Raka adalah seorang pemuda biasa yang bermimpi menemukan arti hidup dan cinta sejati. Namun, perjalanan hidupnya berbelok saat ia bertemu dengan sebuah dunia tersembunyi di balik mitos dan legenda di Indonesia. Di sebuah perjalanan ke sebuah desa terpencil di lereng gunung, ia bertemu dengan Amara, perempuan misterius dengan mata yang seakan memiliki segudang rahasia.
Di balik keindahan alam yang memukau, Raka menyadari bahwa dirinya telah terperangkap dalam konflik antara dunia nyata dan kekuatan supranatural yang melingkupi legenda Indonesia—tentang kekuatan harta karun kuno, jimat, serta takhayul yang selama ini dianggap mitos.
Dalam perjalanan ini, Raka harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk rasa cintanya yang tumbuh untuk Amara, sembari berjuang mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik cerita rakyat dan keajaiban yang mengikat mereka berdua. Akan tetapi, tidak semua yang bersembunyi bisa dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ihsan Fadil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25: Jejak Artefak yang Disembunyikan
Langit pagi itu mendung, seakan memprediksi perjalanan berat yang akan dilalui oleh Amara, Raka, dan Arjuna. Mereka baru saja meloloskan diri dari kelompok bayangan organisasi rahasia yang mencoba merebut Kristal Penjaga. Namun, mereka tahu bahwa ini hanyalah awal dari konflik yang lebih besar.
Dengan peta baru yang mereka dapatkan dari kolam cermin, tujuan mereka adalah sebuah gunung tinggi yang puncaknya diselimuti awan tebal. Gunung itu, berdasarkan legenda yang disebutkan di peta, menyimpan rahasia besar—artefak kuno yang memiliki kekuatan untuk mengubah tatanan dunia.
“Kita harus bergerak cepat,” kata Raka sambil memeriksa peta. “Jika organisasi rahasia tahu tentang gunung ini, mereka mungkin sudah dalam perjalanan ke sana.”
Arjuna mengangguk. “Mereka tidak akan berhenti sampai mendapatkan apa yang mereka inginkan. Kita harus menemukan artefak itu duluan.”
Amara menggenggam Kristal Penjaga di tangannya. Cahaya redup dari Kristal itu seakan memberi mereka arahan, tapi tidak cukup jelas untuk memastikan langkah-langkah berikutnya.
“Bagaimana kita tahu kalau ini bukan jebakan lagi?” Amara bertanya.
“Kita tidak tahu,” jawab Arjuna dengan tegas. “Tapi kita tidak punya pilihan lain.”
Perjalanan Menuju Gunung
Perjalanan menuju gunung itu penuh dengan tantangan. Mereka harus melewati lembah berbatu yang curam dan menyeberangi sungai dengan arus deras. Setiap langkah terasa seperti ujian fisik dan mental.
Di tengah perjalanan, mereka tiba di sebuah hutan yang tampak lebih gelap dan lebih sunyi dibandingkan hutan yang sebelumnya mereka lalui. Udara di sekitar mereka terasa dingin, meskipun matahari sudah mulai naik di langit.
“Ada sesuatu yang aneh di sini,” kata Amara sambil memandang sekeliling.
“Aku juga merasakannya,” jawab Raka. “Seperti ada yang mengawasi kita.”
Mereka melangkah lebih hati-hati, memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. Namun, saat mereka melewati pohon besar dengan akar-akar yang menjalar di tanah, Kristal Penjaga di tangan Amara mulai bersinar lebih terang.
“Lihat ini,” seru Amara.
Cahaya dari Kristal itu tampaknya menarik perhatian mereka ke sebuah celah di antara bebatuan besar di sisi hutan. Di sana, mereka menemukan pintu masuk ke sebuah lorong yang tersembunyi, dihiasi dengan ukiran kuno.
“Ini pasti bagian dari petunjuk,” kata Arjuna sambil mengamati ukiran itu. “Tapi kita harus berhati-hati. Mungkin ini jebakan.”
Mereka memasuki lorong itu dengan hati-hati. Dindingnya penuh dengan ukiran yang menggambarkan kisah-kisah kuno tentang dewa-dewi Nusantara, pertempuran epik, dan artefak yang dianggap memiliki kekuatan untuk menciptakan atau menghancurkan dunia.
“Apa ini?” tanya Raka, menunjuk pada ukiran yang menunjukkan seorang pria memegang sebuah benda bercahaya.
Amara membaca tulisan di bawah ukiran itu. “Hanya yang berhati murni yang dapat mengungkap jejak artefak.”
“Murni? Apa maksudnya?” Raka bertanya.
Arjuna berpikir sejenak. “Mungkin ini berarti kita harus mengesampingkan niat jahat atau ambisi pribadi. Artefak ini mungkin tidak bisa disentuh oleh mereka yang memiliki hati yang tidak bersih.”
Mereka melanjutkan perjalanan melalui lorong itu hingga akhirnya mencapai sebuah ruangan besar. Di tengah ruangan, terdapat sebuah podium dengan simbol-simbol kuno yang bersinar redup.
“Ini pasti petunjuk berikutnya,” kata Amara sambil mendekati podium itu.
Namun, saat ia menyentuh podium, ruangan itu mulai berguncang. Dari bayang-bayang di dinding, muncul makhluk besar berbentuk seperti patung, dengan mata yang bersinar merah.
“Penjaga,” desis Arjuna sambil menghunus pedangnya.
Makhluk itu mengeluarkan suara gemuruh yang menggema di seluruh ruangan. “Hanya mereka yang layak yang dapat melanjutkan perjalanan. Tunjukkan ketulusan hatimu, atau hadapi kehancuran.”
Ujian Ketulusan
Makhluk itu tidak langsung menyerang, tetapi berdiri di depan mereka, seakan menunggu mereka melakukan sesuatu.
“Apa maksudnya dengan ketulusan hati?” tanya Raka sambil melihat sekeliling.
Amara memandang makhluk itu dengan serius. “Mungkin kita harus menunjukkan niat kita sebenarnya. Artefak ini bukan untuk kekuasaan atau keuntungan pribadi. Kita ingin melindungi dunia dari mereka yang berniat jahat.”
Ia melangkah maju dan berbicara kepada makhluk itu. “Kami tidak ingin menyalahgunakan artefak ini. Kami hanya ingin menjaganya agar tidak jatuh ke tangan yang salah.”
Makhluk itu tampak mempertimbangkan kata-kata Amara. Namun, mata merahnya tetap bersinar terang, seakan masih meragukan ketulusan mereka.
Arjuna mendekati Amara dan berkata dengan pelan, “Mungkin ini bukan tentang kata-kata, tapi tindakan.”
Amara mengangguk. Ia mengeluarkan Kristal Penjaga dan meletakkannya di atas podium. Saat Kristal itu menyentuh permukaan podium, cahaya terang memancar ke seluruh ruangan.
Makhluk itu akhirnya menunduk dan berkata, “Ketulusan kalian telah terbukti. Lanjutkan perjalanan kalian, tetapi ingat, ujian ini belum berakhir.”
Jejak Baru
Setelah makhluk itu menghilang, podium membuka jalan ke sebuah lorong lain. Di dalam lorong itu, mereka menemukan peta baru yang lebih rinci, menunjukkan jalur menuju puncak gunung.
“Ini dia,” kata Raka. “Kita semakin dekat.”
Namun, peta itu juga menunjukkan tanda bahaya di beberapa titik. “Sepertinya ada lebih banyak rintangan di depan kita,” kata Arjuna sambil mengamati tanda-tanda itu.
Dengan peta baru di tangan, mereka melanjutkan perjalanan. Mereka keluar dari lorong itu dan melanjutkan pendakian menuju puncak gunung.
Rintangan di Jalur Gunung
Perjalanan menuju puncak menjadi semakin sulit. Mereka harus melewati jurang yang dalam dan mendaki tebing curam dengan peralatan seadanya. Setiap langkah terasa seperti perjuangan hidup dan mati.
Di tengah perjalanan, mereka menemukan tanda-tanda bahwa mereka tidak sendirian. Ada jejak kaki lain di tanah, dan beberapa bekas api unggun yang masih hangat.
“Organisasi itu pasti sudah dekat,” kata Raka dengan nada khawatir.
“Kita harus mempercepat langkah,” jawab Amara.
Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, mereka dihadang oleh sekelompok orang bersenjata. Orang-orang itu mengenakan pakaian hitam dan membawa senjata modern, berbeda dengan organisasi rahasia yang mereka temui sebelumnya.
“Siapa kalian?” tanya Amara dengan tegas.
Pemimpin kelompok itu, seorang pria berambut abu-abu dengan bekas luka di wajahnya, tersenyum dingin. “Kami adalah mereka yang menjaga keseimbangan. Dan kalian melanggar batas yang tidak seharusnya dilanggar.”
“Kami tidak ingin konflik,” kata Arjuna sambil mengangkat tangannya. “Kami hanya mencari artefak untuk melindunginya.”
Pria itu tertawa. “Melindungi? Kalian pikir kalian bisa melindungi sesuatu yang bahkan tidak kalian pahami?”
Pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, kelompok baru ini ternyata bukan sekadar penjaga biasa. Mereka tampak memiliki kemampuan luar biasa, seakan dilatih secara khusus untuk menghadapi situasi seperti ini.
Setelah pertempuran yang sengit, Amara dan yang lainnya berhasil meloloskan diri. Namun, mereka tahu bahwa bahaya yang lebih besar masih menunggu di depan.
Puncak Harapan
Saat akhirnya mereka mencapai puncak gunung, mereka menemukan sebuah candi besar yang tersembunyi di balik kabut tebal. Di dalam candi itu, terdapat sebuah ruangan besar dengan ukiran-ukiran kuno yang menggambarkan sejarah artefak yang mereka cari.
Di tengah ruangan, sebuah peti batu besar berdiri dengan kokoh. Di atas peti itu, terdapat simbol yang sama dengan Kristal Penjaga.
“Inilah tempatnya,” kata Amara dengan penuh harapan.
Namun, saat mereka mendekati peti itu, suara langkah kaki terdengar dari belakang. Mereka berbalik dan melihat pemimpin organisasi rahasia itu berdiri di pintu masuk candi, dengan senyum licik di wajahnya.
“Sepertinya kalian bekerja keras untuk sampai ke sini,” katanya. “Tapi sayangnya, perjalanan kalian berakhir di sini.”
Pertempuran terakhir di puncak gunung pun dimulai, dengan takdir artefak kuno yang dipertaruhkan.