Mira adalah seorang IRT kere, memiliki suami yang tidak bisa diandalkan, ditambah keluarganya yang hanya jadi beban. Suatu hari, ia terbangun dan mendapati dirinya berada di tubuh wanita lain.
Dalam sekejap saja, hidup Mira berubah seratus delapan puluh derajat.
Mira seorang IRT kere berubah menjadi nyonya sosialita. Tiba-tiba, ia memiliki suami tampan dan kaya raya, lengkap dengan mertua serta ipar yang perhatian.
Hidup yang selama ini ia impikan menjadi nyata. Ia tidak ingin kembali menjadi Mira yang dulu. Tapi...
Sepertinya hidup di keluarga ini tak seindah yang Mira kira, atau bahkan lebih buruk.
Ada seseorang yang sangat menginginkan kematiannya.
Siapakah dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rina Kartomisastro, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
Akhirnya tiba juga waktunya untuk Mira menjelaskan segala hal yang tidak masuk akal yang terjadi pada dirinya itu, pada orang lain.
Di kamar rumah sakit itu, Mira mencoba menjelaskan dengan tangan yang masih terpasang infus.
Sementara, dengan segala kecerdasan yang dimiliki Theo, pria itu susah payah mencerna informasi yang baru saja diterima. Rasa-rasanya jauh lebih baik menghitung rumus pythagoras dibanding mendengarkan ini semua.
Mau tidak percaya, nyatanya wanita di hadapannya kini punya banyak perbedaan yang mencolok dengan Mira yang ia kenal dulu.
"T-tunggu... Jadi kamu adalah jiwa orang lain yang tiba-tiba masuk ke tubuh Tante Mira?"
Mira mengangguk perlahan.
Theo menggeleng. Sulit rasanya mempercayai hal seperti ini.
"Foto-foto yang tadi aku tunjukkan itu adalah foto keluarga aslimu? Suami dan anak kandungmu?"
Sekali lagi, Mira mengangguk.
"Lalu dimana sekarang jiwa Tante Mira?"
"Mana kutahu? Aku saja tidak tahu gimana caranya bisa keluar dari badan ini."
"Oke, anggap saja aku mempercayai omong kosong ini. Bagaimanapun caranya, jiwa asli Tante Mira harus kembali. Kamu sudah merasa lebih baik, kan?"
"Sudah tidak apa-apa."
Tiba-tiba Theo menarik tangan Mira, membuat selang infusnya lepas begitu saja.
"Eehh, aku mau dibawa kemana?
***
Kolam renang di dalam kawasan hotel bintang lima itu tampak sepi. Hanya beberapa karyawan hotel lalu lalang sesekali.
Di pinggir kolam, Mira hanya berdiri diam. Dengan samar, ia dapat melihat pantulan tubuhnya di permukaan air jernih yang memancarkan warna biru itu.
Wanita itu lantas menoleh ke arah Theo.
Theo hanya melipat kedua tangan di depan dada. "Tunggu apalagi?"
"Yakin aku harus melakukan ini?"
"Sudah kubilang, jiwa Tante Mira harus kembali. Kamu pertama kali berada di tubuh Tante setelah tenggelam di kolam ini, kan? Jadi ada kemungkinan Tante akan kembali, jika kejadian yang sama terulang lagi."
Mira memberi isyarat supaya Theo mengecilkan suaranya. "Jangan sampai orang lain dengar!" bisiknya.
"Kamu pikir aku mau dicap ODGJ karena bicara tentang hal bodoh ini? Cepat lakukan," Theo refleks mengikuti cara bicara Mira yang berbisik. Padahal tidak terlihat siapapun di dekat mereka sekarang.
Mira menelan ludah. Kakinya perlahan maju semakin dekat ke kolam dewasa yang dalamnya mencapai 180 cm itu. Salah satu kaki diangkat, lantas disentuhnya permukaan air kolam.
"Dingin," bisiknya.
"Kamu mau aku dorong atau kamu menceburkan diri dengan sukarela?"
"T-tapi aku gak bisa berenang. Bagaimana kalau aku mati karena tenggelam nanti? Maksudku tantemu, bukan aku. Bagaimanapun ini tubuh tantemu, Theo."
"Aku akan menyelamatkan Tante sebelum itu terjadi."
Mira menarik napas dalam-dalam. Kini wanita itu benar-benar sudah bersiap turun, meski wajahnya pucat pasi karena menahan rasa takut.
Theo menangkap ekspresi ketakutan itu. Raut wajahnya tampak ragu. Lalu tak lama, pria itu berpaling.
"Ah sudahlah! Sepertinya ini tidak akan berhasil. Aku akan pikirkan cara lain. Sekarang kita pulang saja dulu."
Tiba-tiba Theo berubah pikiran.
"Setuju, pasti ada cari yang lebih baik daripada ini!" Ekspresi ketakutan itu sirna dengan cepat. Mira tampak bersemangat kembali.
Wanita itu hendak menyusul Theo yang sudah berlalu meninggalkannya.
Namun karena terlalu bersemangat, kakinya terpeleset di lantai keramik yang licin itu. Mira lupa bahwa dirinya berdiri sangat dekat ke sisi kolam renang. Dan...
Byaarrrr!
Theo menoleh mendengar suara air yang begitu keras.
Sementara itu Mira sudah tampak kesulitan mencoba menggapai permukaan kolam dengan melambaikan tangan.
Wanita itu berusaha memunculkan wajahnya, namun lagi-lagi tertelan air.
Tanpa pikir panjang, Theo menceburkan diri ke kolam. Pria itu segera menggapai tubuh Mira, untuk dibawanya ke tepian.
"Tante!"
Segera setelah Mira diangkat ke atas, Theo memukul-mukul pelan pipi Mira. Namun tak ada respon.
Pria itu mengecek nadi Mira, lalu dengan sigap ia melakukan tindakan CPR.
Tak heran, tinggal di luar negeri seorang diri, membuat Theo menguasai banyak hal termasuk tindakan pertolongan pertama seperti ini.
Tanpa ragu, Theo mulai memompa dada Mira dengan hitungan teratur. Namun tak kunjung ada perubahan signifikan.
Diangkatnya dagu Mira ke bagian atas untuk membuka saluran pernapasan. Lantas Theo memberikan napas buatan melalui mulutnya.
Theo melakukan itu dengan sangat cepat, dengan napas yang memburu. Tahu-tahu, air tersembur dari mulut Mira. Wanita itu membuka matanya sambil terbatuk-batuk.
Theo menarik napas lega. Pria itu terduduk lemas dengan seluruh tubuh dan pakaiannya yang sudah basah kuyup itu.
"Aku bilang kita akan cari cara lain, kenapa gak mendengarku? Lihat bajuku basah kuyup sekarang, sedang aku gak bawa baju ganti."
"Aku melakukannya gak sengaja! Tadi aku terpleset. Tapi kita sudah mendapat jawaban bahwa cara ini gak berhasil. Aku masih ada di sini."
"Banyak jalan menuju Roma. Sekarang kita ganti baju dulu." Theo bangkit berdiri hendak meninggalkan Mira.
"T-tapi tadi aku teringat sesuatu, Theo."
Theo menghentikan langkah, lantas berbalik.
"Awalnya aku pikir aku tenggelam di sini karena kecelakaan. Aku baru ingat ternyata aku menceburkan diri dengan sengaja."
Theo mengerutkan kening.
Mira mengangguk sambil mencoba mengulik kembali memorinya yang tiba-tiba muncul itu.
"Aku menceburkan diri untuk menyelamatkan tantemu. Ada seseorang yang sengaja mendorongnya ke kolam renang waktu itu. Ya! Aku ingat sekarang! Kejadian itu bukan kecelakaan, tapi pembunuhan yang direncanakan."
***