*Juara 1 YAAW 9*
Tiga tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Vira belum juga mampu memberikan keturunan pada sang suami. Awalnya hal ini tampak biasa saja, tetapi kemudian menjadi satu beban yang memaksa Vira untuk pasrah menerima permintaan sang mertua.
"Demi bahagiamu, aku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya. Sekalipun ini sangat menyakitkan untukku. Ini mungkin takdir yang terbaik untuk kita."
Lantas apa sebenarnya yang menjadi permintaan ibu mertua Vira? Sanggupkah Vira menahan semua lukanya?
Ig. reni_nofita79
fb. reni nofita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Resign Dari Kerja
Yudha menyusul Vira yang masuk ke kamar. Istrinya itu sedang berdandan, untuk berangkat kerja. Pria itu memeluk tubuh istri yang sangat dia cintai itu.
"Sayang, aku mohon, jangan berdebat terus dengan ibu. Cobalah mengerti ibu. Dia hanya menginginkan cucu."
Vira membalikkan tubuhnya, menghadap sang suami. Air mata mengalir dari sudut mata indahnya. Yudha baru menyadari jika Vira menangis saat berlari masuk ke kamar. Menyadari itu, dia memeluk tubuh Vira.
"Aku juga ingin memiliki anak, Mas. Tapi apa yang bisa aku lakukan, jika Tuhan belum memberikan kepercayaan itu padaku," ucap Vira terbata.
Apakah mereka berpikir jika Vira tidak ada keinginan memiliki anak? Di saat temannya menggendong anak, Vira selalu merasa sedih dan iri. Dia juga ingin ada bayi dalam rahimnya.
"Vira, bagaimana jika kamu berhenti saja bekerja. Kamu masih ingat'kan ucapan Dokter, yang meminta kamu untuk mengurangi kegiatan agar tidak lelah dan cepat hamil," ucap Yudha pelan dan penuh hati-hati.
Yudha sangat mencintai istrinya. Dia takut kata-katanya menyakiti Vira dan istrinya itu menjadi sedih dan menangis.
Pria itu menyadari, sejak kehadiran ibunya, Vira sering menangis dan bersedih. Namun, sebagai anak laki-laki satu-satunya, Yudha sangat menyayangi ibunya. Jika diminta memilih antara istri dan ibunya, pasti Yudha akan sulit. Karena kedua wanita itu sangat dia cintai.
Vira memandang wajah suaminya dengan intens. Selama ini keuangan keluarga selalu di bantu dengan gajinya. Jika hanya mengandalkan gaji Yudha, tidak akan cukup. Apa lagi Yudha harus membiayai kakaknya yang janda.
"Kamu tidak perlu kuatir. Gajiku saat ini telah naik dua kali lipat sejak aku diangkat jadi manajer pemasaran. Aku rasa cukup untuk biaya hidup kita," ucap Yudha seolah bisa membaca isi pikiran Vira.
"Akan aku pikirkan, Mas." Hanya itu jawaban dari mulut Vira.
***
Di kantor, Vira tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Teringat ucapan suaminya. Setelah dua jam berpikir akhirnya Vira memutuskan untuk berhenti bekerja.
Saat ini Vira telah berada di ruang kerja atasannya untuk memberikan surat pengunduran dirinya. Raka, sang pemimpin perusahaan memandangi Vira dengan tatapan keheranan.
"Ada apa, Vira. Tidak biasanya kamu datang tanpa aku panggil," ucap Raka.
"Saya mau mengantarkan ini, Pak," ucap Vira dengan menyodorkan sebuah map.
Raka membuka map dan membaca isinya. Tidak bisa pria itu sembunyikan keterkejutan. Vira, salah seorang karyawan andalannya. Dia menyukai cara kerja wanita itu.
"Kenapa kamu ingin berhenti? Apa gaji kamu kurang?" tanya Raka.
"Bukan, Pak. Gaji saya sudah cukup besar. Saya dan suami ingin program kehamilan. Dokter menyarankan untuk saya mengurangi kegiatan."
Mendengar alasan wanita itu, Raka tidak bisa lagi menahannya untuk tetap bekerja. Dia hanya meminta Vira selesaikan satu berkas kerjasama dengan perusahaan B yang dia menangkan seminggu yang lalu.
Raka mengatakan jika uang gaji dan pesangon Vira akan di transfer. Atasannya itu juga mengatakan Vira bisa kembali bekerja kapanpun yang dia inginkan.
Jam delapan malam barulah Vira selesai mengerjakan semua berkas tersebut. Dia meletakkan di atas meja kerja atasannya. Setelah dianggap beres, barulah Vira meninggalkan kantor.
Tidak lupa Vira membawa semua barang miliknya. Tidak ada satupun rekan kerja yang tahu jika dirinya berhenti.
Vira menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia sangat menyayangi mobilnya karena dibeli dari hasil keringat.
Vira masuk setelah mengucapkan salam. Dia tidak melihat suami ataupun ibu mertuanya di ruang keluarga. Biasanya mereka berdua menonton televisi.
Wanita itu mendengar ada suara wanita yang sedang berbicara dengan ibu mertuanya. Rasa penasaran membuat Vira menuju dapur, tempat asal suara.
Vira melihat seorang wanita muda, yang sangat cantik sedang mencuci piring berdua. Dalam hatinya bertanya siapa wanita itu.
"Hhhhmmmm." Vira berdeham untuk memancing perhatian mereka. Kedua orang itu memandang Vira.
"Baru pulang kamu? Dari main kemana?" tanya Ibu Desy mertuanya Vira.
"Aku bukan pergi main, Bu. Aku baru pulang kerja," jawab Vira.
"Kerja apa pulang semalam ini? Yudha dan Weny juga bekerja. Dari jam enam mereka telah berada di rumah," ucap Ibu Desy lagi.
Jadi wanita itu bernama Weny, tapi Vira itu tersenyum semringah. Vira membalas dengan tersenyum juga.
Dia mengulurkan tangannya, dan Vira menyambut dengan bersalaman. Weny mengenalkan dirinya sebagai rekan kerja Yudha.
Ibu dan Weny berjalan menuju ruang keluarga, Vira mengikuti dari belakang. Ternyata Yudha telah berada juga di ruang keluarga. Sepertinya pria itu baru selesai mandi.
"Baru pulang, Sayang," sapa Yudha.
"Iya, Mas," jawab Vira. Mendekati Yudha dan menyalami serta mencium tangan suaminya itu.
"Apa kamu tidak pernah curiga dengan istrimu? Kenapa pulang malam begini? Sedangkan kamu saja yang manajer bisa pulang cepat. Begitu juga Weny. Seharusnya menantu aku itu Weny. Sudah cantik, baik, bisa lagi mengurus rumah tangga. Jika saja Weny mau jadi istri kamu, pasti ibu akan bahagia," ucap Ibu Desy.
Vira terkejut mendengar ibu mertuanya berkata begitu. Apa maksud dari ucapan ibu Desy itu?
Yudha memandangi istrinya. Perkataan ibu terkadang ada benarnya, seorang istri itu seharusnya di rumah mengurus semua kebutuhan suami, bukan bekerja di luar hingga larut malam begini, pikir Yudha dalam hatinya.
...****************...