Suami Di Alam Mimpi

Kailash sudah ada di rumah sakit. Dia mendampingi Widuri yang sudah kritis di ruang tindakan. Tubuh istrinya sudah pucat, seolah tak ada lagi darah mengalir disana. Dokter dan suster melakukan transfusi darah, sebagian lagi menjahit luka di perut Widuri yang sudah menganga.

"Sayang, aku ada disini, kemana jiwamu pergi?"

Hembusan angin dingin berhembus di dalam ruang gawat darurat. Kailash melihat asap mengepul berbentuk tubuh manusia.

"Bawa istrimu ke dinia kita sekarang juga, kita akan sembuhkan disana," suara perempuan memerintahkan Kailash agar membawa Widuri.

Kepulan asap itu jelmaan Aji Ratuna. Di Alam Jin, dia merasa jika Widuri sedang kondisi kritis. Aji Ratuna dapat merasakan karena ia pernah mengikat batin Widuri.

Kailash mengangguk. Dia memegang ubun-ubun Widuri, menerawang kemana jiwa istrinya pergi. Setelah mengetahui, Kailash langsung menyusulnya.

Sementara dokter dan suster berusaha menyelematkan Widuri dari kematian.

Kailash tiba di persimpangan alam. Dimana tempat para ruh jin dan manusia berdiri menanti keputusan Sang pencipta. Tempatnya serba putih, para ruh perempuan juga memakai mukenah dan laki-laki memakai pakaian Ihrom. Ruh itu adalah para manusia mengalami masa kritis di alam manusia, yang sedang menanti jawaban, apakah akan kembali ke dunia atau menetap di alam penantian.

Kailash mencari keberadaan Widuri, tetapi di sekumpulan ruh itu tak ia temukan Widuri. Para ruh disana juga sedang panik, para pemimpin yang wajahnya bercahaya itu meminta Kailash keluar dari alam penantian.

"Kemana Widuri, aku merasa jiwanya tadi ada disini," gumamnya.

Tak ingin bermasalah dengan pengurus langit, Kailash memilih pergi dari alam penantian. Di menyusuri setiap lorong di langit, berharap ada Widuri. Namun, nihil istrinya tak ada disana.

Kailash memilih turun, di bawah pusat bumi, tempat alam jin berada. Kailash terkejut setelah mendapati Widuri berada di pintu dimensi sambil meringis kesakitan.

"Sayang," Kailash menghampirinya.

Widuri sudah banjir keringat, perutnya nyeri, sangat kesakitan. Kailash melihat perut istrinya bergerak-gerak.

"Aku akan bawa kamu ke rumah Ibu," ucapnya.

Kereta kuda itu sudah ada di depan mereka. Setelah memasukkan Widuri, kereta kuda itu melesat menuju ke rumah Kaluna. Widuri semakin kesakitan karena perutnya yang semakin nyeri.

Hanya beberapa menit, kereta kuda itu tiba di depan rumah Kaluna. Kailash menggendong istrinya masuk ke dalam rumah. Di dalam sana ternyata sudah ada Kaluna dan Aji Ratuna menantinya. Insting keduanya memang sudah tahu bahaya yang menimpa Widuri, tetapi mereka di larang ikut campur urusan manusia sebelum Widuri tiba sendiri di alam jin.

"Taruh Widuri disini," kata Kaluna. Wajahnya sudah dibanjiri air kata melihat menantunya kesakitan.

Widuri di baringkan di kasur yang sudah disediakan berbagai selimut. Wajahnya banjir keringat. Kaluna menggenggam erat tangan menantunya. Dia bisa merasakan Widuri kesakitan akibat tusukan diperutnya.

"Widuri akan melahirkan secara paksa. Kita akan mengeluarkan anaknya. Anak-anakmu terganggu karena luka diperut Ibunya." Kata Aji Ratuna.

"Lakukan Aji, kasihan menantuku," ujar Kaluna.

Kailash juga mengiyakan. Aji Ratuna mulai melakukan proses ritual. Kali ini tugasnya lebih berat, sebab yang akan melahirkan adalah bangsa manusia. Aji Ratuna harus berhati-hati agar Widuri tetap dapat kembali ke alam manusia tanpa cacat sedikitpun.

Aji Ratuna menyiramkan air ajiannya. Dia memasukkan sebelah tangannya ke dalam selimut Widuri.

"Mengejan lah Widuri, anak pertama mu sudah ada di pintu," ujar Aji Ratuna.

"Tarik nafas panjang, Nak." Kaluna memandu menantunya.

Hanya sekali mengejan panjang, suara tangis bayi meriuhkan rumah Kaluna. Aji Ratuna meletakkannya di kasur yang sudah disediakan para pelayan. Anehnya tak ada bercak darah di tubuh bayi itu. Kulitnya putih bersih, bahkan bersinar seperti sedang memperkenalkan diri.

"Bayi pertama perempuan."

Kaluna tetap menggenggam tangan Widuri, sesekali melirik cucunya yang sedang di selimuti Ina.

"Mengejan lagi Widuri," titah Aji Ratuna.

Widuri kembali mengejan hingga suara bayi kedua pecah di ruangan itu. Bayi kedua berjenis kelamin perempuan lagi. Bayi ketiga juga berjenis kelamin perempuan.

"Sekali lagi, ini yang terakhir," kata Aji Ratuna.

Keempat kalinya, setelah mengejan panjang, Widuri nyaris berhenti bernafas, energinya terkuras karena di dunia manusia ia kehabisan darah.

"Berikan air ajian lagi," titah Aji Ratuna kepada Kailash.

Sebagai suami, dia benar-benar ketakutan menghadapi situasi yang batu pertama kali ia hadapi. Jika Widuri bangsa jin sepertinya, tentu tidak sulit baginya untuk melakukan tindakan.

"Bayi keempat sudah lahir," ucap Aji Ratuna setelah mengeluarkan bayi itu secata paksa.

Widuri lemah tak berdaya. Tubuhnya yang terasa lelah membawanya tidur terlelap, mengabaikan kepanikan orang-orang sekitarnya.

"Biarkan dia beristirahat, jiwa dan raganya sedang menghadapi kesulitan sekarang. Syukur dia tiba disini sebelum anak ini keluar secara paksa. Jika tidak, dia akan meninggal dunia. Di dunianya dia akan meninggal, dan kita tidak bisa menemuinya lagi."

Mendengar penuturan Aji Ratuna, Kailash di sergap rasa bersalah. Tangannya masih setia mengusap lembut kepal Widuri. Ingin sekali Kailash mengakhiri kisah sulit ini, ingin sekali ia meminta Widuri menetap tinggal di alam jin.

"Cucu-cucuku," Kaluna menyapa keempat cucunya yang berjejer di ranjang.

Areta yang baru tiba langsung menghampiri keempat keponakannya yang sedang bermain jari.

"Yang perempuan semua mirip Kailash, yang laki-laki malah mirip Widuri."

Kailash menatap kosong ke arah anak-anaknya. Jika Widuri sampai kembali ke dunia manusia, keempat anaknya akan tumbuh tanpa kasih sayang Widuri setiap saat.

"Tenanglah, Kailash. Ini sudah resiko kamu," ucap Aji Ratuna.

Kailash mengangguk paham. Sebelum menikahi Widuri, Aji Ratuna memang memberikan pesan jika menikah dengan berbeda alam tidak seindah yang dipikirkan Kailash. Widuri akan tetap menjalani kehidupannya sebagai manusia, begitu pula Kailash dan anak-anaknya.

"Saya memahaminya, Aji. Saya akan mengimbangi itu."

***

Dokter dan para suster membawa Widuri ke ruangan ICU. Setelah perjuangan hebat di ruang operasi, Widuri masih tak sadarkan diri. Widuri dinyatakan koma selama seminggu ini.

"Bagaimana anak saya, Dokter? kenapa dia masih belum sadar?" tanya Ibunya Widuri, yang tak lain adalah Arum.

Arum baru saja tiba. Hidup merantau di luar pulau membuat dia perjalan udara sulit sebab cuaca buruk.

Dia datang bersama putri dari pernikahan suami keduanya.

"Ini kami sudah berusaha. Tetapi anak Ibu belum bisa melewati masa kritisnya."

Arum memegang dadanya. Nyeri karena sejak kecil Widuri hidup tanpa kasih sayangnya. Ia menyadari, Widuri korban keegoisannya. Sejak usia dua tahu, putrinya harus menerima keadaan orang tuanya yang berpisah.

"Arum, pelaku masih dalam pencarian. Jadi sabarlah," ucap Rabiah.

Arum mengangguk lalu meminta masuk ke ruangan ICU. Di dalam ruangan mengerikan bagi keluarga pasien, Widuri terbaring dengan selang oksigen dan selimut hijau bekas operasi.

"Nak, maafkan Ibumu ini," ucap Arum menggenggam tangan Widuri yang dingin.

Namun, ada keanehan yang dirasakan oleh Arum. Aroma tubuh putrinya terasa berbeda. Aroma itu seringkali ia temui di bangsa gaib.

"Kenapa aroma ini ada pada putriku?" gumam Arum bertanya-tanya.