Fakultas peternakan x Fakultas Hukum
Nyambung nggak jelas ngak Nyambung bangetkan, bau sapi sama tumpukan undang-undang, jelas tidak memiliki kesamaan sama sekali. Tapi bagaimana jika terjalin asmara di dalam perbedaan besar itu, seperti Calista Almaira dan Evan Galenio.
Si pawang sapi dan Arjuna hukum yang menjalin hubungan dengan dasar rasa tanggung jawab karena Evan adalah pelaku tabrak lari kucing kesayangan Calista.
Kamu sudah melakukan tindak kejahatan dan masih bertanya kenapa?" Calista sedikit memiringkan kepala menatap Evan dengan tidak percaya, laki-laki yang memakai kaos putih itu pun semakin bingung.
"Nggak usah ngomong macen-macem cuma buat narik perhatian gue, basi tau nggak!" Hardik Evan emosi.
"Buat apa narik perhatian pembunuhan kayak kamu!"
Beneran kamu bakal ngelakuin apapun?" Tanya Calista yang gamang dan ragu dengan ucapan Evan.
Evan mengangguk pasti.
"Hidupin joni lagi bisa?"
"Jangan gila Lu, gue bukan Tuhan!" sarkas Evan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hujan ke-2 bersamanya
Evan mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, rintik hujan turun semakin deras mulai membuat dia basah. Di belakangnya, Calista memeluknya erat, mencoba berlindung dari tetesan hujan yang tiba-tiba turun. Langit yang tadinya hanya mendung kini berubah menjadi hujan deras. Jalanan sepi, hanya ada deru motor dan aroma tanah yang basah oleh air hujan.
"Epan, stop dulu di sana!" suara Calista terdengar di tengah derai hujan, penuh semangat seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainan baru.
Evan mengernyit, meski tetap menuruti permintaan Calista dan memutar motor menuju sebuah taman bermain kecil di pinggir jalan. Ia memarkirkan motornya di bawah pohon, menatap gadis itu yang langsung turun tanpa ragu.
“Ngapain sih, Ca? Hujan-hujan gini malah mau ke taman? Udah, nanti basah semua!” Nada suaranya terdengar ketus, tapi tatapannya penuh tanda tanya.
Calista menoleh dengan senyum lebar, kedua tangannya sudah mengangkat ujung jaket hoodie-nya yang basah.
"Yuk, main! Kapan lagi kita bisa ke taman pas hujan?"
"Main? Lu serius?" Evan menatapnya, bingung. Tapi Calista tidak menjawab, melainkan berlari ke arah ayunan. Tangannya dengan cekatan menghapus sisa air di kursi ayunan sebelum duduk di sana.
“Epaaaan! Dorong !” teriaknya tanpa malu. Meski dia basah kuyup oleh hujan tapi Calista sangat menyukainya.
Evan berdiri di tempat, menatap gadis itu yang tampak asyik menikmati dunianya sendiri. Ada sesuatu yang aneh, tapi hangat, ketika ia melihat Calista tertawa lepas seperti itu. Menghela napas, Evan akhirnya berjalan mendekat meski dengan enggan.
“Nih, dorong! Tapi gue nggak tanggung jawab kalo lo jatuh!” ujarnya sambil memberikan dorongan kecil.
“Hahaha! Pelit amat dorongnya! Yang kenceng dong!” Calista tertawa, rambutnya yang basah oleh hujan membuat wajahnya terlihat sedikit kacau tapi tetap ceria. Evan hanya geleng-geleng kepala, lalu mendorong lebih kuat, hingga Calista berteriak kegirangan.
Setelah puas di ayunan, Calista meloncat turun dan langsung menuju prosotan. Tanpa memperdulikan celana jeans-nya yang basah kuyup, ia naik dan meluncur turun, tertawa lagi seakan dunia hanya miliknya.
Evan menyandarkan tubuh di tiang ayunan, menatapnya sambil menggeleng pelan. Tapi tanpa ia sadari, bibirnya melengkung membentuk senyuman kecil. Sesuatu di dalam dirinya mulai meresap. Sebuah rasa asing, hangat, yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Epan ngapain diem aja?" Calista tiba-tiba berdiri di depannya, wajahnya penuh air hujan dan tawa yang tak kunjung hilang.
"Ayo main." Calista menarik lengan Evan berusaha membuat laki-laki besar itu bergerak
“Nggak Ca, lu aja yang main. Gue tunggu sini,” Evan berusaha mencari alasan, meski ia tahu percuma.
Calista mendengus dengan bibir yang mencebik, ia berusaha menarik tangan Evan lagi.
"Ayo main Epan, kan kamu juga udah basah. Ngapain nggak sekalian main, cuma berdiri di situ nyamar jadi tiang ayunan emang seru?" Calista menggeleng cepat.
"Nggak seru kan? lebih seru main sama aku daripada sama tiang," imbuh Calista bahkan sebelum Evan sempat mejawab.
"Yang mau main sama tiang siapa Ca? ngaco aja Lu," ketus Evan sambil mengusap wajah yang basah oleh hujan.
"Makanya, main sama aku," rengek Calista, kali ini gadis itu mengayunkan tubuhnya dengan wajah memelas mirip kucing.
Evan pasrah. "Lu bener-bener kayak anak kecil, tau nggak?"
“Dan kamu jadi bapaknya, hahaha! Ayo cepet, aku hitung sampe tiga!”
Mereka akhirnya berlari-larian di tengah hujan. Calista tertawa kencang, sesekali menoleh untuk memastikan Evan masih mengejarnya. Evan, meskipun basah kuyup dan merasa bodoh karena melakukan ini, mendapati dirinya ikut tertawa. Rasanya ringan, seperti semua beban hidup yang biasanya menghimpitnya hilang untuk sementara.
"Kejar aku Epaaan..!!" Teriak Calista lantang di bawah hujan.
Evan tersenyum lebar, mulai mengayunkan langkannya lagi. Hujan rintik-rintik membasahi taman bermain yang sepi, menciptakan genangan kecil di atas permukaan lantai berlapis karet berwarna-warni. Dua orang dewasa itu berlarian seperti anak kecil, tawa mereka bersahutan memecah kesunyian. Calista, dengan rambut basah menempel di wajah, bersembunyi di balik perosotan merah yang licin, sementara Evan berusaha mengejarnya dengan langkah hati-hati agar tidak terpeleset.
Ayunan logam di samping mereka berderit pelan tertiup angin, tali-tali ayunannya bergoyang kosong seperti ikut bermain bersama. Sesekali, Calista meloncat keluar dari persembunyian, melewati jembatan kayu kecil yang menghubungkan dua menara permainan, dan Evan mengejarnya sambil terkekeh, pakaiannya sudah basah kuyup. Taman itu, dengan warna-warna cerah yang semakin pudar di bawah hujan, menjadi saksi keseruan sederhana dua manusia yang melupakan dunia untuk sejenak, hanya fokus pada tawa dan derasnya hujan yang mengguyur mereka.Calista tiba-tiba berhenti dan menatap Evan yang berdiri tak jauh darinya, napasnya tersengal karena lelah.
"Stop dulu, capek." Calista memegangi pinggang, dengan sedikit menunduk mengatur nafasnya yang mulai habis.
Evan tidak menjawab. Ia hanya menatap gadis di depannya, yang berdiri di tengah hujan dengan senyum selebar dunia. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya bagaimana seorang Calista bisa membuat dunianya yang kaku dan penuh rutinitas terasa lebih hidup hanya dengan momen sederhana seperti ini.
Dan untuk pertama kalinya, Evan menyadari bahwa kebahagiaan tidak selalu rumi, tidak selalu harus dengan sesuatuyang besar. Kadang, kebahagiaan itu sesederhana tawa seorang gadis bawel yang bermain hujan di taman. Evan mengayunkan langkahnya pelan menghampiri Calista yang berputar-putar pelan menikmati hujan seperti artis india.
"Habis ini lu yang tanggung jawab kalo gue masuk angin, ya," ucapnya akhirnya, meski sudut bibirnya terangkat membentuk senyum.
“Deal! aku beliin Epan teh anget!” jawab Calista sambil menggenggam tangannya erat, menariknya menuju prosotan lagi.
Di tengah tawa dan hujan yang tak kunjung reda, Evan akhirnya mulai menikmati detik-detik kecil bersama Calista, sesuatu yang ia tahu akan sulit ia lupakan. Kebersamaan yang sebentar lagi akan hilang, karena sesuai perjanjian mereka hanya kan pacaran tiga bulan saja.
"Ayo pulang, ajak Evan sembari menari tangan Calista.
"Bentar lagi please," mohon Calista sambil mengatupkan tangannya.
Evan menggeleng keras. Bibir calista sudah biru pucat, tubuhnya juga terasa dingin. Gadis itu sudah pasti kedinginan, tapi tetap saja ngeyel. Evan tak mendengarkan calista lagi, pria itu menarik tangan Calista berjalan ke bawah pohon besar dimana Evan memarkirkan motornya.
"Epaan ... aku masih mau main," rengek Calista.
"Nggak, cukup. Lu udah kedinginan Ca!" tegas Evan tak terbantah, jika Evan sudah pakai nada itu Calista tak berani membantah.
Gadis itupun dengan patuh naik ke motor Evan, mereka kembali melanjutkan perjalanan ketempat pengisian bensin dimana Calista biasa turun.
"Gue anterin sampai kos," ucap Evan yang lebih terdengan seperti perintah.
"Nggak, di POM kayak biasanya aja," tolak Calista cepat.
"Tapi ini ujan Calista, Lu juga mengigil kayak gitu. Gue anterin sampe kos biar lu bisa langsung bersih-bersih."
"Nggak usah, toh aku udah basah. Nggak apa-apa turun di tempat biasa aja," kekeh Calista menolak.
"Gue anterin Ca, lu nggak usah bantah!"
"Aku lompat di sini kalau Epan nggak turunin aku di POM!" ancam Calista.
Evan hanya diam, melirik sekilas calista dari kaca spion motor. Evan yakin Calista tidak mungkin melakukan hal gila itu hanya untuk hal sepele seperti ini, tapi Evan salah. Calista mulai bergerak bahkan membuat motor yang mereka tumpangi hampir oleng.
"Oke .. oke gue turuni di POM. Lu duduk yang anteng, jangan gerak-gerak terus," tukas Evan. Calista pun kembali duduk tenan sepanjang perjalanan mereka hanya diam, dan Evan semakin penasaran dengan kos Calista.
kpn Evan tahu tentang Calista
ini yg di umpetin Caca ttng keluarganya yg buruk rupa buruk hati buruk kelakuan jg.
lalu paman nya Calista mna knpa gk ada yg belain Calista
kasian km cal Malang sekali nasib km udah mah kurang tidur blum LG harus kuliah semoga km sehat selalu ya cal
kan jadinya kehilangan jejaknya Caca