NovelToon NovelToon
Dinikahi Pria Beristri

Dinikahi Pria Beristri

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Itsaku

"Apa dia putrimu yang akan kau berikan padaku, Gan...?!!" ujar pria itu dengan senyuman yang enggan untuk usai.

Deg...!!

Sontak saja otak Liana berkelana mengartikan maksud dari penuturan pria tua berkelas yang berada di hadapannya tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsaku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ada Apa Sebenarnya?

Liana melihat Haris yang masih terjaga di atas sofa, ketika dia terbangun tengah malam. Liana pun beranjak dari kasur dan menghampiri Haris.

"Kok belum tidur, mas?" tanya Liana.

"Kenapa kamu bangun? Butuh sesuatu?" Haris balik bertanya, sambil mengubah posisinya menjadi duduk.

"Kebetulan terbangun saja. Dan melihat mas Haris melamun di sini. Apa yang sedang mas pikirkan? Soal kakek tua itu?"

"Bukan, hanya tidak bisa tidur saja." balas Haris berbohong.

"Sebaiknya mas istirahat. Bukannya besok ada pertemuan penting yang nggak bisa ditinggalkan?" tutur Liana lagi.

"Tenanglah. Aku tidak apa-apa." kata Haris meyakinkan Liana.

"Ya sudah kalau begitu." Liana akhirnya kembali tidur.

Haris terus menatap Liana hingga dia kembali ke atas kasur, membaringkan tubuhnya, dan memejamkan matanya. Entah itu sungguh-sungguh tidur atau hanya berpura-pura.

Haris kembali merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar hotel dalam diam. Namun otaknya sangat sibuk memikirkan segala kemungkinan soal Vanya yang berada di kota Xx, seperti yang dikatakan oleh Raka.

"Vanya kemarin bilang kalau dia ke Singapura menemui orang tuanya. Jika beberapa hari yang lalu dia di kota Xx, berarti itu belum lama ini bukan? Bertemu siapa dia di sana?! Ada apa sebenarnya...?! Aku merasa sudah melewatkan banyak hal."

___

Haris datang dengan penuh percaya diri. Dia mengesampingkan masalah Vanya. Dia harus fokus pada pekerjaannya, tidak ingin membuat keluarganya kecewa.

Pada kesempatan ini perusahaan keluarga Haris yang bergerak di bidang agraris, mendapat kesempatan untuk memperkenalkan perusahaan mereka dan perkembangan setiap tahunnya guna menarik insvestor asing yang menjadi tamu istimewa.

Di salah satu kursi, tampak pak Adiguna menyeringai ke arah Haris yang tengah berada di balik podium. Meremehkan Haris yang baru kali pertama mengikuti pertemuan besar ini. Tatapan dan senyum sinisnya seakan berusaha keras membuat mental Haris down di hadapan para tamu penting. Namun sayang sekali, Haris hanya meliriknya sekilas. Kemudian Haris melanjutkan presentasi yang sudah dia pelajari dari kakek Sudibyo hingga tuntas.

"Haris tak akan mengecewakan kakek dan papa."

Setelah pertemuan selesai, para tamu lanjut ngobrol santai sambil menikmati sajian di sudut ruangan yang sudah di sediakan pihak hotel. Seorang pria berambut pirang mendekati Haris. Tentu saja hal itu tak luput dari perhatian pak Adiguna, membuat pria tua itu penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.

"Saya tidak menyangka tuan Sudibyo memiliki anak dan cucu yang hebat..." puji pria itu dengan bahasa Indonesianya yang lancar, meski masih terdengar kebarat-baratan.

"Terimakasih, tuan. Tapi saya masih pemula dalam hal ini, butuh banyak belajar dari orang-orang hebat seperti tuan Roger." ujar Haris tetap merendahkan diri.

"Anda bisa saja..." bule bernama Roger itu menepuk bahu kekar Haris. "Bisa kita bertugar kontak. Sepertinya saya akan membutuhkan anda." katanya lagi.

"Oh, tentu saja." balas Haris.

Haris mengambil ponselnya, lalu menyerahkannya pada Roger agar dia menyimpan nomornya. Karena Roger meninggalkan benda pipih miliknya pada sang sekretaris. Baru saja Roger menyimpan nomornya, ada notif panggilan dari Liana.

"Seseorang menghubungi anda." Roger tersenyum sambil menyerahkan handphone milik Haris.

"Maaf, saya permisi." pamit Haris. Roger pun mengangguk.

Tak lama kemudian Haris kembali menemuinya.

"Pacar anda? Dia sangat cantik..." puji Roger, karena dia melihat foto Liana dalam panggilan tadi.

"Istri saya." jawab Haris sambil tersenyum.

"Oh, sorry. Saya pikir anda belum menikah." balas Roger.

"Ingin rasanya Vanya yang dikenal sebagai istriku. Bukan Liana..." umpat Haris.

___

Liana minta izin pada Haris untuk pergi berbelanja. Tak ada sesuatu yang dia cari, kecuali oleh-oleh buat orang-orang tersayangnya. Apalagi mama mertuanya menginginkan coklat Merlion dan snack kulit ikan salmon.

Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Liana berhenti di sebuah gerai dan menikmati minuman segar. Saat itulah Haris menelepon karena Liana tak kunjung memberi kabar. Meski tidak mencintai Liana, namun Haris sadar kalau dia tetap memiliki tanggung jawab atas diri Liana. Yang kini menyandang status sebagai nyonya Haris.

Saat melakukan video call, pandangan Haris justru terpaku pada orang di belakang Liana yang tertangkap kamera.

"Jangan kemana-mana, aku segera datang." kata Haris pada Liana.

"Iya, mas." jawab Liana.

Beberapa menit kemudian Haris datang, dan bergabung dengan Liana.

"Mas mau dipesankan apa?" tanya Liana.

Haris tidak mendengar pertanyaan Liana, dia sibuk mencari keberadaan pria yang tadi dia lihat saat video call dengan Liana.

"Mas...?!" panggil Liana lagi.

"Ah, iya. Apa?!" sahut Haris.

"Mas cari apa?" tanya Liana. "Tenang saja, aku sudah belikan pesanan mama." kata Liana lagi.

Liana mengira kalau Haris mencari toko yang menjual coklat dan snack pesanan ibunya.

"Baguslah..." kata Haris. "Om Wira..." gumam Haris lirih.

Liana pun menoleh ke arah padang Haris. Terlihat di sana seorang waiter melangkah mundur dengan panik. Kemudian Haris beranjak dari kursinya dan berusaha mengejar waiter yang sudah mundur dengan langkah cepatnya itu.

"Maaas...?!!" seru Liana, namun seruan itu terabaikan begitu saja.

Liana melihat Haris bicara dengan seorang waiter lainnya. Tampak sekali situasi di sana mulai menegang. Kemudian Liana menghampiri Haris.

"Mas, ada apa?" tanya Liana.

Raut penuh kekecewaan tampak jelas di wajah suaminya. Liana berusaha menenangkannya dengan mengusap lengan kekarnya. Tanpa mengatakan apapun, dan bertanya tentang apapun yang terjadi. Liana akan menunggu Haris sendiri yang mengatakan semuanya.

"Mau minum, mas?" tanya Liana setelah mereka kembali ke tempat semula.

Haris tidak menjawab, dia mengambil begitu saja gelas minuman di meja. Dan meneguknya hingga kandas. Setelah lidahnya mengecap sebuah rasa, dia langsung menoleh pada gelas yang sudah kosong.

"Jus nanas?" tanya Haris pelan, kemudian menatap Liana.

"Iya, mas. Kenapa?" Liana melontarkan pertanyaan balik pada Haris.

"Ya Tuhan..." gumam Haris. "Ayo kita kembali ke hotel!" Haris segera menarik tangan Liana.

Sepanjang jalan, Haris merasa tenggorokannya kurang nyaman. Dia terus menelan ludah susah payah, sesekali mengusap lehernya. Dan berkali-kali juga dia meneguk air mineral yang dia sediakan dalam mobil. Berharap bisa memberi rasa nyaman di tenggorokannya.

"Mas Haris, apa yang terjadi? Mas sakit?"

Liana turut gelisah melihat sikap Haris yang aneh. Apalagi Haris membawa mobil tidak seperti biasanya.

"Aku, alergi." katanya.

Liana bingung harus bagaimana. Mau mengantikan posisi Haris yang sedang mengemudi, tapi dia tidak tahu arah di negeri orang. Bingung. Tapi dia juga khawatir kalau Haris membawa mobil dalam kondisi seperti itu.

Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil mereka tiba di hotel. Liana minta bantuan security untuk membawa Haris ke kamar. Karena dia juga repot dengan barang belanjaannya.

Setelah sampai di kamar, Liana meletakkan barangnya begitu saja. Dia bergegas menghampiri Haris yang tubuhnya tampak semakin lemah.

"Duduk saja, mas. Biar aku bantu."

Liana membantu Haris duduk di tepi kasur. Lalu dengan sigap melepas jas dan sepatu Haris.

"Mas bawa obat?" tanya Liana.

Setelah Haris mengangguk, Liana minta izin sebelum membuka koper Haris. Dia membaca beberapa nama obat yang dia temukan. Akhirnya ketemulah obat alergi yang dibutuhkan oleh Haris.

"Minum, mas." Liana memberikan sebutir obat dan juga segelas air.

Tangan Liana terulur, dia memeriksa suhu tubuh Haris dengan punggung tangannya. Haris hanya diam dan pasrah.

"Tunggu sebentar, mas."

Liana meninggalkan Haris sebentar. Dia menuang air dari termos ke dalam mangkok kecil. Lalu merendam handuk kecil miliknya.

"Suhu mas mulai tinggi, aku kompres dulu ya. Mas istirahat saja." katanya sambil menempelkan handuk hangat di kening Haris.

Setelahnya, Liana melepas kancing lengan kemeja Haris, lalu menggulungnya hingga siku. Harusnya kemeja itu dilepas. Akan tetapi Liana tak bisa melakukan hal itu. Haris pasti keberatan. Pasalnya dari awal Haris sudah mewanti-wanti, agar Liana tak menyentuh barang pribadinya.

___

Dengan telaten Liana merawat Haris. Rajin mengganti air kompres kalau sudah dingin, hingga suhu Haris kembali normal. Haris juga sudah minum penurun demam sejam setelah minum obat alergi. Tapi hingga larut malam suhunya masih hangat, namun tak setinggi sore tadi. Liana yang biasa merawat ayahnya, tidak lagi canggung saat takdir mengharuskan dia merawat Haris. Apalagi Haris adalah suami sahnya, meski tidak ada cinta di antara keduanya.

Saat tengah malam Haris terbangun. Dia mendapati Liana tertidur di kursi. Dengan kepala yang bersandar di sisi kasur, beralaskan tangannya sendiri.

"Lian..." ujar Haris dengan suara serak khas orang bangun tidur. .

Tak butuh menunggu dua kali panggilan, Liana sudah terbangun.

"Mas sudah bangun." Liana kembali menempelkan telapak tangannya di kening Haris.

"Alhamdulillah sudah lebih baik. Mas butuh sesuatu? Atau lapar?"

Kruuuuk... Kruuuk...

Suara yang berasal dari perut Haris itu, sudah cukup untuk menjawab semuanya. Liana pun tersenyum pada Haris.

"Aku ada mie cup, mas mau? Atau aku hubungi room service saja ya...?" tanya Liana.

"Em..." Haris mengangguk pelan. "Bubur putih." katanya kemudian.

"Iya, tunggu sebentar."

Liana menghubungi room service dan memesan makanan sesuai permintaan Haris.

"Lain kali dilihat dulu kalau mau minum." Liana menasehati Haris karena kecerobohannya sore itu.

"Jadi kita pulang besok atau tunggu mas pulih?" tanya Liana.

"Kita harus segera pulang besok. Penerbangan sore." jawabnya masih dengan suara yang pelan.

"Harusnya besok aku bisa menemui orang tua Vanya, tapi gara-gara jus sialan itu semua berantakan." Haris mengumpati jus nanas yang tak patut disalahkan.

"Om Wira kerja. Bukannya kemarin Vanya bilang papanya sedang sakit? Dan lagi, kenapa sekarang jadi waiter? Katanya karyawan perusahaan swasta." kembali batin Haris bertanya-tanya.

Beberapa menit kemudian room service datang mengantar pesanan Liana.

"Mas mau makan dulu, apa ganti baju?" tanya Liana.

Lamunan Haris langsung buyar. Dia beranjak dari kasur, dengan langkah sempoyongan menuju ke kamar mandi. Dia hanya mencuci mukanya dan mengganti pakaiannya. Tak lupa juga memperhatikan wajahnya di cermin.

"Untung tidak bengkak..." gumamnya.

Setelah keluar dari kamar mandi, Haris duduk di sofa bersama Liana.

"Bau apa ini?" tanya Haris.

"Nih..." Liana menunjukkan mie cup yang baru dia seduh.

"Sedap sekali..." kata Haris.

Tiba-tiba Haris tergiur dengan mie instan milik Liana. Tapi dia tidak bisa memakannya, karena kondisi tenggorokannya yang masih terasa sakit.

"Bagaimana kalau besok kita ke dokter, mas?!" usul Liana.

"Tidak perlu. Aku sudah enakan." balas Haris.

"Yakin...?!"

"Em." Haris mengangguk.

"Mas, tadi pas mas Haris tidur. Mbak Vanya berkali-kali telepon. Tapi aku tidak angkat." ujar Liana mengadu.

"Besok saja aku hubungi dia balik." kata Haris.

"Tumben-tumbenan...?" batin Liana menyahuti.

Setelah menyelesaikan makan tengah malamnya, Haris kembali ke atas kasur. Kepalanya terasa pusing, setiap kali dia memikirkan soal Vanya. Bukan karena rindu, tapi karena banyak sekali tanda tanya yang tiba-tiba muncul selama dia berada di Singapura.

"Mas tidur lagi, ya. Nanti kalau butuh sesuatu bangunkan aku." begitu pesan Liana sambil menyelimuti tubuh Haris hingga ke perutnya.

"Kamu tidur di sini saja." kata Haris.

"Tidak, mas. Aku bisa tidur di sofa." tolak Liana dengan halus.

"Bagaimana kalau kamu tidak mendengarku nanti. Tidur saja di sini." kata Haris lagi.

Akhirnya Liana menuruti permintaan Haris. Ada perasaan lega ketika Liana berbaring di sisinya. Pikiran dan hati Haris yang tadinya seakan mengajak tawuran, berangsur merasa tenang. Haris pun bisa tidur dengan nyaman.

......................

1
Delita bae
👍👍👌💪🙏
Delita bae
💪💪💪💪👍👍🙏
Delita bae
salam kenal jika berkenan mampir juga👋👍👍🙏
Delita bae: 💪💪💪💪💪👍🙏
Itsaku: Terimakasih dukungannya kakak. salam kenal juga
total 2 replies
Eka Kaban
selamat pagi
Itsaku: pagi juga. terimakasih sudah mampir😊🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!