KEHADIRANMU MENGUBAH HIDUPKU bukan sedekar bicara tentang Cinta biasa namun tentang perjalanan hidup yang mereka lalui.
Diambil dari sebuah kita nyata perjalanan Hidup sebuah keluarga yang berasal dari keluarga miskin. Perselisihan dalam rumah tangga membuat Anak mereka yang baru lahir menjalani kehidupan tanpa seorang ayah. Sampai anaknya tumbuh dewasa. Perjalanan sebuah keluarga ini tidaklah mudah deraian air mata berbaur dalam setiap langkah mereka. Kehidupan yang penuh perjuangan untuk sebuah keluarga kecil tanpa adanya kepala keluarga. Mereka lalui dengan ikhlas hingga mereka menemukan kebahagiaan yang sedikit demi sedikit mereka dapatkan dan membuat mereka semua bahagia.
Bagaimanakah perjalanan kisahnya?
Ikuti terus Kisah ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SitiKomariyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Sidang
“ Bu Nina aku salah apa sampai tega sekali ibu memaki saya.”
“ Kamu bilang salah apa! Karena kamu Marni keributan ini terjadi.”
“ Seharusnya koreksi diri ibu sendiri, bagaimana ini bisa terjadi! Bukan menyalahkan orang lain sesuka hati."
“ Jangan ikut campur kamu Warni! Kau tahu apa?”
Iman dengan sigap melerai mareka bertiga. Lalu ibu nina dan pak dodo diminta oleh Pak lurah untuk duduk dikursi. Pak lurah mencoba menenangkan suasana agar permasalahan segera terselesaikan.
Pak lurah menasehati ibu nina dan pak dodo, jika perbuatan yang ia lakukan juga meresahkan warga. Jika mereka masih bersikeras dengan pendirian maka akan diusir dari kampung.
“ Tapi kami tidak bersalah pak Lurah! Kami tahu itu semua juga dari Sri, dia yang memberitahu kami semuanya."
“ Yang kalian lakukan itu salah, seandainya kalian yang merasakan apa yang dialami Marni. Apa kalian akan diam saja seperti Marni? Apa Marni pernah menyakiti kalian? Karena setahu saya Marni memang anak yang baik.”
“ Benar yang dikatakan pak lurah bu, pak. Tidak baik mengadu domba orang kesana kemari. Sebagai RT saya juga sudah pernah menegurmu. Coba kita tanyakan baik-baik pada keluara Marni. Kebetulan disini ada Turyo, dia kakak tertua Kusno, sedangkan Sri itu adik Turyo dan Kusno.”
Pak Lurah meminta Marni dan Turyo menjelaskan cerita yang sebenarnya. Sebelum bercerita marni tak lupa membawa secarik surat yang pernah dikirim Kusno padanya.
Tapi sebelum menjelaskan, Turyo meminta Warni untuk menjemput Sri. Karena masalah tidak akan selesai begitu saja jika Sri tidak ada.
Warni kemudian pergi menemui Sri, ia mencari alasan agar Sri mau ikut bersamanya. Sesampainya ia dirumah Sri, terlihat Sri masih duduk santai diteras rumah sembari menikmati pisang goreng.
“ Assalamualaikum, permisi mba Sri!”
“ Waalaikumsalam, sini Warni masuk! Tumben sekali kamu kesini ada apa? Atau mau nagih uang arisan ya? Jika benar tunggu sebentar ya, aku ambilkan dulu uangnya.”
Belum juga Warni menjawab pertanyaan Sri. Ia sudah masuk duluan kerumah, jadi Warni langsung duduk saja dikursi sembari menunggu Sri keluar.
Setelah keluar Sri menyerahkan uang arisan pada Warni. Sri bertanya kabar keluarga Warni. Kebetulan memang Sri dekat dengan Warni karena ia ikut arisan setiap minggunya.
“ Hehehe, aku kira mba Sri lupa! O..iya mba, tadi aku ketemu dengan mas Turyo dirumah Pak Dodo. Tadi berpesan katanya mba Sri disuruh kerumahnya. Ada perlu penting katanya sama mba Sri.”
“ Yang benar kamu Warni.”
“ Benarlah mba, masa saya bohong! Makanya aku kesini mba, sekalian ambil uang arisan. Bisa jadi mau bayar hutang mba. Sekalian bareng mba kesananya. Kebetulan aku juga mau pulang.”
“ Apa Dodo mau bayar hutangnya padaku?”
“ Bisa jadi begitu mba, cepatlah jika mau ikut! Aku sudah kesiangan ini!”
“ Iya, iya tunggu sebentar aku ambil dompetku dulu Warni.”
Beberapa saat setelah Sri mengambil dompet, mereka segera berangkat kerumah pak Dodo. Sesampainya di rumah pak Dodo Sri sedikit merasa malu. Sebab ada pak Lurah yang menjadi idolanya.
Pak lurah tersenyum pada Sri layaknya pada semua warga. Namun bagi Sri senyuman pak lurah sampai kehatinya. Ia sampai tak menyadari jika disekitar pak Lurah ada juga pak RT yang memperhatikannya.
“ Sri! Kenapa kamu senyum-senyum sendiri seperti orang gila.”
Suara Turyo menyadarkan Sri yang sedang larut dalam imajinasinya bersama Pak Lurah. Bagaimana Sri tidak tertarik pada pak Lurah, sedangkan pak lurah tenyata adalah Duda tampan. Istrinya sudah meninggal dua tahun yang lalu. Kabar simpang siurnya pak Lurah juga sedang berusaha mendekati Marni.
Turyo kemudian menarik Sri untuk duduk disebelahnya. Sri begitu terkejut ternyata ada Marni dan Iman juga.
“ Kenapa Sri! Kamu terkejut melihat kami, kamu kira kami hantu!”
“ Kamu ngomong apa sih, eh tunggu dulu. Ini ada apa mas Turyo, tadi warni bilang kamu ada perlu padaku. O..aku tahu! Pasti pak Dodo dan ibu Nina mau bayar hutang padaku. Berikan uangnya padaku pak Dodo, aku sudah cukup baik padamu memberikan tenggang waktu dua bulan.”
“ Yang ada difikiranmu hanya uang saja Sri. Lihatlah kami sedang disidang saat ini, semua ini karenamu!”
“ Eh, ibu Nina! Suamimu banyak hutang padaku. Wajar saja jika disidang, pasti kamu berhutang pada mereka juga kan!”
“ Kapan suamiku berhutang padamu, kami tidak punya hutang padamu!”
“ Jadi suamimu tidak memberitahumu jika berhutang lagi padaku. Masih untung kalian aku kasih jeda waktu. Sekarang aku tidak menerima alasan apapun lagi. Bayar hutang kalian!”
“ Sudah cukup berdebatnya! Kunci mulutmu itu Sri.”
Turyo membetak Sri yang terus saja berdebat dengan ibu Nina. Turyo tak habis pikir jika adiknya tidak tau malu dihadapan orang banyak masih sempat-sempatnya menagih hutang.
Sri diam seketika setelah Turyo membentaknya. Kini pikiran Sri melayang entah kemana setelah Turyo memberitahu apa yang sedang terjadi.
Terutama ibu Nina dan Pak Dodo yang menunjuk kearah Sri.
“ Nah ini dia pak orangnya! Dia yang bilang kepada kami jika Marni begini dan begitu. Bahkan kami sempat diberi uang untuk tutup mulut jika dia yang memberitahu kami. Karena kami butuh uang jadi kami terima saja pak Lurah!"
“ Mba Sri perbuatanmu ini sangat meresahkan warna. Terutama bagi keluarga Marni. Kamu harus menjelaskan kepada semua orang disini. Sebagai lurah aku tidak bisa tinggal diam jika wargaku mengadu.”
“ Tega banget kamu Sri padaku! Sedangkan aku tidak pernah mengusikmu. Hubunganku menjadi seperti ini juga karena ulahmu Sri.”
“ Sabar Marni, tak kusangka ternyata kamu belum jera juga Sri. Berapa kali ku ingatkan padamu jangan ikut campur masalah Marni. Kamu kelewatan!"
“ Aku mengatakan yang sebenarnya mas Turyo!”
“ Sebenarnya apa Sri, ini bacalah mas Turyo. Agar mereka juga mengetahuinya.”
Marni memberikan surat yang berada ditangannya. Selesai membacakan surat tersebut. Kemudian Turyo menceritakan kronologi yang sebenarnya pada mereka.
Setelah mendengar penjelasan dari Turyo ibu Nina dan pak Dodo begitu menyesali perbuatannya. Mereka begitu malu pada marni. Kemudian Iman juga memberitahu mereka agar menasehati anaknya.
“ Memangnya ada apa dengan anak kami Iman?”
“ Anak kalian mengejek tisna, sebab ia tidak punya ayah. Pak, bu, tisna masih kecil pastilah dia sangat sedih. Perbaiki kembali bahasa kalian kepada anak-anak. Anak kecil itu daya ingatnya sangatlah bagus.”
“ Benar itu yang dikatakan oleh iman bu. Sebagai orang tua kalian harus menjadi contoh yang baik untuk anaknya.”
“ Iya pak Rt, pak lurah. Kami juga minta maaf ya Marni telah mencemarkan nama baikmu. Semua karena kami terlalu mempercayai Sri.”
“ Iya pak, bu tidak apa. Walaupun sebenarnya hatiku begitu sedih dan sakit hati dengan kalian. Tapi aku menyadari ini sudah takdir hidupku.”