SEKUEL dari Novel ENGKAU MILIKKU
Biar nyambung saat baca novel ini dan nggak bingung, baca dulu season 1 nya dan part khusus Fian Aznand.
Season 1 : Engkau Milikku
Lanjutan dari tokoh Fian : Satu Cinta Untuk Dua Wanita
Gadis manis yang memiliki riwayat penyakit leukemia, dia begitu manja dan polos. Mafia adalah satu kata yang sangat gadis itu takuti, karena baginya kehidupan seorang mafia sangatlah mengerikan, dia dibesarkan dengan kelembutan dan kasih sayang dan mustahil baginya akan hidup dalam dunia penuh dengan kekerasan.
Bagaimana jadinya ketika gadis itu menjadi incaran sang mafia? Sejauh mana seorang pemimpin mafia dari organisasi terbesar mengubah sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ciuman Itu Kembali Dirasakan
“Berapa hari kamu di Indonesia?” tanya Sean.
“Mungkin 5 hari uncle.”
“Tidak usah menginap di hotel, kamu tidur saja di rumah ini, sekalian kita bisa saling sharing mengenai bisnis.”
“Apa itu tidak memberatkan?”
“Tidak sama sekali.”
Gavino akhirnya setuju untuk tinggal di rumah Sean, selain ingin mengunjungi Sean dan Sonia yang telah berjasa dalam hidupnya, Gavino juga ingin menemui Zoya karena pria itu sudah sangat merindukan gadis incarannya selama ini.
Gavino tidur di kamar tamu yang ada di lantai bawah, suasana makan malam kali ini sangat ceria, mulai dari Zeline yang cerita banyak hal dan Zay yang menggerutu karena lelah mencari Zoya dan Zoya yang sibuk dengan makanannya bersama Sonia.
“Kata teman-temanku, Aditya itu redflag total, kamu nggak usah dekat-dekat sama dia Zee.” Mendengar nama Aditya, Zeline terkesiap.
“Aditya?” ulang Zeline.
“Iya, kenapa ekspresi kamu begitu dek?” tanya Zay.
“Ah nggak papa, aku juga punya kenalan namanya Aditya.”
“Kenalan kamu mungkin bukan Aditya yang ini Zeline.” sanggah Zay.
“Aku nggak ada hubungan apa-apa kok sama dia, dia aja yang gila, ngajak kenalan terus ngajak pulang bareng, aku nggak mau eh malah dipaksa, sakit jiwa tu orang kayaknya.” Jelas Zoya yang membuat rahang Gavino mengeras, dia bisa melihat kalau wajah Zoya terdapat luka.
Zeline sudah cemas dari tadi, dia yakin kalau Aditya yang mendekati Zoya adalah Aditya yang dia kenal juga.
“Besok papa akan ke kampus kamu untuk menemui dia.”
“Jangan pa.” Larang Zeline, semua orang kini menatap Zeline dengan heran.
“Kenapa? Kamu aneh banget dari tadi dek.” timpal Zoya.
“Gini loh, kan kakak tadi bilang dia sakit jiwa, nanti kalo papa di apa-apain sama dia gimana? Aku nggak mau lah.” Sebenarnya yang Zeline takutkan itu bukan Sean akan diapa-apakan, melainkan nanti semua keluarganya bakalan dalam masalah karena berurusan dengan Zeline.
Contohnya saja ketika Aditya marah padanya, Aditya malah menargetkan Gaby, Zeline hanya takut jika keluarganya ikut ditargetkan oleh pria gila itu.
“Benar yang Zeline bilang, udahlah Sean, kalau dia macam-macam lagi, baru kita bertindak.” Ujar Sonia.
Selesai makan malam, mereka bersantai dan saling berbincang ringan, Zoya dan Zeline kini sedang berada di dapur, dia ingin memberitahu Zoya mengenai Aditya, dia takut jika Aditya akan mencelakai Zoya juga.
“Kak, apa Aditya yang kamu kenal itu dia?” Zeline memperlihatkan foto Aditya pada Zoya dan Zoya mengangguk.
“Loh kamu kenal juga dek?”
Zeline memeluk erat kakaknya, dia sangat takut jika Zoya berurusan dengan Aditya.
“Jangan nangis Zeline.”
“Dia itu jahat tau kak, aku nggak mau kakak di apa-apain sama dia.” Zoya menghapus air mata adiknya.
“Kamu tenang aja Zeline, kakak bisa jaga diri kok.” Zoya kembali memeluk Zeline.
“Kakak ke wc dulu ya, sakit perut.” Zeline mengangguk, dia duduk sendirian di meja makan lalu Gavino mendekati Zeline karena dari tadi dia mendengar apa yang dikatakan oleh Zeline pada Zoya.
“Zeline.”
“Hah? Iya kak.”
“Apa yang kamu sembunyikan mengenai Aditya itu?” tanya Gavino to the point pada Zeline, gadis itu jadi gelisah.
“Nggak ada kok.”
“Dengar, aku sudah banyak berurusan dengan manusia kejam selama ini, aku yakin kalau kamu sedang menyembunyikan sesuatu mengenai Aditya, katakanlah padaku, aku akan membantumu.” Setelah beberapa kali meyakinkan Zeline, akhirnya gadis itu menceritakan semuanya pada Gavino tanpa ada yang dia tutupi.
Gavino semakin emosi mendengar penjelasan dari Zeline dan apa yang menimpa Gaby.
“Dia psikopat kak, aku takut kalau kakakku akan diperlakukan sama seperti Kak Gaby.” tangis Zeline pada Gavino, Gavino merangkul Zeline dalam pelukannya.
“Kamu tenang aja, aku akan mengatasi Aditya.”
“Kakak yakin? Dia seorang psikopat kejam lo kak.”
“Sebenarnya dia itu pengecut Zeline, buktinya saja ketika balas dendam padamu, dia melibatkan teman-temannya. Jika pria melawan wanita dengan menghancurkan harga diri si wanita berarti dia pecundang. Kamu tenang saja, kalau dia psikopat kejam, aku juga bisa menjadi psikopat senior untuknya.” Zeline tersenyum, dia seakan mendapatkan perlindungan dari Gavino.
“Mending kamu istirahat sana, aku mau bicara dengan Zee.” Zeline mengangguk dan pergi meninggalkan area dapur.
“Loh Zeline tadi kemana?” tanya Zoya pada Gavino.
“Udah ke kamar, ngantuk katanya.”
“Ooh kalo gitu aku ke kamar dulu ya.”
“Tunggu Zee, duduklah dulu sebentar.” Zoya duduk di samping Gavino, pria itu menyibakkan rambut Zoya yang menutupi wajahnya itu lalu mengecup singkat lebam yang ada di wajah Zoya.
Zoya memejamkan matanya, sangat rindu ia akan kecupan ringan Gavino di wajahnya, air mata Zoya meluncur tanpa aba-aba dan langsung dihapus oleh Gavin dengan ibu jarinya.
“Dia menyentuhmu berarti cari mati denganku.” tegas Gavino.
“Biarkan saja, aku sudah menghadapi dia Gavin, tidak perlu diperpanjang.”
“Apa kau merindukan aku?” tanya Gavino pada Zoya.
“Sangat Gavin.”
“Aku sengaja datang ke sini untuk menemui Zee, aku begitu merindukanmu, aku sudah melakukan berbagai cara untuk melupakanmu namun tak pernah berhasil.” Jujur Gavino pada Zoya.
“Aku juga merindukanmu Gavin, tapi aku terlalu takut untuk menjalin hubungan denganmu, aku tidak mau lagi ikut campur dengan mafia, kejadian Zain sudah cukup membuat aku menderita.”
“Ya aku mengerti Zee, aku juga tidak memaksamu, aku hanya ingin melepas rinduku padamu.” Zoya tersenyum.
“Oh iya, kamu kenal papa dimana? Kayaknya kalian akrab.” Gavino menceritakan siapa dirinya pada Zoya gadis itu membulatkan matanya tidak percaya kalau Gavino sang pemimpin mafia ini merupakan teman masa kecilnya dulu.
“Dunia sangat sempit ternyata, kenapa kamu tidak memberitahu aku saat kita di Amerika?”
“Aku ingin memberi kejutan padamu tapi tidak pernah bertemu waktu yang tepat.”
“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Gavin yang aku kenal dulu itu adalah kamu, hm ternyata kamu tumbuh menjadi pria yang sangat tampan ya.”
“Kau menggodaku?”
“Apa kau tergoda?”
“Jelas.” Mereka akhirnya saling tertawa, Gavino dan Zoya saling berbagi cerita di dapur hingga pukul 10 malam.
“Kamu istirahat sana, aku mau tidur, ada kuliah pagi besok.”
“Oke Zee, jangan lupa mimpiin aku.” Zoya mengangguk dan tersenyum, mereka sama-sama berdiri, Zoya yang sudah melangkah terlebih dahulu kini berbalik menghadap Gavin.
Gavin terdiam dan Zoya langsung menghapus jarak antara dia dan Gavin, kembali, Zoya mencium bibir yang selama ini dia rindukan.
Gavin menerimanya dengan senang hati, lumatan demi lumatan mereka lakukan, permainan lidah tak terelakkan, Gavino memang sangat merindukan hal ini dari Zoya, sudah sekian lama dia menahan namun kali ini akhirnya dia dapatkan, tangan Zoya mengalung indah di leher Gavino, ciuman mereka berlangsung selama beberapa menit.
Gavino menyatukan keningnya dengan kening Zoya, menghapus sisa saliva yang membasahi bibir Zoya dengan ibu jarinya.
“Aku mencintaimu Zee.” Gavin mengutarakan isi hatinya pada Zoya, namun Zoya hanya membalas dengan mencium kening Gavino lama lalu dia pergi menuju kamarnya meninggalkan Gavino sendiri di dapur.
...***...