Kehidupan Brian yang menjadi pemuda begajulan dan merupakan anggota geng motor, tiba-tiba berubah total saat sang ayah mengusirnya dari rumah. Dia terpaksa belajar mandiri dengan menjadi kurir pengantar makanan untuk menyambung hidup.
Sialnya, malam itu dia terjebak dengan seorang perempuan mandiri bernama Naomi yang mendapat fitnah dari tetangganya. Mau tak mau Brian dan Naomi harus menikah karena fitnah itu.
Namun, baik Brian maupun Naomi tak ada yang mau mengumumkan pernikahan mereka dan merahasikannya sampai waktu berpisah tiba. Akankah mereka sanggup merahasiakan pernikahan itu sampai akhir?
cek visual di ig @ittaharuka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itta Haruka07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bad Boy | Bab 32
Ancaman Naomi sepertinya bukan isapan jempol semata. Wanita itu mulai menghindar dari Brian dan tak ingin terlibat obrolan panjang dengannya. Dia akan berangkat kerja lebih pagi, dan tidur lebih awal sebelum Brian pulang kerja.
Hal itu tentu membuat Brian tak nyaman. Mumpung hari ini Naomi libur, Brian akan membahasnya agar bisa mendapatkan maaf dari istrinya itu.
Naomi yang sengaja bangun siang karena libur, tiba-tiba merasakan gerakan halus di belakang tubuhnya. Tidak ada orang lain di kamar itu dan membuat Naomi sangat yakin bahwa pelakunya adalah Brian.
“Mbak!”
Tebakan Naomi benar. Itu adalah suara Brian.
Satu tangan Brian melingkar di perut Naomi dan wajahnya menempel erat di leher wanita itu.
Naomi sebenarnya sudah bangun. Dia pura-pura masih terlelap karena enggan menanggapi Brian. Wanita itu rupanya masih marah dan kesal.
Entah Brian menyadari atau tidak kepura-puraan Naomi, tapi yang jelas dia memanfaatkan kesempatan itu dengan baik. Dia semakin mengeratkan pelukan itu di perut Naomi, lalu mendaratkan kecupan di pipi sang istri yang cantik.
“Mbak, bangun dong! Aku kangen banget ngobrol sama kamu, Mbak!” kata Brian di sela-sela kecupannya.
Naomi masih bertahan dan pura-pura tidak terganggu. Wanita itu masih enggan bicara dengan Brian walaupun untuk bertengkar.
Melihat Naomi yang tidak menunjukkan reaksi apa-apa, Brian akhirnya menyibak rambut Naomi yang menutupia lehernya. Lalu, dengan sangat mesra, pemuda itu mendaratkan kecupan di leher Naomi dan mulai mengiisapnya.
Naomi yang sekuat tenaga menahan supaya tidak bangun, akhirnya malah mendeesah akibat ciuman Brian di lehernya yang semakin membabi buta.
“Brian!” teriak Naomi sembari memukul tangan Brian yang memeluknya.
Brian yang sudah terlanjur menikmati, malah membalik posisi dan kini menyatukan kedua tangan Naomi ke atas dan ditahan dengan tangan kananya. Sementara tangan Brian yang lain digunakan untuk menopang tubuh agar tidak ambruk menimpa Naomi.
Kaki gadis cantik itu menendang-nendang, tetapi dengan sigap Brian meniindihnya hingga Naomi tak bisa berkutik.
Tatapan tajam Naomi membuat Brian merasa semakin gemas. “Cantik!”
Bocah itu malah cengar-cengir membuat Naomi kesal dan akhirnya membuka mulut tanpa sadar. “Kamu nyebelin banget sih, Brian! Aku udah bilang, jangan sentuh aku kalau kamu belum putus sama pacar kamu itu!” sentak wanita itu.
“Mbak, kamu bilangnya jangan sentuh, tapi kamu malah nggak mau ngomong sama aku. Kamu menghindar terus. Jujur aja deh, kamu cemburu kan, Mbak?”
Ingin sekali Naomi menghaantam lengan suami berondongnya itu dengan pukulan keras, tapi posisinya saat ini jelas tak bisa melakukan apa-apa selain mengomel. “Buat apa aku cemburu, Brian! Setelah berakhir sama kamu, aku yakin kok banyak yang mau sama aku. Aku bisa dapatin suami yang dewasa, yang kaya raya. Nggak kayak kamu, udah kayak bocah, nggak punya duit, tapi belagu!”
Sebenarnya Naomi tidak berniat melukai hati Brian dengan kata-katanya yang kasar dan terkesan menghina Brian. Akan tetapi, terkadang saat emosi dan kesal, apa yang keluar dari mulut adalah ungkapan hati yang sudah coba ditahan.
Sementara itu, Brian yang mendengar kata-kata Naomi merasa terbakar dan akhirnya membulatkan tekad.
“Oke, nanti malam aku akan putusin Rebecca. Kamu bisa ikut biar kamu percaya, Mbak!”
Setelah mengatakan itu, Brian bangkit dan pergi ke kamar mandi meninggalkan Naomi. Sementara Naomi sendiri, mulai sadar dengan apa yang dikatakannya dan merasa bersalah.
‘Apa Brian marah karena aku minta dia putus ya? Apa iya aku terlalu kejam? Gimana kalau ternyata pacarnya itu nggak mau putus, atau udah jadi korban si Brian. Sama aku yang nggak kenal aja langsung nyosor begitu, apalagi sama pacarnya yang pasti udah dicintai Brian sebelum pacaran, kan?’
Pikiran Naomi terus melayang memikirkan hal yang belum tentu terjadi. Dia jadi merasa bersalah pada Rebecca kalau seandainya apa yang dipikirkannya itu benar-benar terjadi.
‘Gimana kalau ternyata Brian udah tidur sama pacarnya, terus pacarnya itu nggak mau putus?’
***
Maap yak kemarin nggak update, nggak dicariin juga 😆😆