Danisha Putri atau yang akrab di sapa Anis, tidak menyangka niatnya ingin menolong persalinan seorang wanita yang menderita keracunan kehamilan justru berujung menjadi sasaran balas dendam dari seorang pria yang merupakan suami dari wanita tersebut, di kala mengetahui istrinya meregang nyawa beberapa saat setelah mendapat tindakan operasi Caesar, yang di kerjakan Anis.
Tidak memiliki bukti yang cukup untuk membawa kasus yang menimpa mendiang istrinya ke jalur hukum, Arsenio Wiratama memilih jalannya sendiri untuk membalas dendam akan kematian istrinya terhadap Anis. menikahi gadis berprofesi sebagai dokter SP. OG tersebut adalah jalan yang diambil Arsenio untuk melampiaskan dendamnya. menurutnya, jika hukum negara tak Mampu menjerat Anis, maka dengan membuat kehidupan Anis layaknya di neraka adalah tujuan utama Arsenio menikahi Anis.
Mampukah Anis menjalani kehidupan rumah tangga bersama dengan Arsenio, yang notabenenya sangat membenci dirinya???.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria baik ????
"Kak Anis." Anin berlari ke arah Anis ketika menyadari kedatangan kakak perempuannya itu.
Anis merentangkan kedua tangannya.
"Baru juga beberapa hari tidak bertemu, rupanya kau sudah sangat merindukan kakak tercantikmu ini ya." kelakar Anis, dan hal itu mampu membuat Anin mencebikkan bibirnya kesal, baru juga suasana haru tercipta tapi kakaknya itu sudah mengubah suasana dengan kelakarnya.
Seperti itulah seorang Anis, sebesar apapun masalah serta kesedihannya seakan sirna seketika jika sudah bertemu dengan adiknya itu.
Ibunya yang baru saja muncul dari arah dapur cukup terkejut dengan keberadaan putri sulungnya itu di rumah mereka. "Anak perawan ibu pulang ke rumah rupanya." tutur ibunya dengan wajah berbinar bahagia mengetahui kedatangan Anis. berbeda dengan Anis, meski bibirnya mengukir senyum namun tidak dengan hatinya, yang kini merasa bersalah.
"Sekarang Anis bukan anak perawan lagi Bu, maafkan Anis, Bu." lirih Anis di dalam hati, ketika ia berpelukan dengan ibunya tercinta.
Sementara Ayahnya yang berada di teras belakang segera menuju ke ruang keluarga ketika mendengar suara putri sulungnya.
"Anis."
"Ayah." Anis melangkah mendekati ayahnya lalu memeluk tubuh renta ayahnya dengan penuh kerinduan.
"Bagaimana kondisi kesehatan ayah??." tanya Anis memastikan, setelah pelukannya terurai.
"Alhamdulillah kondisi ayah baik baik saja, nak." jawab ayah seadanya, Anis pun lega mendengarnya.
Kini mereka pun memutuskan untuk makan malam bersama. Kebiasaan dalam keluarga itu berbincang santai di sela makan malam, dan begitu pula dengan malam ini.
"Bagaimana hubungan kamu dengan nak armada, Anis???." pertanyaan ibunya mampu membuat Anis menghentikan pergerakannya memasukkan suapan makanan ke mulutnya.
"Hubungan kami sudah berakhir, Bu." setelah cukup lama diam akhirnya Anis pun memberi jawaban atas pertanyaan dari ibunya.
"Jangan bilang kamu yang mengakhiri hubungan kalian, nak???".
Mendengar dugaan ibunya, Anis pun mengangguk lalu menundukkan pandangannya berpura-pura fokus pada makananya, tidak ingin anggota keluarganya sampai melihat kesedihan di wajahnya.
"Tadi pagi Nak Armada datang ke sini untuk mencari tahu keberadaan kamu, tapi ibu tidak memberitahukannya pada nak Armada tanpa seizin dari kamu, nak. Ibu tidak ingin terlalu ikut campur dalam hubungan kalian, kamu sudah dewasa sudah bisa menentukan pilihan hidup kamu sendiri. sebagai orang tua, ibu dan ayah hanya bisa mendukung apapun yang menjadi keputusan kamu, sayang."
Mendengar suara lembut ibunya membuat Anis ingin sekali rasanya berlari ke dalam pelukan wanita itu untuk meluapkan semua isi hati dan perasaannya saat ini. Di mana setiap kali ia merasa sedih pelukan ibunya selalu menjadi penawar baginya.
Dua puluh menit berlalu, akhirnya makan malam bersama mereka pun usai. mengingat waktu masih menunjukkan pukul setengah sembilan malam, keluarga kecil itupun memilih mengobrol santai di ruang tengah sembari menyaksikan siaran TV.
"Kak Anis tahu nggak???.". Tutur Anin.
"Gimana mau tau kalau kamu nggak ngomong???." sepertinya Anis memang paling jago dalam menaikkan tekanan darah Anin.
"Kak Anis." Anin memasang wajah sebalnya pada Anis, sementara Anis hanya tersenyum saja melihat sikap Anin.
"Memang benar kan kata kakak, bagaimana Kakak bisa tahu kalau kamu nggak ngomong."
Kini Anin kembali memasang wajah serius. "Coba deh kak Anis lihat." Anin menunjuk ke layar tv dengan dagunya. "Pria itu adalah salah seorang pengusaha ternama di tanah air. Selain kaya, tampan, pria itu juga memiliki sifat yang dermawan. Namanya tuan Ansenio Wiratama beliau adalah donatur tetap di sekolah Anin."
Mendengar adiknya itu menyebut nama Ansenio Wiratama Sontak saja Anis mengalihkan pandangannya ke layar tv.
"Bagaimana kak, ganteng kan orangnya???."
"Memangnya kenapa kalau ganteng, kamu suka sama pria itu????.". tutur Anis dengan nada yang terdengar sewot. Bukannya cemburu, namun Anis hanya tak suka jika adiknya yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas tersebut sudah membahas tentang lawan jenisnya.
Anin mencebikkan bibir mendengarnya.
"Tuan Ansenio Wiratama memang tampan dan juga baik, tapi bukan berarti Anin suka kali kak sama dia. Usianya sudah hampir kepala tiga, lebih cocok sama kak Anis, kali." sahut Anin tak kalah sewot, tak terima dengan tudingan kakaknya itu.
"Baik??." ulang Anis dalam hati. Ingin rasanya Anis tertawa terbahak-bahak mendengar adiknya itu memuji seorang Ansenio dengan kata baik. "Seandainya Kamu tahu Anin, pria yang kamu anggap baik itulah yang menjadi penyebab kakak terpaksa berpisah dengan pria yang kakak cintai. dan seandainya kamu tahu, pria yang kamu bilang baik itu telah menikahi kakak demi membalas dendam atas kematian istrinya." lanjut Anis dalam hatinya.
"Kak Anis kenapa sih, di ajak ngomong malah bengong." senggolan Anin pada lengannya akhirnya menyadarkan Anis dari lamunannya.
"Tidak ada apa apa, kakak hanya sedikit mengantuk saja." Anis pun berdalih jika saat ini ia sudah merasakan mengantuk, dan pada akhirnya ia dan Anin pamit ke kamar. Malam ini Anis memilih tidur bersama di kamar Anin.
**
Di gedung perusahaan Wiratama Group.
"Sampai kapan kita akan terus berada di sini, tuan?." melihat waktu kini telah menunjukkan pukul dua dini hari, namun majikannya itu masih saja fokus menatap layar laptopnya pada akhirnya Jasen pun memberanikan diri bertanya.
"Sampai saya mengajakmu pulang, Baru kita pulang." jawaban Ansenio sanggup membuat Jasen menelan ludahnya dengan susah payah.
Sebagai asisten pribadi Ansenio yang telah bekerja bersama Ansenio kurang lebih enam tahun lamanya, Jasen tahu betul, jika dalam kondisi kesal level tinggi majikannya itu akan menyibukkan diri dengan lembur bekerja. Namun yang membuat Jasen masih bingung, hal apa yang membuat sikap aneh majikannya itu sampai kambuh malam ini.
Apa mungkin karena pembahasan mereka tadi tentang mantan kekasih dari Anis?? Atau ada hal yang lain yang membuat sikap aneh majikannya itu sampai kambuh??? batin Jasen mulai menerka-nerka.
Mungkin karena lelah, sampai Jasen hampir saja ketiduran di sofa, namun belum juga ada tanda-tanda Ansenio ingin kembali ke rumah.
Barulah pukul tiga dini hari, Ansenio bersiap dan mengajak Jasen untuk meninggalkan gedung perusahaan Wiratama Group.
Tidak ingin sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, Jasen lantas meminta waktu untuk membasuh wajahnya untuk menghilangkan rasa kantuknya.
Dari pantulan cermin di toilet, Jasen melihat matanya yang nampak memerah akibat menahan rasa kantuknya sejak tadi.
"Sepertinya semenjak kehadiran nona Danisha putri, aku harus bekerja lebih ekstra untuk menghadapi sikap tuan Ansenio." gumam Jasen di Depan cermin. namun begitu tidak sampai membuat Jasen kesal, ia tetap setia pada majikan yang telah banyak berjasa dalam kehidupannya itu.
"Uwaaaah......" lagi lagi Jasen nampak menguap. Setelah membasuh wajahnya dan merasa lebih segar, Jasen berlalu meninggalkan toilet hendak menemui Ansenio yang telah menunggunya.
Kini Ansenio dan Jasen telah berada di perjalanan kembali ke kediaman Wiratama.
terus semangat berkarya thor...