tahu."

Aksa mengangkat wajahnya. Menatap lekat wajah gadis di bawahnya itu. Tangannya perlahan terulur, mengukur pahatan indah itu.

"Boleh aku menciummu?"

Sejenak Laras mengerutkan dahi. Ngapain izin segala sih? Sejurus kemudian dia tersenyum, mengangguk.

Aksa mendekatkan wajahnya, tanpa jarak. Merasakan benda lembut dingin menyapa bibirnya. Bergerak pelan, melumat atas bawah. Laras memejamkan matanya, membalas lumatan pria itu. Tangannya bergerak meremat pundak Aksa, bergerak melingkar memeluk leher Aksa.

Aksa melepaskan tautannya, menatap sejenak gadis di bawahnya itu. Mengagumi setiap inci pahatan sempurna itu. Mendapati senyum Laras, membuatnya memulainya kembali. Kali ini gerakannya menurun. Menghujani kecupan demi kecupan lembut di leher sang gadis.

Satu desahan lolos, membuat Aksa sempat tertegun. Seringai tipis terbit di bibirnya. Sentuhan yang semula hanya kecupan ringan berubah menjadi sesapan.

Dini hari yang dingin, tapi sepertinya tidak berlaku di kamar sejoli itu. Cicak yang hendak bersuara pun terkejut. Memilih lari bersembunyi. Mengintip dari balik pigura foto.

.

.

Semburat matahari menyapa hangat. Aksa yang membuka matanya lebih dulu. Mendesah lega melihat keberadaan gadis itu disampingnya. Penampilan atasnya berantakan karna ulahnya. Tunggu! Ulahnya? Aksa mengulas senyum terkulum. Semalam bukan mimpi. Meski tidak sampai melakukan ke inti, tapi gadis itu sudah memberinya sinyal izin.

Aksa tak mengalihkan tatapannya, meski sekarang sang empu membuka mata.

"Good morning, sayang ...." sapanya dengan senyum lebar.

Laras yang masih mengumpulkan kesadaran, mengerjapkan matanya. Tapi sesaat kemudian terperanjat.

"Astaga! Sudah siang, Aksa. Ini jam berapa? Kita kesiangan?" paniknya. Beranjak cepat dari baringnya. Membelalak lebar menyadari penampilannya. Menarik selimut, menutupi bagian atasnya. Wajahnya memerah.

Aksa terkekeh kecil dengan tingkah gadis itu. Lucu sekali.

"Gak usah ke kantor. Hari ini kita meliburkan diri," jelas Aksa santai.

"Hah? Tapi kan, aku belum izin ke kantor."

"Gak papa. Gak perlu izin."

"Tapi nanti aku ---"

"Hey, kamu gak lupa kan, aku siapa?" menaikkan sebelah alisnya.

Laras mendesah pelan. Menurunkan punggungnya ke headboard. Dengan tangan tetap memegang erat selimutnya.

"Gak usah memasang wajah begitu. Sini, aku belum puas memelukmu."

Aksa menarik tubuh Laras. Sementara gadis itu memekik. Mempertahankan selimutnya.

"Jangan lihat!" teriaknya pada Aksa.

Tentu saja Aksa mengerutkan dahinya heran.

"Kenapa? Aku sudah melihatnya? Bahkan sudah merasakannya."

Ingin rasanya Laras memukul kepala pria itu. Ngomongnya itu loh, blak-blakan. Gak ada filter.

"Semalam aku khilaf!" ketus Laras. Beringsut menjauh dari Aksa dengan selimutnya.

"Yank, eh, mau kemana? Aku kan mau peluk."

"Gak ada. Aku mau mandi," balas Larss, menuruni ranjang, dan langsung kabur ke kamar mandi. Menutup pintunya cepat, dengan tak lupa menguncinya.

Melihatnya, Aksa menarik sebelah sudut bibirnya. "Ch! Padahal semalam dia juga menikmatinya. Lihatlah, sekarang dia berlagak seperti aku baru saja menodainya. Lucu sekali," gumamnya, terkekeh kecil.

Sementara di dalam kamar mandi, Laras merutuki dirinya. Membayangkan apa saja yang telah terjadi semalam. Jelas saja dia ingat. Sangat jelas. Laras memegang dadanya sendiri. Bibirnya menjebik. Untung saja cuma separuh, gak sampai hilang kendali. Ingat, dia itu aslinya belum menikah. Yang berhak merasakannya itu Bunga, bukan dirinya. Kalau gini kan dia ngerasa bersalah. Ngerasa telah menghianati Bunga.

"Ish! Bodoh lo, Ras. Hampir saja lo ngelakuin itu. Hiks," sungutnya.

Meski gak bisa dia pungkiri, Aksa memang menggoda. Memandangi telapak tangannya sendiri. Bahkan perut keras Aksa masih terasa bekasnya. Semalam dia sempat menyentuhnya.

"Enggak! Enggak! Bisa gila lo lama-lama. Tahan. Lo itu masih gadis. Dan Aksa istri orang," ujarnya, memperingati diri.

.

.

Saat keluar dari kamar, Aksa tidak ada di kamar. Jadi dia bisa aman keluar tanpa harus sembunyi-sembunyi.

Selesai berdandan, Aksa belum kembali. Laras jadi penasaran, kemana pria itu.

Dia memutuskan untuk ke dapur.

"Yang mana, bi? Ini?"

Laras berhenti di pintu dapur. Ekor matanya terarah pada pria yang dicarinya itu. Ternyata Aksa sibuk di dapur. Berkutat dengan kompor. Masih dengan rambut acak-acakannya, kaos dan kolor pendek. Sepertinya Aksa hanya mencuci wajah dan gosok gigi. Rambutnya saja belum disisir.

"Eh, non Bunga."

Mendengar nama yang dipanggil, Aksa yang sedang sibuk memasak sesuatu itu menoleh.

"Morning, sayang ..." sapanya dengan senyum lebar.

Laras tertawa kecil. Dih, ada bi Imah padahal.

"Eiits! Dilarang mendekat ke kompor. Sana, duduk yang manis!" cegah Aksa, saat dirinya mengayunkan langkah. Alisnya mengerut. Memangnya kenapa?

"Kamu sudah cantik, nanti bau minyak. Sudah, duduk disana saja. Sebentar lagi makanan siap."

Tapi Laras mengabaikannya.

"Eh, dibilang. Bi, bawa istri saya ke kursinya," tolehnya pada bi Imah. Dan wanita paruh baya itu menurutinya.

"Ayo, Non, nurut saja. Ntar tuan muda ngambek," bisik bi Imah.

Laras tertawa. Tapi akhirnya dia menurutinya. Duduk cantik, seperti yang diperintah sang suami.

Jadilah, dia disini, menopang wajahnya dengan kedua tangan sambil mengamati sang suami yang sibuk berkutat dengan masakannya. Bibirnya tak henti mengukir senyum. Aksa ternyata bisa semanis ini. Manis banget malah. Sesekali pria itu mengernyit dan menggelengkan kepala, setelah mencicipi masakannya. Lucunya lagi, rambutnya bergerak memantul tuing-tuing seiring dengan gerakan pria itu. Belum lagi punggung lebar nan kekarnya yang terpampang jelas. Ingin rasanya memeluk dari belakang. Sepertinya nyaman dijadikan sandaran. Bisa dibilang, ini seperti simulasi kalau kelak dia nikah beneran. Em, maksudnya, saat ini dia hanya mewakili Bunga. Dirinya mah, masih entah kapan nikahnya. Gak tahu juga sama siapa.

Tak lama, Senyum Aksa melebar. Rasa yang dia inginkan sudah dia dapat. Segera dia mematikan kompor. Memindahkan ke wadahnya. Lantas membawanya ke hadapan sang istri. Mengambil nasi dan juga piring.

"Tara ... Masakan siap," ujarnya, tersenyum lebar.

Aksa menyiapkan makanan untuk mereka. Sepiring berdua.

Pagi yang lebih indah dari pagi-pagi sebelumnya. Laras semakin yakin, mimpinya semalam hanya bunga tidur, tidak lebih. Bisik Aksa semalam, juga meyakinkannya, kalau pria itu ti

juga takut kehilangannya.

1
kuncayang9
keren ih, idenya
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!