Novel ketiga Author septi.sari
Karya asli dengan ide alami!!
Anissa terpaksa menerima perjodohan atas kehendak ayahnya, dengan pria matang bernama Prabu Sakti Darmanta.
Mendapat julukan nona Darmanta sesungguhnya bukan keinginan Anissa, karena pernikahan yang tengah dia jalani hanya sebagai batu loncatan saja.
Anissa sangka, dia diperistri karena Prabu mencintainya. Namun dia salah. Kehadiranya, sesungguhnya hanya dijadikan budak untuk merawat kekasihnya yang saat ini dalam masa pengobatan, akibat Deprsi berat.
Marah, kecewa, kesal seakan bertempur menjadi satu dalam jiwanya. Setelah dia tahu kebenaran dalam pernikahanya.
Prabu sendiri menyimpan rahasia besar atas kekasihnya itu. Seiring berjalanya waktu, Anissa berhasil membongkar kebenaran tentang rumah tangganya yang hampir kandas ditengah jalan.
Namum semuanya sudah terasa mati. Cinta yang dulu tersususn rapi, seolah hancur tanpa dia tahu kapan waktu yang tepat untuk merakitnya kembali.
Akankan Anissa masih bisa bertahan??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 11
Dua wanita itu sontak menoleh bersama saat mendengar suara mobil Prabu tiba dihalaman rumah.
Menyadari kekasihnya baru saja turun, Ailin langsung melepaskan lenganya dari genggaman Anisaa dan langsung berlari menghambur kedalam pelukan Prabu.
Prabu sendiri terperanjat. Tidak biasanya Ailin bersikap manja seperti saat ini. Pandanganya sontak melemah. Tanganya terulur membelai surai indah sang kekasih, namun kedua netranya melekat pada wajah Anissa.
"Prabu...tolong bawa aku menemui pangeranku!! Ayo, Prabu!!" lirih Ailin yang hanya terdengar oleh kekasihnya saja.
Anissa~dia masih berdiri kaku ditempat, dengan pandangan lurus kedepan. Ingin sekali dia berlari kencang, pergi dari hadapan dua insan tersebut. Namun langkahnya terasa kelu, bagai tertanam oleh kenyataan.
"Ailin, tenanglah....aku ada disini!! Pangeranmu sudah tenang, jadi jangan terlalu sering kamu pikirkan!!"
Ailin menggeleng lemah. Kedua netranya berkaca, "2 hari lagi acara pernikahanku Prabu!! Bagaimana ini....dimana pangeranku, Prabu??"
Prabu hanya bisa menghela nafas pasrah. Sembari terus mengusap kepala sang kekasih. Tatapanya masih melekat kearah sang istri, yang hanya diam menatap kearahnya.
'Sadar Anissa, sadar!! Untuk apa kamu menangis. Ayolah...jangan menjadi cengeng didepan mereka!!'
Batin Anissa bersenandung, saat buliran bening yang semula menggumpal, kini luruh berjatuhan melewati rahang kerasnya. Dadanya berdesir nyeri melihat pemandangan yang begitu memekak kedua matanya. Sesak, perih, bahkan Anissa tidak tahu bagaimana caranya untuk membenci.
Helaan nafas yang terdengar berat, baru saja Anissa hembuskan bersamaan suara isakan kecil.
Detik kemudian, dia lalu membalikan badanya melenggang pergi dari sana.
Pandangan Prabu sontak menajam, saat melihat istrinya mulai berjalan masuk. Hingga dengan cepat, dia melerai pelukan Ailin, sambil berteriak.
"Anissa, tunggu.....!!"
Dan kebetulan, mbok Marni berjalan keluar, "Bawa Ailin masuk mbok!!"
Pelayan tua itu hanya mengangguk, dan langsung menghampiri gadis depresi itu.
Anissa menghentikan langkahnya sejenak. Hingga Prabu berhasil memotong jalan istrinya saat ini.
"Katakan, waktuku tidak hanya untuk mendengarkan semua celotehmu!!" tandas Anissa tanpa senyum manis terlukis. Raut wajah itu begitu dingin, bagai sebongkah batu yang baru keluar dari samudra.
"Gantilah pakaianmu. Ibu dilarikan kerumah sakit!! Mungkin beberapa hari kita akan bermalam di Jogja," sahut Prabu tak kalah dingin.
Setelah itu, Anissa hanya melirik sekilas dan langsung melenggang dari hadapan suaminya.
Sejujurnya, batin Anissa menejerit mendengar pernyataan bahwa wanita yang begitu menyayanginya lebih dari sang ibu tiri, kini terkapar lemah diatas ranjang inap.
*
*
*
~Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta~
Adik dari bu Laksmi, yakni bu Arum beserta sang putri~Ajeng, kini sudah duduk menunggu didepan ruang UGD dengan mbok Siti.
Mereka semua panik, karena penyakit yang diderita bu Laksmi tiba-tiba kambuh, hingga membuat mereka begitu khawatir.
"Apa mbok Siti sudah menelfon, Prabu??" cetus bu Arum sembari mengibaskan kipas klasiknya.
Mbok Siti lalu menoleh, sambil mejawab, "Sudah nyah!! Mungkin aden dan juga istrinya dalam perjalanan kesini."
Bu Arum terkejut. Dia lantas berdiri dengan menarik kipasnya, "Istri?? Prabu sudah menikah??"
Mbok Siti mengangguk sopan. Pengasuh bu Laksmi itu sejujurnya kurang suka dengan sifat adik dari majikannya. Seringkali bu Arum menindas seseorang, jika saja kastanya tidak sama dengan keluarganya.
Yang ditakutkan mbok Siti, jika nanti wanita tua itu akan melakukan hal yang sama pada istri Prabu.
"Menikah dengan siapa, mas Prabu mbok??" tanya Ajeng tak kalah penasaran.
"Saya juga kurang paham non. Yang jelas istrinya orang baik, karena selama saya disana dulu, nyonya muda memperlakukan saya dengan lembut!!" tandas Mbok Siti menekan kalimatnya.
Menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam, kini Prabu sudah sampai dihalaman rumah sakit.
Dia segera turun dengan Anissa dan langsung menuju tempat rawat bu Laksmi.
Ceklek!!
Semua orang langsung tertuju pada pintu, saat mendengar daun pintu itu tertarik.
Prabu yang masuk lebih dulu, sontak saja tanganya terulur kebelakang untuk menggenggam tangan istrinya. Entah apa alasanya, yang jelas dia tidak akan membiarkan Anissa merasa sendiri dihadapan keluarnya.
Anissa hanya menatap culas, saat tanganya ditarik Prabu masuk kedalam.
"Bagaimana keadaan, ibu??" Prabu begitu khawatir, saat melihat sang ibu yang masih belum sadar. Dia berjalan mendekat, dengan masih menggenggam tangan istrinya.
"Oh...ini istrimu??" cetus bu Arum memandang remeh kearah Anissa, "Kenapa menikah tidak mengundang bibi, Prabu??!" lanjut bu Arum yang sudah menatap sang keponakan.
Sejenak, fokus Prabu masih menatap kearah ibunya yang begitu pucat terbaring. Merasa terganggu, kemudian Prabu langsung melayangkan tatapan tajam kearah bibinya.
"Tidak ada yang perlu dimewah-mewahkan dalam acara sakral kita!! Jadi, untuk apa mengundang banyak tamu?!" balas Prabu menampakan raut tidak suka.
Bu Arum seketika langsung kincep. Dia begitu takut, jika sang keponakannya itu sudah bersuara. Mulut Prabu tidak hanya berbisa, tapi juga mengandung racun.
"Bagaimana jika Ailin tahu dengan pernikahanmu, mas?? Aku tidak bisa membayangkan, wanita lembut itu akan terluka karena ada wanita lain diantara kalian!!" sahut Ajeng sambil melirik sinis kearah Anissa.
Prabu menggeram, dia semakin mengeratkan genggamannya. Seolah melalui tangan itu, dia meyakinkan pada Anissa untuk tidak mendengar ucapan-ucapan kosong saat ini.
Anissa hanya terdiam. Dia semakin merasa bingung mengartikan perasaannya saat ini. Prabu mengakui dirinya dihadapan keluarga, tapi tidak jika dihadapan kekasihnya. Apa maksud pria arogan itu. Anissa benar-benar kalut dibuai perasaanya.
Genggaman tangan ini?? Anissa menatap kembali tanganya yang masih digenggam oleh sang empunya.
Akankah ini hanya sebuah sandiwara belaka?? Atau Prabu berkata yang sesungguhnya. Entahlah..
"Itu bukan urusanmu, Ajeng!! Ailin tidak ada sangkut pautnya dalam pernikahanku," tandas Prabu tanpa menatap sang sepupu.
Ceklek!!
Pintu terbuka kembali. Dan seorang perawat wanita masuk dengan senyum sopan.
"Maaf, untuk putra bu Laksmi harap ikut saya keruangan dokter. Karena ada hal yang akan dokter bicarakan!!"
Prabu menoleh kearah sang istri, "Tetap disini!!" lirihnya pada Anissa. Setelah itu dia melenggang keluar mengikuti perawat tersebut.
Anissa menatap bu Laksmi begitu lekat. Tanganya terulur untuk menaikan sedikit selimut bewarna coklat tersebut.
"Heh, siapa namamu?? Dan bagaimana kamu bisa diperistri oleh keponakan saya??" tanya bu Arum, sembari mengibaskan kembali kipas tanganya.
Anissa menoleh. Dia tersenyum culas, "Saya Anissa!!" jawabnya singkat, sambil mengulurkan tanganya.
Kedua netra wanita tua itu sejak tadi naik turun, seolah sedang mengamati penampilan Anissa, karena dia merasa jika Anissa bukan dari kalanganya.
Memang Anissa saat ini hanya memakai dress putih dengan corak bunga kecil yang menempel disetiap sisinya. Rambut yang terurai dengan pita besar dibelakangnya, dan juga tas selempang kecil yang menjadi tempatnya untuk menyimpan uang, rupanya kini hanya membuatnya dipandang sebelah mata oleh dua pasang mata didepanya.
Pahala Anissa sudah mengenakan pakaian terbaiknya saat ini. Wangi yang semerbak ditubuhnya, seolah tertutup oleh kasta dari dua orang yang berbeda generasi itu.
"Saya yakin, kamu pasti dari kalangan rakyat menegah!! Apa yang kamu telah perbuat, sehingga keponakanku mau menikahimu. Jangan-jangan...wanita sepertimu ini, hanya mengincar harta keluarga mbak Laksmi!!" cetus bu Arum tanpa mau menerima jabatan tangan Anissa.
Anissa lalu menarik lagi tanganya. Lenganya diusap lembut oleh mbok Siti, seolah melalui usapan itu bermaksud untuk membuat nona mudanya lebih tabah menghadapi dua manusia serigala itu.
"Maaf, saya kira saya tidak perlu menjawab pertanyaan anda!! Pertanyaan anda terlalu rendah untuk orang seperti saya!!" balas Anissa tersenyum hangat. Wajahnya sama sekali tidak ada takut-takutnya. Dia lebih tenang, dari dugaan sebelumnya.
Bu Arum semakin menggeram. Dia langsung melengos sembari mengipas wajahnya, karena ucapan Anissa berhasil membuatnya kepanasan.
"Kamu harap, dengan ucapanmu seperti tadi, dapat membuatku merasa kelu?? Jangan harap!! Kehadiranmu bagaikan ilalang, yang begitu merusak hubungan mas Prabu dengan Ailin!! Dan hanya wanita murahan, yang tega merusak kebahagiaan wanita lain!!" sahut Ajeng merasa tidak terima.
Anissa sontak bersidekap dada. Wajahnya masih tenang, namun kedua netranya mengintimidasi kedua orang didepanya.
"Apa anda tuli?? Bukanya suami saya sudah menjelaskan sebelumnya, bahwa saya ini ISTRI dari seorang Prabu. ISTRI SAH!! Saya tidak peduli dengan kehadiran wanita lain sebelumnya. Yang jelas, Prabu hanya menikahi saya. Bukan kekasihnya itu!! Jadi sebelum anda berbicara, pastika dulu mengerti hukum norma-norma kehidupan!!"
Ajeng meraup nafas dalam. Dia benar-benar tidak habis pikir, bahwa istri sepupunya begitu dapat bersikap tenang, meski disudutkan olehnya dan sang ibu.
Anissa menarik ujung bibirnya sekilas. Dia juga tidak menyangka, bahwa sikapnya dapat setegar seperti saat ini. Tidak mungkin dia akan diam jika tertindas. Sebisa mungkin, dia akan menjunjung tinggi mahkotanya, agar tidak terinjak oleh orang-orang toxic seperti dihadapanya.
✨🦋1 Atap Terbagi 2 Surga ✨🦋
udah update lagi ya dibab 62. nanti sudah bisa dibaca 🤗😍
alasan ibu mertua minta cucu, bkn alasan krn kau saja yg ingin di tiduri suamimu.
tp ya gimana secara suaminya kaya raya sayang banget kan kl di tinggalkan, pdhl mumpung blm jebol perawan lbih baik cerai sekarang. Anisa yg bucin duluan 🤣🤣. lemah
mending ganti kartu atau HP di jual ganti baru trus menghilang. balik nnti kl sdh sukses. itu baru wanita keren. tp kl cm wanita pasrah mau tersiksa dng pernikahan gk sehat bukan wanita keren, tp wanita lemah dan bodoh.
jaman sdh berubah wanita tak bisa di tindas.
yg utang kn bpk nya ngapain mau di nikahkan untuk lunas hutang. mnding #kabur saja dulu# di luar negri hidup lbih enak cari kerja gampang.
karena ini Annisa terkejut, bisa diganti ke rasa sakit seolah sembilu pisau ada di dadanya. maknanya, Annisa merasa tersakiti banget
setahuku, penulisan dialog yang benar itu seperti ini.
"Mas? Aku tak suka dengan panggilanmu itu Terlalu menjijikan untuk didengar, Annisa," ucap Parbu dingin dengan ekspresi seolah diri Annisa ini sebegitu menjijikan di mata Prabu.
Tahu maksudnya?
"BLA BLA BLA,/!/?/." kata/ucap/bantah/seru.
Boleh kasih jawaban kenapa setiap pertanyaan di dialog ada dobel tanda baca. semisal, ?? dan ?!. Bisa jelaskan maksud dan mungkin kamu tahu rumus struktur dialog ini dapet dr mana? referensi nya mungkin.
bisa diganti ke
Langkahnya terhenti tepat di ambang pintu kamar mereka (kamar Prabu yang kini menjadi kamar mereka)
Annisa mulai menyadari sikap dingin Prabu yang mulai terlihat (ia tunjukkan).
BLA BLA BLA, Annisa langsung diboyong ke kediaman Prabu yang berada di kota Malang.
dan kata di kota bukan dikota.
kamu harus tahu penggunaan kata 'di' sebagai penunjuk tempat dan kalimat