Raika, telah lama hidup dalam kesendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksanya untuk bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah; sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.
Cerita ini mengisahkan: Perjalanan Raika bertahan hidup di kehancuran dunia dengan malam yang tak kunjung selesai. Setelah bertemu seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, yang telah ada selama ratusan tahun.
Menjanjikan: Sebuah novel penuhi aksi, perbedaan status, hukum rimba, ketidak adilan, dan pasca-apocalipse.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Benteng dan badai.
Aku kira kami berada di dalam Distrik, namun ternyata bukan. Lokasi ini adalah Camp atau tempat darurat yang disiapkan untuk orang-orang Crusemark. Kebanyakan dari mereka mengalami luka-luka, dan sebagian lagi memegangi alat pertempuran.
Biasanya, Distrik lain tidak memiliki Camp; kebanyakan dari mereka tidak mempedulikan keberadaan Crusemark dan mengabaikan mereka di saat terjadinya penyerbuan. Namun, itu hanya sebuah dugaanku saja, kecurigaan yang lain adalah Distrik 11 memang mengalami kesulitan dalam penyerbuan kali ini.
Setelah berjalan sambil melihat-lihat sekitar bersama yang lain. Seorang Wanita Eldritch berambut merah menghampiri kami dengan Beasthearts tombak di sisi Arcis tingkat 5.
Alicia mendadak bersembunyi di balik Mio. "Eh ...."
"Ternyata benar ...
Putri Alicia, kenapa anda bisa keluar," tanya Wanita itu menatapnya tajam.
"Feilin bodoh! Terserah aku lah, lagi pula papa memberikan Beasthearts ini padaku," teriak Alicia di belakang Mio.
Feilin menghela nafas. "Sebaiknya anda kembali, kami sedang dalam kondisi tidak baik. Tolong jangan merepotkan kami lebih jauh lagi."
Alicia menatap banyaknya orang di sekitar.
"Baik ..." Jawabnya dengan keluh sedih sebelum ia beranjak pergi bersama 3 orang Eldritch lain.
"Apa kalian yang membawa Alicia kembali?"
"Hu, i-iya," sahut Mio.
Yuya berjalan mendekati Mio. "Kami hanya menemukannya sedang di kejar Wanters. Jangan khawatir kami tidak mengambil apapun darinya," tambah Yuya.
"Aku tau, sepertinya kalian bukan dari Distrik 11. kebetulan kami membutuhkan tenaga tambahan untuk menghadang mereka. Apa kalian bisa membantu kami?"
Yuya sempat terdiam sebentar---seorang Crusemark berlari ke arah Feilin. "Komandan! Dinding bagian timur mengalami kerusakan, arus Wanters sudah tak terkendali!"
Feilin terkejut mendengar informasi yang baru saja ia dapatkan. "Baik! Aku akan segera ke sana," Menoleh. "Kalian ikutlah denganku."
Meski agak ragu, tapi aku tetap mengikuti Yuya dan yang lain; mereka mengaktifkan Fury mode berlari mengikuti Feilin.
Sudah kuduga penyerangan ini lebih besar dari biasanya. Kami terus berlari cukup jauh hingga sampai pada sebuah tempat berbentuk kotak hitam, selebar 30 meter.
Dalamnya, terdapat dinding bergaris cahaya beserta beberapa orang; keluar masuk dari sebuah alat teleportasi yang terletak di tengahnya.
Kami bergegas memasukinya, kemudian di pindahkan ke tempat yang hampir sama, tetapi lebih banyak orang yang membawa Beasthearts. Suara gempuran, raungan, serta beberapa kilat memenuhi telingaku di ikuti dengan angin kencang seperti badai yang mengguyur semua orang.
Feilin menyuruh kami untuk berbaris sesuai Beasthearts yang di gunakan sebelum ia beranjak pergi menuju beberapa kapten yang berdiri di atas tempat tinggi.
Aku berdiskusi bersama yang lain dan berjanji untuk tidak sampai mati. Yuto mengeluarkan sebuah alat komunikasi kecil yang ia rakit dari bahan alat yang dulu---memberikannya padaku, Yuya dan Mio.
Aku berpisah---bergabung dengan barisan penembak yang mungkin berkisar puluhan ribu. Seorang laki-laki tua (60) dari tempat atas berjalan mendekat diikuti Feilin yang berada di sampingnya. Kurasa, ia memiliki kedudukan paling tinggi karena tidak ada yang berani berbicara dari banyaknya orang di sini.
Ia berbicara dengan suara dan kata-kata yang dapat memecah keraguan---tentang Crusemark, Wanters, keluarga, ketidak adilan, seolah ia menyadari keburukan yang dilakukan Eldritch ... tapi, maaf aku bukan orang yang dapat dengan mudah mempercayai setiap ucapannya; karena Eldritch tidak bisa dipercaya.
Mengepalkan tangan.
Aku mengikuti kelompok penembak yang di tugaskan untuk menaiki dinding baja, aku menginjak alat teleportasi yang langsung membawaku ke atas---meriam berjejeran dari panjangnya lurus jalan ini mungkin selebar 12 meter. Beberapa orang yang telah ada sebelum kami terlihat kewalahan, sebagian lagi memiliki luka bahkan ada yang sudah mati.
Mereka Crusemark.
Aku bergegas pergi mencari tempat sepi untuk bisa memfokuskan diri memantau mereka berdua yang bertugas di garis depan.
Dirasa sudah cukup, aku menyiapkan sniper tanpa pikir panjang langsung mencari keberadaan mereka; ledakan demi ledakan kulihat dari atas, asap dan debu tersapu angin-menghalangi pandanganku. Sampai aku berhasil menyadari keberadaan mereka berdua yang sedang berada tidak jauh dari tempat Feilin.
Yuya menyerang mahkluk-mahkluk itu bersama Mio, mereka berkerja sama dengan cukup baik.
Aku merasakan hembusan angin, mencoba mengendalikan kondisi; fokus membidik beberapa Wanters yang berada di sekitaran mereka.
BUM
Peluru pertama berhasil mengenai Wanters, aku menembak beberapa lagi yang sekiranya akan berpotensi untuk menyerang mereka tanpa diketahui.
Entah perasaan apa yang kurasakan ini, sesuatu yang terasa cukup ganjil---mengapa Wanters menyerang Distrik dalam jumlah besar, ukuran mereka juga tidak sebatas puluhan meter melainkan lebih, sebagian adalah Wanters tingkat 1 yang memenuhi luasnya lapangan.
Aku berusaha terus menembak sambil mencari tau, perasaan aneh apa yang kurasakan saat ini, apakah mereka semua berdatangan tanpa adanya akibat? ... tidak, pasti ada, tapi apa?
4 Wanters tingkat 3 bergerak cepat menyerang Feilin, memiliki ukuran 13 meter, mereka seperti manusia berwarna putih dengan garis, merah, hitam, coklat, kuning serta tangan yang seperti bilah pedang.
Saat aku hendak membantunya menembak dari atas, mataku terbelalak dengan kecepatan yang Feilin miliki. Bahkan tanah yang ia pijak membentuk retakan sampai tombak yang menancap sebelumnya sekarang telah menjadi retakan tanah memanjang ke arah Wanters itu.
Baru saja memalingkan pandanganku mencari keberadaannya, ia sudah membunuh satu Wanters---tombak kembali menyala dengan uap merah yang menyelimutinya, saat Wanters telah berada dekat dengannya meski dengan kecepatan tinggi, Feilin bisa dengan mudah melompat ke atas kemudian menusukan tombaknya ke tanah; membuat keliatan petir merah diiringi tanah hancur meratakan tidak hanya ke tiga Wanters itu melainkan Wanters lain yang berada dijangkauannya.
Setelah ku perhatikan baik-baik, dari retakan yang di hasilkan Feilin terdapat sebuah jalur biru, meski agak samar aku yakin jalur itu merembas ke dalam tanah, semakin di pantau ke dalam, garis itu sudah tidak dapat kulihat kembali.
Aku mencoba mencari garis-garis itu yang ternyata, mereka berada di segala tempat. Satu hal yang terasa aneh adalah, kenapa jalur itu mengarah ke satu tempat setelah itu memudar dan menghilang.
Aku menekan alat komunikasi kecil untuk menghubungi yang lain.
[Yuya apa kau bisa mendengarku?]
[Raika? Yah kami bisa mendengar apa yang kau katakan.] Jawab mereka.
[Semuanya, aku menemukan kejanggalan dari penyerangan ini. Apa kalian bisa mempercayaiku?]
[Kejanggalan apa maksudmu, Raika? Tentu kami akan mempercayaimu.] jawab Yuya.
[Baik. Dari semua lokasi yang menjadi medan peperangan terdapat sebuah benang biru yang mengarah pada satu tempat, setelah itu menghilang di lokasi pertengahan.]
[Maksudmu?]
[Aku ingin kalian memberitahu Feilin, untuk menghancurkan tanah yang akan ku tembakan sekarang.]
[Baiklah, serahkan ini padaku.]
Yuya bergerak cepat ke arah Feilin bertarung sembari menghindari beberapa serangan yang datang dari berbagai arah. Sesampainya di tempatnya Yuya langsung menyerang Wanters yang hendak menyerang Feilin.
Menarik nafas dalam-dalam, merasakan tekanan pada Oaris. Detakan jantung menggema di telinga, suara teriakan dari orang-orang terasa lambat dan samar. Kuharap, tidak terjadi kegagalan.
Uap mulai menyelimuti tubuhku. Garis pada sniper berubah menjadi merah darah ...
Kuharap, ini akan berhasil. Menekan Fury Mode.
[Raika arahkan sekarang!]
BUMM
Peluru energi berubah menjadi merah dengan gemerlap petir---menghantam kuat lokasi yang kutunjukan.
Feilin bergerak cepat menuju arah tembakan. untungnya lokasi tersebut tidak ada orang satupun---memungkinkan untuknya bergerak dengan bebas; ia melompat sembari menodongkan ujung tombak yang hendak di lontarkan, cahaya merah memenuhi sekitarnya dengan uap gemerlap mengerikan, kemudian ...
SLIUSS-------BUMRKK
Tanah yang terkena serangannya kali ini mengalami kerusakan yang jauh lebih besar. Tidak lama setelah tombak itu kembali padanya, semua pergerakan Wanters terhenti secara tiba-tiba.
Meskipun salah satunya terbunuh mereka tidak ada yang menyerang.
Tidak lama setelah keanehan itu.
Terjadi getaran yang sangat kuat, semua orang berada di bawah pergi mendekati Distrik.
Sebuah kristal perlahan muncul dari tanah menjulang tinggi ke atas langit, awan yang tadinya lebat sekarang disinari cahaya bulan yang memantul kepada kristal setinggi 120 meter.
Mataku terbelalak saat melihat mahkluk yang menempel pada kristal, ia adalah ...
Naga.
End bab 25
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.