Semasa Joanna kecil ia tidak pernah menyukai kehadiran anak-anak laki-laki yang tinggal satu rumah dengannya. Namun, ketika duduk dibangku SMA Joanna merasa dirinya merasakan gejolak aneh. Ia benci jika Juan dekat dengan orang lain. Ia tidak bisa mengartikan perasaannya pada laki-laki itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnettasybilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
05 : Aku menyukainya
...- happy reading -...
...***...
"Tck! gue ga tau rumah dia dimana." Sisil bersandar sembari bersidekap dada.
"Ga, lo tau ga? Lo kan lambe turah njir, tanya kek ke temen temen lo." Sisil mendorong bahu Helga membuat gadis itu menatap sinis Sisil.
"Iya deh bentar gue tanyain dulu ke temen temen gue, siapa tadi namanya? Juan ya?" Helga mengeluarkan ponselnya lalu mulai mengetik sesuatu disana.
"Ga usah, biar gue yang nganter dia pulang."
Semua anak Girlvy tercengang. Joanna mau repot repot mengantar adik kelas? Rasanya mustahil. Ia begitu terkenal dingin kepada semua orang terlebih jika menyangkut rasa kepedulian seperti ini—jarang terjadi.
"Hah.. lo serius? Lo ga kesambet, kan?" tanya Sisil tak percaya.
"Bacot lo semua! Lagian emang lo pada bisa nganter dia? Gue bawa mobil, lebih gampang. Sekarang bantu angkat dia ke mobil."
"Anjir, lo tau alamat rumahnya?" Joanna menghentikan langkah kakinya sejenak, lalu berbalik.
"Ga, kalo lo udah dapet alamatnya, kirim ke line gue." Joanna kembali melanjutkan langkahnya, menyisakan Laras yang masih terdiam.
***
Juan membuka matanya perlahan. Ia melihat ke sekelilingnya sembari memegang kepalanya yang terasa berat dan pusing. Ternyata ia berada di kamarnya. Namun pandangan nya terhenti tepat di samping pintu kamarnya, Joanna berdiri di sana sembari menatapnya, tatapan datar.
"Kak?"
"Jangan deketin Laras."
Pintu tertutup cukup kencang, menyisakan Juan yang melongo heran. Ada apa dengan kakak nya itu? Memangnya siapa yang mendekati Laras?
Dengan langkah pelan Juan bangkit dan berjalan ke arah meja nakas. Ada sandwich dan susu strawberry kesukaan nya disana. Kemudian ia tersadar bahwa hari sudah gelap, jam menunjukkan pukul delapan malam. Tanpa menunggu lama, Juan segera memakan sandwich itu. la merasa sangat lapar karena hanya makan sedikit siang tadi.
***
Esok harinya
Pagi sudah tiba, keluarga kecil itu nampak sedang sarapan di iringi pembicaraan ringan, walaupun Joanna tidak ikut berbicara.
"Joanna, hari ini tolong kamu antar Juan ya," ucap Bunda nya.
Joanna hanya diam lalu kembali melanjutkan makan nya.
"Joan? Tadi bunda ngomong apa?"
Ayah menatap Joanna tegas, rasanya ia mulai geram karena Joan selalu pasif. Juan yang merasa situasi mulai memanas hanya terkekeh pelan.
"Gapapa ko Yah, Juan bisa berangkat sendiri."
Juan melirik Joanna. Joanna segera berdiri dan mengambil tasnya, ketiganya terdiam menatap kepergian Joanna. Namun baru sampai di ambang pintu, Joan berbalik dan menatap Juan datar.
"Lo mau berangkat sendiri?" Mendengar itu Juan tersenyum senang lalu mengambil tasnya dan menyusul Joanna.
"Aku sama kakak berangkat duluan ya Bun, Yah."
Sepuluh menit kemudian—
Mobil berwarna hitam itu memasuki wilayah sekolah, seperti biasa Juan diturunkan cukup jauh dari gerbang sekolah.
"Kak? Gak bisa sampai dalem aja ya? Sebentar lagi bel sekolah, aku takut ga keburu sampai."
Joanna melihat banyak siswa yang berlarian menuju gerbang sekolah, sudah dipastikan mereka juga tak ingin telat.
"Temen lo banyak. Keluar..." ucap Joanna ketus.
Juan menghela nafas kasar lalu keluar dari mobil itu, ia menatap mobil milik Joanna yang segera menancapkan gasnya. Sadar tak punya banyak waktu, Juan pun segera berlari menuju sekolahnya.
Joanna melihat ke arah spion mobilnya dimana Juan berlari sekuat tenaga agar tidak telat, namun tanpa niat berhenti Joanna justru menambah kecepatan mobilnya. Juan melihat pintu gerbang akan ditutup, ia mempercepat langkahnya namun nahasnya ia tidak keburu sampai ke gerbang.
"Pak.. tolongin saya pak. Kali ini aja, ya? Bapak kan tau saya ga pernah telat." Juan mengatur nafasnya yang terasa sesak, kakinya juga memanas akibat berlari terlalu kencang.
"Aduh dek Juan, mending baris sama yang lain aja ya? Lagian tumben banget kesiangan."
Juan terdiam lalu ikut berbaris bersama murid lain nya. Hingga kini dirinya berada di lapangan, hukuman berlari tiga kali keliling lapangan. Sementara di koridor--Laras, Joanna, Sisil dan Melisa tampak berjalan menuju pinggir lapangan. Hari ini kelasnya ada ulangan Kimia dan kelas dibagi dua, absen awal giliran di luar.
"Eh, itu bukannya anak yang kemaren?" tanya Melisa.
"Hah, mana dah?" tanya Sisil bingung.
"Itu tuh yang lagi lari, barisan ke tiga, paling ganteng deh pokoknya." Tunjuk Melisa ke arah Juan berada.
"Oh, Juan?" tanya Laras.
"Ciee, kok lo tau sih namanya? Jangan jangan—" Sisil menyenggol lengan Laras sembari menaik turunkan alisnya.
"Mana ada," ucap Laras dengan senyum tipis terukir di wajahnya.
"Ngapain ya dia disana?" tanya Sisil.
"Makan bakso, ya dihukum lah bego," balas Melisa.
"Itu mah gue juga tau, maksud gue kenapa bisa di hukum."
"Paling jug—"
"Dia telat, gak usah pada bacot mending ke kantin." Joanna meninggalkan ketiga teman nya disusul oleh Laras.
"Mel, kok Joan bisa tau sih?" bisik Sisil.
"Mana gue tau, ngikut aja lah." Lalu keduanya pun mengikuti Joanna dan Laras.
***
Juan terengah engah sembari membungkuk meletakkan kedua tangan nya di lutut. Lalu sebuah tangan terulur dengan botol air mineral di tangan nya. Ia mendongak, melihat wajah tak asing itu menatapnya. Segera ia berdiri tegak.
"Kak Laras..."
Laras segera menarik tangan Juan dan meletakan air mineral itu ke telapak tangannya.
"Ambil, gue tau lo capek." Laras duduk di kursi pinggir lapangan lalu di susul oleh Juan segera meneguk airnya karena merasa sangat haus.
"Kok Kakak tau aku lagi di hukum?"
"Tadi gue ga sengaja liat lo. Ngomong-ngomong santai aja kalo sama gue, manggil lo gue juga gapapa." Juan menganggukkan kepalanya.
"Eh kak, gue buru buru ke kelas ya? Belum naruh tas nanti hukuman nya tambah parah lagi. Btw thanks minuman nya."
Juan berlari menuju kelasnya, tidak sadar Laras tersenyum menatap punggungnya yang menjauh. Sesampainya di kelas, Juan langsung dihampiri ketiga teman nya.
"Eh ko ga ada guru?" tanya nya bingung.
"Lo kemana aja Ju? Bu Wati tadi cuma ngasih tugas terus keluar lagi, katanya mau ada seminar. Syukur syukur dia belum sempet ngabsen," ujar Saka.
"Tadi gue telat jadi dihukum dulu." Juan berjalan menuju kursinya dan meletakkan tasnya di samping tas Yuda.
"Tumben banget lo telat," ucap Yuda.
"Kan kemarin gue demam, terus semalem gak bisa tidur jadinya kesiangan." Alibi Juan, tapi tidak sepenuhnya salah sih. Akibat pingsan beberapa jam, ia tidak bisa tidur lagi malamnya.
"Yaudah mending kerjain tugasnya." Mereka pun duduk di tempat masing masing.
***
"Lo deket sama Juan?" Wajah dingin Joanna menatap Laras yang memasang raut datar.
"Tumben lo kepo? Kenapa, lo suka sama dia?" tanya Laras balik.
"Ngaco lo, gue cuma nanya kali." Laras menyenderkan tubuhnya di tempat duduknya, ia memang duduk dengan Joanna.
"Waktu itu gue ketemu sama dia di depan Indomaret gak jauh dari komplek perumahan lo. Dia lagi jongkok sambil nunggu hujan reda, jadi gue kasih payung aja." Joanna memicingkan matanya.
"Pas lo ke basecamp basah kuyup?" Laras menganggukkan kepalanya.
"Awalnya gue bantuin dia gara gara gue liat seragam sekolahnya sama. Tapi ternyata dia ganteng, manis juga." Laras tersenyum tipis.
"Jarang-jarang sekolah kita ada anak cowok seganteng dia."
Joanna terdiam, matanya menatap ke arah jam di kelasnya dimana sebentar lagi bel pulang berdering, jam terakhir dikelasnya kosong.
Bisa di tebak seramai apa keadaan kelasnya saat ini. Ia menatap Laras yang tersenyum melihat tingkah konyol Helga menari nari di atas meja sembari menyetel lagu yang viral di tiktok belakangan ini.
"Jadi, lo suka sama dia?" tanya Joanna.