Kelanjutan Novel 'Sepucuk Surat'
Khusus menceritakan kisah kakak Ifa, putri pertama Farel dan Sinta. Namun, Alurnya akan Author ambil dari kisah nyata kehidupan seseorang dan di bumbui pandangan Author untuk menghiasi jalan cerita.
Semoga kalian suka ya🥰🥰
------------------------
"Haruskah aku mengutuk takdir yang tak pernah adil?"
Adiba Hanifa Khanza, Seorang gadis tomboy tapi penurut. Selalu mendengarkan setiap perkataan kedua orang tuanya. Tumbuh di lingkungan penuh kasih dan cinta. Namun, perjalanan kehidupan nya tak seindah yang di bayangkan.
"Aku pikir menikah dengannya adalah pilihan yang terbaik. Laki-laki Sholeh dengan pemahaman agama yang bagus tapi ..., dia adalah iblis berwujud manusia."
Mampu kan Ifa bertahan dalam siksa batin yang ia terima. Atau melepas semua belenggu kesakitan itu?
"Kenapa lagi, kau menguji ku Tuhan?"
Ikutin kisahnya yuk, jangan sampai ketinggalan.
Salam sapa Author di IG @Rahmaqolayuby dan Tiktok @Rahmaqolayuby0110
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Ummah, maaf
Orang yang membantu Ifa tadi, mengerutkan kening melihat Ifa malah berdiri. Orang yang menolong Ifa mengikuti arah pandang Ifa. Hanya ada sebuah motor yang melintas saja.
"Mba, gak jadi pulang?"
Deg!
Ifa tersentak dalam lamunannya. Ifa mengerjakan mata menatap ketakutan motor yang sudah menjauh.
"Mba?"
"Eh, ada apa mas?"
"Mba kenapa melamun. Gak jadi pulang?"
"Ah, i-itu .. Saya akan pulang."
Ifa tergesa-gesa masuk kedalam mobil lalu meninggalkan supermarket.
Jantung Ifa berdetak kencang. Tangannya memegang erat stir mobil.
"Gak mungkin, dia .."
Gumam Ifa gemetar. Ifa tak menyangka harus bertemu dengan kakak mantan suaminya. Ifa masih mengenalnya dengan jelas.
Tapi, anehnya. Jika orang yang Ifa lihat tadi saudara dari mantan suaminya. Kenapa tidak menyapa Ifa. Bahkan sekedar basa basi pun tidak. Bukan Ifa mengharapkan. Tapi, ... Yang Ifa takutkan saat ini bagaimana kalau saudara mantan suaminya memberitahu tentang kehamilannya pada Akmal.
Ifa yakin, saudara suaminya sadar dan melihat jika ia sudah hamil.
Ifa benar-benar bingung dan takut. Takut, Akmal akan mengambil anaknya. Ifa tak akan biarkan itu terjadi.
Pikiran buruk terus berputar di kepala Ifa. Bahkan membawa mobil pun tak karuan. Untung saja jalan cukup sepi. Jika tidak mungkin Ifa tak sadar menyenggol atau menubruk kendaraan lain.
Sudah sampai rumah, Ifa tergesa-gesa masuk kedalam mobil. Sampai lupa jika di bagasi banyak belanjaan yang harus di bawa.
Ifa melengos begitu saja. Wajah Ifa begitu pucat. Terus berjalan lurus dengan tangan saling bertautan.
Ummah Sinta mengerutkan kening, melihat kedatangan putrinya. Yang langsung melengos begitu saja tanpa mengucap salam. Bahkan menyapa ummah Sinta pun tidak.
Ummah Sinta yakin, pasti ada sesuatu yang terjadi sampai tingkah putrinya seperti itu. Dengan cepat ummah Sinta mengejar Ifa. Bahkan Ifa juga tak sadar jika namanya di panggil oleh ummah Sinta.
"Kakak."
Ummah Sinta semakin di buat gusar akan tingkah putrinya. Tak biasanya Ifa bersikap seperti itu. Pasti ada sesuatu yang terjadi.
"Kakak."
Plak!
Deg!
Ummah Sinta tertegun melihat tangannya yang di tepis Ifa. Mereka berdua berdiri kaku menatap satu sama lain.
Ifa terkejut akan keberadaan ummah Sinta. Ketakutan dan kekhawatiran membuat Ifa tak sadar dengan sikap nya sendiri.
"U-ummah, maaf."
Lilih Ifa menunduk, merasa bersalah. Ifa merutuki dirinya sendiri kenapa bisa seperti itu.
Ummah Sinta menatap Ifa intens, terlihat tangan Ifa bergetar. Membuat Ummah Sinta mendekat.
Mata ummah Sinta melebar merasakan tangan Ifa begitu dingin. Langsung saja ummah Sinta memeluk Ifa.
"Ada apa? Apa ada sesuatu yang terjadi?"
Tanya ummah Sinta lembut menyadarkan Ifa.
"Tadi, kakak ketemu saudara Akmal. Kakak takut dia memberitahu tentang kehamilan kakak."
Ucap Ifa gemetar. Membuat ummah Sinta menganga. Ummah Sinta cukup terkejut akan hal itu. Langsung memeluk Ifa agar sedikit tenang. Sudah merasa tenang, ummah Sinta baru membawa Ifa masuk kedalam kamar. Agar Ifa semakin tenang.
"Kakak jangan khawatir ya. Ummah tak akan biarkan sesuatu terjadi pada kakak lagi."
"Ba-bagaimana kalau Akmal minta rujuk. Kakak gak mau. Kakak gak mau dia mengambil anak Kakak."
Saat ini Ifa tidak bisa berpikir dengan jernih. Ketakutan dan kecemasan begitu kentara membuat ummah Sinta tersentak.
"Tenang, nak. Itu tak akan terjadi."
"Benarkah, ummah?"
"Iya. Bukankah kakak yang berhak menentukan. Jika kakak gak mau rujuk maka tidak akan pernah terjadi. Dan tentang, anak. Ummah pastikan Akmal tak akan berani mengambilnya."
"Benar begitu."
Ummah Sinta mengangguk membuat Ifa sedikit lega. Ifa benar-benar hilang kendali. Tak bisa mengontrol diri dengan apa yang saat ini terjadi. Pertanda jika trauma yang Ifa dapatkan bukanlah hal sepele.
"Sekarang, kakak tenang ya. Lalu istirahat."
"Ummah, tadi kakak belanja buah. Masih ada di dalam bagasi."
Nyatanya Ifa baru ingat tentang barang belanjaannya. Ingin heran, tapi itu anak sendiri.
"Iya, nanti ummah yang bereskan. Kakak istirahat, jangan banyak pikiran."
Setelah kepergian ummah Sinta, Ifa membuka tasnya. Melihat hasil USG tadi siang.
Jantung Ifa berdetak kencang. Ifa tak akan membiarkan Akmal mengambil anaknya kelak.
Apapun caranya Ifa akan mempertahankan. Selama ini Ifa sudah menjaga nya sepenuh hati. Ifa tak akan membiarkan Akmal bertindak seenaknya. Walau memang, setelah bercerai, Akmal tak lagi mengusiknya. Entah karena takut atau apa.
Andai boleh memilih, Ifa tak mau mengenal Akmal sama sekali. Dunianya di jungkir balik kan oleh Akmal.
Walau Ifa belajar dari Akmal. Tidak semua orang yang berilmu paham akan ilmunya. Tidak semua santri bagus akhlaknya.
Pandangan Ifa semakin terbuka. Jika seseorang hanya di lihat letak keimanannya. Iman yang lemah, mudah goyah akan bisikan setan.
Ifa tak berniat menjauhkan anak dari ayahnya. Tapi, apa yang di harapkan dari Akmal. Tidak ada.
Ifa menyimpan hasil USG di dalam laci. Lalu pergi ke kamar mandi guna membersihkan diri. Ifa berharap, pikirannya sedikit jernih setelah mandi.
Ifa sudah cukup bahagia dan tenang seorang diri. Dan, mulai menerima status dan takdir yang Ifa hadapi.
Ifa yakin, semuanya akan berlalu.
Sudah selesai mandi, Ifa mengambil baju ganti baru turun ke bawah guna membantu ummah Sinta masak.
Ternyata, sudah ada Harfa di sana. Entah sejak kapan Harfa datang.
"Lagi bikin apa?"
"Puding, buat cuci mulut."
Jawab Harfa seadanya. Dirinya sedang fokus.
Ifa memilih membantu ummah Sinta saja membiarkan Harfa kerja sendiri. Sesekali Ifa juga memerhatikan karena takut ada yang salah. Ifa tahu adiknya.
"Itu garam, dek. Bukan gula."
Baru saja Ifa khawatir. Ternyata Harfa salah mengambil bahan.
"Iya .. Iya ..,"
"Apinya gedein dikit, masa kecil begitu."
"Kapan masak nya."
"Ih, kakak bawel banget."
Kesal Harfa karena salah mulu. Begitulah mereka jika sedang masak. Harfa yang tak mau di kasih tahu. Ifa ikut kesal karena Harfa salah tapi tak mau mendengarkan.
Dapur yang tadinya tenang, jadi berisik akibat ulah kakak beradik itu.
Ummah Sinta hanya bisa bungkam tak berniat melerai. Setidaknya, kehadiran Harfa mampu membuat Ifa sedikit bisa melupakan masalahnya. Apalagi, ummah Sinta memang sangat merindukan kehangatan itu. Sudah lama rasanya dapur mereka tak seperti itu.
Dan Abi Farel hanya bisa diam dan melihat dari kejauhan.
Rasanya sudah lama rumah mereka tak se-berisik itu.
"Sudah jadi. Tinggal tunggu adem baru simpan kulkas. "
Girang Harfa melihat puding buatannya. Mengepul indah di dalam loyang.
"Sudah, sana mandi. Biar Kaka yang taruh nanti."
"Ok, titip, kak."
"Hm."
Ifa menggeser ke tempat agak jauh agar bisa leluasa memotong sayur yang akan di masak.
"Ummah, cuminya mau di masak bagaimana?"
"Lada hitam."
"Jangan pedas-pedas,"
"Iya ..,"
Bersambung ...
Jangan lupa Like Hadiah komen dan Vote Terimakasih ....
Datang untuk nya...