Gus Shabir merasa sangat bahagia saat ayah Anin datang dengan ajakan ta'aruf sebab dia dan Anin sudah sama-sama saling menyukai dalam diam. Sebagai tradisi keluarga di mana keluarga mempelai tidak boleh bertemu, Gus Shabir harus menerima saat mempelai wanita yang dimaksud bukanlah Anin, melainkan Hana yang merupakan adik dari ayah Anin.
Anin sendiri tidak bisa berbuat banyak saat ia melihat pria yang dia cintai kini mengucap akad dengan wanita lain. Dia merasa terluka, tetapi berusaha menutupi semuanya dalam diam.
Merasa bahwa Gus Shabir dan Anin berbeda, Hana akhirnya mengetahui bahwa Gus Shabir dan Anin saling mencintai.
Lantas siapakah yang akan mengalah nanti, sedangkan keduanya adalah wanita dengan akhlak dan sikap yang baik?
"Aku ikhlaskan Gus Shabir menjadi suamimu. Akan kuminta kepada Allah agar menutup perasaanku padanya."~ Anin
"Seberapa kuat aku berdoa kepada langit untuk melunakkan hati suamiku ... jika bukan doaku yang menjadi pemenangnya, aku bisa apa, Anin?"~Hana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua
Kiai Samsudin menerima kehadiran Ghibran dengan senang hati. Begitu juga dengan sang istri. Saat ini mereka berempat sedang duduk di ruang tamu rumah pribadi pemilik pondok pesantren itu.
"Apa gerangan yang membuat Bapak Ghibran dan Ibu Aisha datang?" tanya Kiai Samsudin dengan ramah.
"Adapun maksud kedatangannya kami untuk melamar Gus Shabir, sebagai calon suami adik saya yang bernama Hana. Kiai, pasti sudah mengenal Hana, karena dia merupakan salah satu alumni pondok pesantren di sini," ucap Ghibran.
Kiai dan istrinya Fatimah saling pandang dan tersenyum. Mereka sepertinya terkejut dengan ucapan Ghibran. Mendadak datang untuk melamar sang putra.
"Pak Ghibran, zaman sekarang sudah maju. Tidak ada lagi yang namanya perjodohan. Kami senang sekali menerima lamaran dari Bapak dan Ibu. Tapi kami tidak bisa memutuskan menerima atau menolak, kami perlu bertanya dulu dengan anak kami," jawab Ibu Fatimah dengan ramah.
"Tentu saja, Bu. Kami juga mengerti dengan keputusan ini. Kami akan menunggu jawaban dari Bapak dan Ibu," balas Aisha.
Mereka berempat berbincang ringan tentang masalah kehidupan sebelum akhirnya Ghibran dan Aisha pamit.
"Bapak Ghibran dan Ibu Aisha, kami akan mengabari secepatnya tentang lamaran ini. Semoga kita bisa menjadi keluarga," ucap Kiai Samsudin. Sepertinya dia sangat menyukai lamaran ini.
Saat keduanya akan masuk ke mobil, mereka bertemu Gus Shabir. Pemuda itu menyalami Ghibran dengan hormat. Ghibran dan Aisha tampaknya sangat menyukai pria itu.
"Gus Shabir itu memang sangat tampan dan ramah. Pantas saja Hana menyukainya. Semoga saja dia menerima lamaran kita ini, Mas. Aku juga berkeinginan suatu hari Anin juga mendapat jodoh seperti pria itu," ucap Aisha.
"Putri kita belum mau menikah. Dia ingin mencapai cita-citanya dulu. Dari kecil dia telah berkeinginan menjadi seorang dokter. Semoga semua yang dia impikan bisa tercapai," balas Ghibran.
"Ya, Mas. Semoga kelak cita-citanya tercapai dan kelak akan mendapat jodoh yang sesuai," kata Aisha.
Saat ini Anin telah terdaftar sebagai salah satu mahasiswi di fakultas kedokteran sebuah universitas ternama. Dia telah menjalani masa kuliah. Gadis dari Ghibran dan Aisha itu harus kost karena universitas yang dia pilih berada di luar kota.
Setelah kepergian Ghibran dan istrinya, Gus Shabir masuk ke rumah dan melihat kedua orang tuanya yang sedang berbincang. Dia ikut nimbrung dengan duduk bersama.
"Abi, Umi, aku tadi bertemu Bapak Ghibran. Apa aku boleh tahu maksud dari kedatangan beliau?" tanya Gus Shabir dengan berhati-hati.
Kiai Samsudin dan Ibu Fatimah saling pandang dan tersenyum. Mereka lalu memandangi putra mereka.
"Pak Ghibran dan Ibu Aisha datang untuk melamar kamu," jawab Uminya Shabir.
"Umi, aku tidak sedang bercanda. Aku serius," balas Gus Shabir.
"Siapa yang bercanda Shabir. Umi berkata yang sesungguhnya. Apakah kamu bersedia menerima lamaran itu. Jika kamu bersedia, kami akan datang ke rumah mereka untuk menyampaikan semua ini. Jika kamu menolaknya, kami juga akan tetap datang untuk mengatakan semuanya."
"Aku bersedia, Umi," jawab Gus Shabir tanpa pikir panjang. Hal itu cukup membuat kedua orang tuanya heran dan terkejut. Di luar dugaan, tanpa bertanya putra mereka langsung bersedia.
"Jika kamu memang bersedia, kita datang ke rumah mereka besok atau lusa untuk mengatakan kesediaan kamu menerima lamaran ini," ucap Abinya Shabir yaitu Kiai Samsudin.
"Aku serahkan semuanya pada Abi dan Umi. Aku hanya tinggal siap untuk mengucapkan ijab kabul saja," balas Shabir dengan penuh keyakinan.
Jawaban Gus Shabir membuat kedua orang tuanya kembali tertegun. Tidak percaya jika putra mereka begitu antusiasnya menerima lamaran ini.
"Sepertinya kamu telah siap untuk menikah," ucap Kiai Samsudin.
"Usiaku tidak muda lagi. Telah memasuki dua puluh tujuh tahun. Aku rasa sudah cukup matang untuk berumah tangga," jawab Gus Shabir.
Mereka bertiga cukup lama mengobrol. Gus Shabir meminta pernikahannya nanti diadakan secara sederhana saja. Mengundang orang terdekat saja. Semua urusan dia serahkan pada Abi dan Uminya.
***
Dua hari kemudian kedua orang tua Gus Shabir datang ke rumah kediaman Ghibran. Kedatangan mereka di sambut dengan tangan terbuka.
Hana yang melihat kedatangan kedua orang tua Gus Shabir, merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Dia gugup.
Hana membuatkan minuman untuk abi dan umi-nya Shabir. Tidak lupa menyalami tangan mereka.
"Pak Ghibran, kedatangan kami untuk mengatakan jawaban dari Gus Shabir atas pinangan Bapak dan Ibu kemarin."
Kiai Samsudin terdiam sejenak. Dia tampak mengatur napas sebelum melanjutkan ucapannya. Ghibran dan Aisha menunggu jawaban dengan gugup. Begitu juga dengan Hana. Dia mendengarkan semua dari kamar.
"Setelah kami mengatakan pada Gus Shabir, dia bersedia menerima pinangan Bapak dan Ibu," ucap Uminya Shabir.
Ghibran dan Aisha langsung mengucapkan syukur. Begitu juga dengan Hana. Dia tak menyangka jika Gus Shabir langsung menerima pinangan dari abangnya. Air mata jatuh membasahi pipi Hana.
Kedua orang tua Shabir dan Ghibran langsung bicara tentang pernikahan. Dia juga mengatakan jika putra mereka meminta jangan ada pesta pernikahan yang mewah. Secara sederhana dan hanya mengundang kerabat terdekat.
Tidak ada lagi kata yang bisa Hana ucapkan selain rasa syukur. Cintanya bersambut. Dia pikir selama ini Gus Shabir tidak pernah melirik dirinya. Tenyata dia salah, mungkin saja dalam diam pria itu memperhatikan dirinya.
Pernikahan akan diadakan dua Minggu ke depan. Hana meminta pada Ghibran dan Aisha untuk menutupi siapa calon suaminya pada Anin. Dia ingin memberikan kejutan pada ponakannya itu.
***
Semua persiapan pernikahan di urus Ghibran. Keluarga kiai nanti hanya perlu datang di hari H pernikahan. Tidak banyak yang pria itu siapkan, karena pernikahan akan dilaksanakan di rumah, dengan akad diadakan di mesjid terdekat.
Hari ini semua tampak sibuk di rumah kediaman Ghibran. Semua bersiap-siap untuk pernikahan Hana. Wajah pengantin wanita tampak berseri, karena akan menikah dengan pria pujaan hati.
Anin saat ini sedang dalam perjalanan pulang. Dia minta izin tidak masuk kuliah dua hari. Jumat dan Sabtu besok.
"Siapa ya calon suaminya Aunty Hana? Kenapa semuanya kompak merahasiakan dariku," gumam Anin pada dirinya sendiri. Dia tidak sabar ingin melihat pernikahan aunty-nya.
***
NB. Syarat nikah di KUA ialah surat pernyataan hendak menikah (model N7). Apabila yang bersangkutan berhalangan hadir, dapat diwakilkan oleh wali atau orang lain. Mengganti biaya pencatatan sebesar Rp 30.000. Keterangan dispensasi yang dikeluarkan pengadilan apabila calon pengantin belum cukup umur. Jadi pengurusan surat nikah Shabir dan Hana diurus semua sama pengacaranya Ghibran.
...----------------...
jadikan itu menjadi dewasa,bijak dan sabar serta luas memaafkan,jgn lebai,egois dan kekanak kanakn
jdi ingat alm papamu saat menikahkanku, alm nangis terus😭😭