Dalam kehidupan yang dipenuhi dengan tantangan dan pertempuran, cinta sering kali menjadi cahaya yang memandu. Zayyy, seorang pemuda yang karismatik dan tak kenal takut, telah berjuang melawan musuh dan tantangan, tidak hanya untuk melindungi artefak berharga, tetapi juga untuk menjaga cintanya dengan Angelina. Namun, di tengah semua itu, ada suatu kebenaran yang tak terhindarkan: hidup adalah perjalanan yang penuh dengan keputusan sulit, pengorbanan, dan kehilangan.
Saat bayangan gelap mulai mendekat, Zayyy harus menghadapi tidak hanya musuh yang mengancam, tetapi juga perasaannya sendiri. Pertarungan untuk cinta dan harapan akan membawa Zayyy pada jalan yang penuh dengan kenangan indah dan kesedihan yang mendalam. Di sinilah kisahnya dimulai, di mana setiap detik berharga dan setiap pertempuran adalah bagian dari perjalanan yang lebih besar—sebuah perjalanan menuju pengertian sejati tentang cinta dan kehilangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mohamad Zaka Arya Wijaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Senja yang Tak Pernah Padam
Akhir pekan berlalu dalam kilas senja di Bukit Surga, meninggalkan kesan mendalam di hati Zayyy dan Angelina. Pertemuan mereka hari itu seolah membuka lembaran baru dalam hubungan yang dulu pernah retak.
Meskipun mereka berpisah malam itu tanpa ikatan baru, ada rasa kehangatan dan pemahaman mendalam yang membekas—sebuah perasaan bahwa perjalanan hidup masing-masing kini membawa mereka lebih dekat, bukan semakin menjauh.
Di hari-hari yang mengikuti, keduanya kembali tenggelam dalam rutinitas masing-masing. Zayyy kembali fokus pada latihan intensifnya, menantang fisik dan mentalnya untuk menjadi lebih kuat.
Dia mencoba mengabaikan bayangan senyum Angelina, mencoba menutup perasaan yang semakin menguat setiap kali ia mengingat senja di Bukit Surga. Namun, semakin ia berusaha melupakan, semakin mendalam perasaan yang terukir.
Sementara itu, Angelina pun merasakan hal yang sama. Setiap kali dia melihat pasangan berjalan berdua atau melihat matahari terbenam di kota, pikirannya tanpa sadar mengarah pada sosok Zayyy. Senyum kecil tersungging di bibirnya, walaupun ada ketakutan di balik itu—takut kalau perasaan ini hanya sebuah permainan nostalgia.
Suatu sore, di tengah aktivitas yang tak henti-hentinya, Zayyy menerima pesan singkat dari Angelina.
“Zay, apa kabar? Kapan terakhir kali kamu nonton film? Kalau belum ada rencana, mungkin kita bisa nonton bareng lagi?”
Zayyy yang sedang membaca pesan tersebut, terdiam beberapa detik sebelum membalas. Ada perasaan bahagia yang muncul, dan dia menyadari bahwa tawaran sederhana itu membuat harinya sedikit lebih cerah.
“Boleh, Angel. Besok sore, gimana? Aku yang traktir, asal kamu mau pilih filmnya.”
Angelina membalas dengan cepat, “Deal. Tapi kali ini jangan milih yang action mulu, aku mau film drama romantis!”
Senyum di wajah Zayyy merekah. Dia merasa hubungan mereka perlahan-lahan menemukan bentuk baru—tak ada kepastian, namun ada kenyamanan yang tumbuh.
Mereka akhirnya sepakat untuk bertemu di bioskop yang biasa mereka kunjungi dulu, sebuah tempat yang menyimpan banyak kenangan.
Esok harinya, mereka bertemu di bioskop. Angelina datang dengan gaun santai berwarna biru, yang membuatnya tampak segar dan anggun. Zayyy tak bisa menahan diri untuk tidak mengaguminya, seperti dulu saat mereka masih bersama.
“Gimana, udah siap buat nonton drama yang bisa bikin kamu nangis?” canda Angelina saat mereka bertemu di pintu masuk.
Zayyy tersenyum lebar. “Aku udah siap kok, asal kamu yang pilih filmnya.”
Mereka memilih sebuah film romantis yang cukup terkenal, duduk di kursi tengah, dan menikmati setiap momen dalam film. Di tengah cerita yang mengharukan, Zayyy dan Angelina saling melirik dan terkadang berbagi senyuman kecil. Meskipun mereka tak berkata banyak, keheningan itu terasa nyaman, seolah mereka tak perlu kata-kata untuk saling memahami.
Saat film usai, Angelina menghapus air mata di sudut matanya sambil tertawa kecil. “Lihat, kan? Ternyata aku yang gampang terharu, bukan kamu.”
Zayyy tertawa dan menggeleng. “Aku nggak menangis, kok. Tapi jujur, filmnya bagus.”
Mereka berjalan keluar bioskop, bercanda dan mengobrol sepanjang jalan. Di sela-sela candaan mereka, ada perasaan yang mengalir perlahan—sebuah harapan bahwa hubungan ini, meski tak berbentuk jelas, akan terus ada dalam kehidupan mereka.
Setelah itu, mereka melanjutkan malam dengan makan malam bersama di sebuah kafe kecil yang dulu sering mereka kunjungi. Suasana kafe yang hangat dengan lampu-lampu kuning redup menciptakan nuansa nostalgia yang mendalam.
Mereka duduk di meja dekat jendela, memesan makanan favorit mereka, dan tertawa sambil berbagi cerita-cerita lucu tentang masa lalu dan kehidupan mereka sekarang.
Di sela-sela obrolan, Angelina menatap Zayyy dengan tatapan lembut. “Kamu tau nggak, Zay, aku pikir... aku nggak akan pernah ketemu lagi sama kamu. Maksudku, aku nggak nyangka kalau kita bakal bisa sedekat ini lagi.”
Zayyy mengangguk, merasa hal yang sama. “Aku juga nggak nyangka, Angel. Kadang aku pikir, kalau kita sudah selesai, nggak ada lagi yang perlu disesali. Tapi ternyata, kita masih bisa ketemu dengan cara yang nggak terduga.”
Angelina tersenyum kecil. “Mungkin kita memang belum benar-benar selesai. Kadang, aku mikir, mungkin kita cuma butuh waktu untuk menemukan lagi arti kita yang sebenarnya.”
Perkataan Angelina seolah menyentuh bagian terdalam hati Zayyy. Ia merasa bahwa kata-kata itu benar, meskipun ia tahu bahwa mereka tak bisa kembali ke masa lalu begitu saja. Namun, ia juga tahu bahwa perasaan itu nyata dan tumbuh kembali setiap kali mereka bertemu.
Malam semakin larut, dan mereka memutuskan untuk pulang. Di perjalanan menuju pintu keluar, Zayyy berhenti sejenak, menatap Angelina dengan tatapan yang lembut namun penuh keyakinan.
“Angel, aku nggak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, tapi aku ingin kita tetap seperti ini. Aku nggak peduli apakah kita akan menjadi sesuatu yang berbeda atau tidak, yang penting... kamu ada di hidupku.”
Angelina terdiam sesaat, matanya berkaca-kaca. “Aku juga, Zay. Kamu selalu jadi bagian penting dalam hidupku. Terima kasih karena kamu nggak pernah benar-benar pergi.”
Mereka saling tersenyum, dan tanpa berkata apa-apa lagi, mereka melangkah keluar bersama. Meski tak ada kepastian tentang masa depan, mereka tahu bahwa mereka selalu memiliki satu sama lain—meski hanya sebagai teman yang memahami lebih dari siapapun.
Hari-hari berikutnya, hubungan Zayyy dan Angelina semakin erat. Mereka tak lagi menghindari perasaan yang muncul, sebaliknya, mereka mulai menerima kehadiran satu sama lain dalam kehidupan masing-masing.
Meskipun mereka tidak secara resmi kembali bersama, kehadiran mereka di hidup satu sama lain seolah menjadi penopang yang membuat mereka semakin kuat.
Setiap kali mereka memiliki waktu luang, mereka akan saling menghubungi, entah untuk sekedar makan malam atau menikmati matahari terbenam bersama.
Bagi Zayyy, Angelina menjadi sosok yang mengisi hari-harinya dengan kebahagiaan kecil yang berarti. Dan bagi Angelina, Zayyy adalah tempat ia merasa nyaman dan aman, seseorang yang selalu ada meski tanpa ikatan pasti.
Suatu sore, di bawah langit senja yang indah, mereka berjalan bersama di taman kota. Tangan mereka bersisian, namun tak ada yang menggenggam.
Ada ketenangan yang indah dalam keheningan mereka, seolah-olah mereka memahami bahwa cinta tidak selalu harus ditunjukkan dengan kata-kata atau tindakan besar.
Di ujung jalan, Angelina tiba-tiba berhenti dan menatap Zayyy. “Zay, kalau suatu hari nanti kita harus benar-benar berpisah, kamu janji nggak akan pernah melupakan aku?”
Zayyy menatapnya, tersenyum kecil. “Angel, bahkan jika kita benar-benar berpisah, aku nggak akan pernah lupa. Kamu adalah bagian hidupku yang paling berarti, dan itu nggak akan berubah.”
Angelina tersenyum lega. “Begitu juga aku, Zay. Aku akan selalu mengenang kamu, apapun yang terjadi nanti.”
Mereka melanjutkan langkah mereka, membiarkan senja mengiringi kebersamaan mereka. Meski mereka tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, namun malam itu, di bawah langit senja yang menyala, mereka tahu bahwa mereka telah menemukan kedamaian dalam hubungan mereka yang kini lebih dalam dari sekadar sebuah ikatan asmara.