Teror pemburu kepala semakin merajalela! Beberapa warga kembali ditemukan meninggal dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam, ternyata semuanya berkaitan dengan masalalu yang kelam.
Max, selaku detektif yang bertugas, berusaha menguak segala tabir kebenaran. Bahkan, orang tercintanya turut menjadi korban.
Bersama dengan para tim terpercaya, Max berusaha meringkus pelaku. Semua penuh akan misteri, penuh akan teka-teki.
Dapatkah Max dan para anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku? Atau ... mereka justru malah akan menjadi korban selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TPK19
Di apartemen Ethan, Max berjongkok di atas lantai. Pria itu menatap kosong ke arah noda darah yang menetes. Kepanikan mulai menyelimuti pikirannya. Mungkinkah Ethan masih baik-baik saja di luar sana? Pertanyaan itu selalu mengusiknya.
"Kelihatannya, Anda sangat mengkhawatirkan pria yang bernama Ethan ini. Apa saya salah menduga?" tanya Bella yang berdiri di sisi Max.
Pria itu mengangguk. "Ethan partner kerja sekaligus teman baik saya, Bell. —Mungkin ... sejak awal, harusnya saya tidak melibatkan Ethan dalam kasus sebesar ini ...," suara Max terdengar serak dan penuh sesal.
"Atau lebih tepatnya ... Anda tidak perlu berlebihan dalam mencemaskan pria itu saat ini," Bella tersenyum smirk.
Perkataan Bella mengundang tatapan penuh heran. Baik itu dari Max, ataupun Clara.
"Maksudnya? —Anda mencurigai Ethan?" Max menoleh cepat, lalu berdiri. Ekspresi wajahnya seakan-akan meminta penjelasan lebih.
Untuk sesaat, waktu berjalan dalam diam. Hanya detak jam dinding yang membuat suasana semakin menegang.
Bella tertawa pelan. "Benar. —Seperti itulah cara saya bekerja, mencurigai tim sendiri." Manik hitam pekat milik Bella melirik ke arah Clara. "Anda tidak bisa mempercayai siapa pun, Max."
"Tapi ... tapi Ethan teman baik saya, Bell. Mana mungkin dia mengkhianati—"
"Justru itu. Justru dia teman baik Anda, makanya itu bisa disebut penghianat, ‘kan? Memangnya ada penghianat yang berasal dari orang yang tak di kenal?" potong Bella cepat. Membuat Max terdiam. "Lagipula, mustahil Anda sedikitpun tak menaruh kecurigaan pada pria itu. Apa saya salah menerka, Max?"
Perkataan Bella membuat Max merinding. Ia mengulang kalimat tersebut di dalam otaknya berulang kali, mencoba memahami maksudnya. Kalimat itu terdengar menjengkelkan. Namun, meskipun begitu, Max setuju dengan ucapan Bella. Apalagi, ia memang merasa semuanya ada yang tidak beres. Namun, sebelum ia sempat merenung lebih jauh, suara ledakan mengguncang apartemen.
BUM!
Max terloncat dari posisinya, jantungnya berpacu lebih cepat. Max serta Clara berlari ke jendela dan membuka tirai, mengintip ke luar. Asap hitam mengepul dari arah jalan, di mana sebuah mobil tampak terbakar. Suara sirene mulai terdengar, semakin mendekat. Tanpa berpikir panjang, Max bergegas keluar dari apartemen, masuk ke lift dengan cepat. Clara menyusul di belakangnya.
Sedangkan Bella, ia tetap tenang di tempatnya semula. Ia berjalan perlahan, meneliti setiap tetesan darah di lantai. Dengan sarung tangan lateks, wanita itu menyentuh setiap darah yang ia lalui.
Keningnya tiba-tiba mengernyit. "Menarik."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di luar, kerumunan orang sudah mulai berkumpul. Mereka berbisik-bisik, mengarahkan pandangan penuh rasa ingin tahu ke arah mobil yang terbakar. Max berusaha mendekat, tetapi, kerumunan itu terlalu rapat. Dia akhirnya berhasil menjangkau tempat kejadian, dan saat melihat lebih dekat, wajahnya berubah pucat.
“Ethan!” teriaknya, mengenali mobil yang hancur itu. Mobil merah yang biasa digunakan Ethan, teman dekatnya.
“Max, kamu baik-baik aja?” tanya Clara, tampak panik. “Tenanglah, mobil itu kosong.”
Clara menatap mobil itu dengan cemas. “Kayaknya monster itu hanya ingin mengacaukan fokus kita, Max.”
Untuk sesaat, Max terdiam. Tapi, rautnya tampak sedang berpikir. Pria itu tiba-tiba menggeleng. "Enggak. Tapi, ini pengalihan."
"Pengalihan atas?" Clara mengernyit.
Max menatap Clara tegang. "Di mana Bella?"
Clara menatap Max dengan wajah bingung. Namun, sedetik kemudian, ekspresinya berubah tegang. "Dia mengincar Bella?!"
Max dan Clara mengedarkan pandangan. Mereka mulai mencari-cari di antara kerumunan, tetapi, tidak ada tanda-tanda Bella di sana.
Max merasakan sesuatu yang aneh di dalam dadanya. Perasaan takut dan curiga mulai menyelimuti pikirannya. Ia meraih tangan Clara, mereka kembali masuk ke dalam apartemen Ethan. Namun, Bella juga tak ada di sana. Mereka mencoba menghubungi Bella, tetapi, panggilan itu tidak tersambung. Seolah-olah ada yang merusak jaringan di perangkat elektronik mereka.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bella menelusuri jalan setapak, mengikuti jejak darah Ethan. Jejak darah yang membawanya hingga ke belakang gedung apartemen.
Langkah kaki wanita berperawakan tegas itu berhenti di jalanan setapak yang belum mengering. Jejak darah yang ia telusuri berhenti di sana, di area yang tidak terjangkau oleh cctv. Wajahnya terlihat tenang, nyaris tak berekspresi.
Ia berjongkok di tetesan darah terakhir. Ada jejak sepatu yang tertinggal di sana. Bella mencoba mengukur jejak itu dengan tangannya. Namun, ia kesulitan. Wanita itu lekas mengeluarkan dua lembar uang kertas, meletakkan tepat di sebelah jejak.
Ia mengukur jejak yang tertinggal dengan dengan lembaran uang tersebut.
"Sudah jelas, ini sepatu seorang lelaki," gumamnya penuh keyakinan. "Bagaimanapun juga, ini sangat rumit dan aneh. Tampaknya aku harus menguras kecerdasan ku."
Bella semakin fokus memeriksa ke sekelilingnya. Maniknya tiba-tiba menangkap bingkisan kecil yang di letakkan di pinggiran jalan setapak. Ia tahu, bingkisan seperti kotak kado itu pasti untuknya.
Wanita itu mendekat, menyambar kotak tersebut. Ia membuka selembar kertas kecil yang digulung di dalamnya. Kertas yang berisi sebuah pesan : “Kamu terlalu dekat dengan kebenaran. Terimalah hadiah dari ku.”
Bella berusaha mencerna catatan singkat yang ditinggalkan untuknya. “Yang benar saja, dia mengancam ku? —Atau jangan-jangan ini bukan sekedar ancaman ...?"
Bella memilih diam sejenak, memusatkan indera pendengaran nya. Suasana yang terlalu hening ini sangat mencurigakan.
"Sial!" pekiknya tiba-tiba.
Ia lekas berbalik badan, dan benar saja, kecurigaannya terbukti. Sosok dengan pakaian serba hitam tengah berlari kencang ke arahnya dengan sebilah pisau. Wajahnya tertutup topeng.
Bella berusaha menghindar. Namun ....
JLEB!
*
*
*
kembali kasih Kaka...🥰🥰
w a d uuuuuuhhhhh Bellaaaaa....
jadi inspirasi kalau di dunia nyata besok ada yg jahat² lagi mulutnya, siapkan jarum bius😅🤣😂.
tapi sayangku aku takut jarum suntik😅