Deskripsi: Hazel merasa dunia runtuh saat dia dipecat akibat fitnah dari rekan kerja dan baru saja mendapati kekasihnya berselingkuh. Dalam keputusasaan, dia pulang ke rumah dan menyerahkan segalanya pada orang tuanya, termasuk calon pasangan yang akan dijodohkan untuknya. Namun, saat keluarga dan calon suaminya tiba, Hazel terkejut—yang akan menjadi suaminya adalah mantan bos yang selama ini sangat dibencinya. Dihadapkan pada kenyataan yang tak terduga dan penuh rasa malu, Hazel harus menghadapi pria yang dianggapnya musuh dalam diam. Apakah ini takdir atau justru sebuah peluang baru? Temukan jawabannya dalam novel "Suamiku Mantan Bosku"😗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aping M, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Keluarnya Reinna dari RS
Hazel memandang Lucas dengan penuh rasa kagum. Ia tahu suaminya jarang atau hampir tidak pernah berada di dapur. Fakta bahwa Lucas rela melakukannya untuknya membuat hati Hazel terasa hangat.
Lucas duduk di seberang Hazel, memperhatikan ekspresi wajah istrinya. "Ayo, coba. Aku ingin tahu bagaimana rasanya," ujarnya dengan nada sedikit gugup namun tetap percaya diri.
Hazel mengambil garpu, memotong sedikit omelet, lalu memasukkannya ke dalam mulut. Ia mengunyah perlahan, menikmati rasanya. Lucas menatapnya tanpa berkedip, menunggu komentar.
Hazel akhirnya tersenyum. "Ini... enak sekali, mas" katanya jujur. "Aku tidak percaya kamu bisa memasak seperti ini. Kamu belajar di mana?"
Lucas tertawa lega. "Yucube dan sedikit keberuntungan," jawabnya santai. "Tapi yang paling penting, aku melakukannya untukmu."
Hazel menggeleng kecil, lalu menatap Lucas dengan tatapan penuh kasih. "Terima kasih. Ini mungkin hal paling manis yang pernah kamu lakukan untukku."
Lucas tersenyum puas, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Kalau begitu, aku berhasil," katanya, suaranya terdengar penuh kebanggaan.
Hazel melanjutkan sarapannya dengan hati yang berbunga-bunga. Meskipun sederhana, momen itu terasa sangat istimewa baginya. Di tengah kehidupan yang sering kali sibuk dan penuh tekanan, perhatian kecil seperti ini dari Lucas membuatnya merasa sangat dicintai.
Setelah selesai makan, Hazel membersihkan tangannya dengan serbet dan memandang Lucas dengan senyum yang penuh arti. "Kalau kamu terus seperti ini, aku mungkin akan terbiasa dimanjakan," ujarnya dengan nada menggoda.
Lucas tertawa kecil. "Tidak apa-apa. Bukankah itu memang tugasku sebagai suamimu?"
Hazel mengangguk pelan, merasa hatinya semakin melekat pada pria di depannya. Ia sadar, meskipun Lucas sering terlihat dingin dan tegas, di balik itu semua, ada seorang pria yang rela melakukan apa pun untuknya.
Hari itu menjadi salah satu hari yang tak terlupakan bagi Hazel. Sesuatu yang sederhana seperti sarapan bersama mampu mengingatkannya betapa beruntungnya ia memiliki Lucas di sisinya.
Namun, setelah Lucas pergi, Hazel duduk diam di meja makan, memandang piring kosong di depannya. Rasa hangat yang ia rasakan tadi perlahan memudar, digantikan oleh keraguan dan perasaan tidak nyaman yang ia coba abaikan selama ini. Pikirannya kembali pada satu nama yang terus menghantui pikirannya: Reina.
Lucas mungkin telah menunjukkan perhatian yang luar biasa padanya akhir-akhir ini, tapi Hazel tidak bisa menghilangkan kenyataan bahwa pria itu masih memiliki hubungan dengan Reina, wanita yang menjadi bagian besar dari masa lalunya atau mungkin bahkan masa kini. Hazel menelan salivanya, merasa hatinya sedikit sesak mengingat Lucas memerintahkan Leo untuk menemani Reina di rumah sakit. Sebuah tindakan yang menunjukkan betapa pentingnya wanita itu bagi Lucas.
“Apa aku hanya pengalihannya saja?” pikir Hazel. Ia tahu pernikahan mereka bukanlah sesuatu yang dimulai karena cinta. Itu adalah kesepakatan, sebuah kewajiban yang mereka jalani bersama. Tapi kini, di tengah perhatian dan sikap Lucas yang semakin manis, Hazel merasa bimbang. Apakah Lucas benar-benar mulai mencintainya, ataukah semua ini hanyalah bentuk tanggung jawab karena status mereka sebagai suami-istri?
Hazel menghela napas panjang. Ia mencoba mengabaikan perasaan itu, tapi semakin ia berusaha, semakin pertanyaan-pertanyaan itu menguasai pikirannya. “Jika Lucas memang mencintaiku, mengapa ia masih begitu peduli pada Reina? Mengapa ia tidak pernah berbicara tentang wanita itu?”
Pikiran itu membuat Hazel semakin gelisah. Ia mencoba menenangkan dirinya dengan alasan bahwa Lucas hanya ingin memastikan Reina baik-baik saja, apalagi jika itu menyangkut kesehatan seseorang. Tapi jauh di lubuk hatinya, ia tahu itu lebih dari sekadar perhatian biasa. Ada sesuatu di antara Lucas dan Reina yang belum selesai, dan Hazel merasa dirinya seperti orang luar di dalam hubungan mereka.
Hazel memutuskan untuk tidak larut dalam pikirannya lebih lama. Ia bangkit dari tempat duduk dan melangkah menuju balkon kamar mereka, mencoba mencari udara segar. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya, tapi itu tidak membantu mengusir kekacauan di hatinya.
“Aku harus berbicara dengan mas Lucas. Aku tidak bisa terus hidup dalam kebimbangan seperti ini,” pikir Hazel. Tapi keberanian untuk menghadapi Lucas dan menanyakan hubungan mereka terasa seperti gunung yang sulit ia daki. Hazel takut mendengar jawaban yang mungkin akan menghancurkan hatinya. Namun, ia juga tahu, selama ia tidak berbicara, ia akan terus terjebak dalam perasaan ini, antara cinta dan keraguan.
Malam itu, Hazel memutuskan untuk menunggu waktu yang tepat. Jika Lucas benar-benar menganggapnya istimewa, maka sudah seharusnya dia memberikan kejelasan tentang apa yang sebenarnya ia rasakan.
Di sisi lain, Lucas duduk di kursi kerja di ruang kecil suite mereka, matanya menatap kosong ke layar laptop di depannya. Namun, pikirannya tidak berada di sana. Ia memikirkan Hazel istrinya, wanita yang selama ini ia pilih, bukan karena kewajiban, tetapi karena hatinya memang mengarah padanya.
Lucas tahu ia belum sepenuhnya bisa melepaskan Reina dari kehidupannya. Reina adalah bagian dari masa lalunya, seorang wanita yang pernah ia cintai dengan sepenuh hati. Namun, ia menyadari bahwa cinta itu perlahan memudar sejak Hazel hadir dalam hidupnya. Hazel, dengan segala kerapuhannya, kejujurannya, dan caranya menghadapi hidup, telah mengubah Lucas. Wanita itu memunculkan sisi dirinya yang bahkan tidak ia sadari ada.
Perhatian kecil seperti sarapan pagi tadi adalah langkah awal Lucas untuk menunjukkan kepada Hazel bahwa ia serius terhadap hubungan mereka. Ia ingin Hazel tahu bahwa tidak ada wanita lain yang lebih ia inginkan selain dirinya. Namun, Lucas juga tahu Hazel adalah wanita yang sensitif dan penuh keraguan. Lucas hanya berharap, dengan waktu, Hazel akan menyadari niatnya dan mulai berjuang untuk hubungan mereka.
Lucas tersenyum kecil, membayangkan Hazel yang tadi tersipu malu saat ia membantu memilihkan baju. Ia mencintai sisi rapuh Hazel, namun lebih dari itu, ia rindu melihat Hazel yang penuh semangat Hazel yang berani, percaya diri, dan tidak takut untuk melawan siapa pun, bahkan dirinya.
Aku ingin Hazel merebutku, pikir Lucas. Bukan hanya menerima aku apa adanya, tapi juga berjuang untuk aku. Aku ingin dia tahu bahwa aku adalah miliknya, jika dia mau memperjuangkannya.
Namun, Lucas tahu bahwa ia harus memberikan Hazel alasan untuk melakukannya. Ia harus membuktikan bahwa Hazel adalah pilihannya, dan Reina hanyalah bagian dari masa lalu yang belum sepenuhnya ia tutup. Meminta Leo menemani Reina di rumah sakit adalah bentuk tanggung jawab, bukan karena cinta. Tapi Lucas sadar, selama ia belum memberikan kejelasan kepada Hazel, wanita itu akan terus merasa ragu.
Lucas menarik napas panjang, memandang ke luar jendela. Ia tahu waktunya tidak banyak. Jika Hazel tidak melihat langkah nyata darinya, hubungan mereka bisa berubah menjadi hubungan tanpa arah.
...****************...
Di sebuah kamar rumah sakit yang nyaman namun kini terasa sesak, Reina berdiri di depan cermin.
Ia merapikan blouse putihnya dengan gerakan cepat dan tajam, wajahnya menunjukkan ekspresi tak puas. Tubuhnya mungkin sudah pulih, tapi hatinya terasa semakin panas setiap kali memikirkan Lucas atau lebih tepatnya, absennya Lucas di sisinya selama ini.
Reina menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan amarah yang semakin memuncak. Sejak Lucas memutuskan untuk menikahi Hazel, semuanya berubah. Perhatian Lucas yang dulu sepenuhnya miliknya, kini terbagi, bahkan cenderung berpindah ke arah wanita itu. Bagi Reina, ini bukanlah hal yang bisa ia terima begitu saja. Ia telah mengenal Lucas jauh sebelum Hazel muncul. Dialah yang seharusnya berada di sisi Lucas, bukan wanita asing yang tiba-tiba merebut tempatnya.
“Leo,” panggil Reina sambil menoleh tajam ke arah pria yang sedang duduk di sofa, sibuk memeriksa ponselnya.
Leo, yang sedang mengetik pesan, langsung mengangkat kepala. “Ada apa, nona Reina?”
“Aku sudah pulih. Aku ingin keluar dari rumah sakit hari ini,” jawab Reina dengan nada dingin namun tegas.
Leo mengerutkan kening, sedikit ragu. “Nona Reina, aku harus memastikan semuanya sesuai instruksi tuan Lucas. Dia bilang aku harus menemanimu sampai kamu benar-benar”
“Sampai aku benar-benar apa?” potong Reina dengan tajam, mendekati Leo. “Lucas bahkan tidak peduli untuk menjengukku. Dia hanya memerintahkanmu seperti aku ini beban baginya. Kamu pikir aku akan diam saja?”
Leo terdiam. Ia tahu betul ada ketegangan antara Reina dan Lucas akhir-akhir ini, tapi ia tidak mau ikut campur lebih jauh. Namun, ekspresi Reina membuatnya sadar bahwa wanita ini tidak akan menyerah begitu saja.
Reina menyilangkan tangan di depan dada, matanya menyipit penuh dendam. Dalam hati, ia bertanya-tanya bahwa dirinya harus membuat rencana besar untuk menghancurkan hubungan Lucas dengan Hazel. Namun, satu hal yang pasti: Reina tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan apa yang ia inginkan, bahkan jika itu berarti menghancurkan kehidupan Hazel.