NovelToon NovelToon
Nadif - Casanova Time Traveler

Nadif - Casanova Time Traveler

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Time Travel / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:8.9k
Nilai: 5
Nama Author: Fernicos

Nadif, seorang pria tampan berusia 30 tahun yang hidupnya miskin dan hancur akibat keputusan-keputusan buruk di masa lalu, tiba-tiba ia terbangun di Stasiun Tugu Yogyakarta pada tahun 2012- tahun di mana hidupnya seharusnya dimulai sebagai mahasiswa baru di universitas swasta ternama di kota Yogyakarta. Diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan masa lalunya, Nadif bertekad untuk membangun kembali hidupnya dari awal dan mengejar masa depan yang lebih baik.

Karya Asli. Hanya di Novel Toon, jika muncul di platform lain berarti plagiat!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernicos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nadif - Bab 24: Black Card

Setelah sarapan pagi yang lezat, Jessy menatap Nadif dengan senyum manis yang penuh arti.

"Sayang, gimana kalau nanti siang kita ke mall hari ini? Aku mau kamu pilih outfit buat perform nanti di festival musik di GBK. Dua hari lagi kan?"

Nadif, yang masih menikmati sisa rasa kopi di mulutnya, mengangguk pelan.

"Boleh, sounds good. Kamu ikut milihin, kan? Aku gak jago soal fashion."

Jessy tertawa kecil.

"Tentu aja aku ikut. Aku gak bakal biarin kamu tampil seadanya di acara sebesar itu."

####

Siang harinya, sebuah Rolls Royce sudah siap di luar rumah, supir setia mereka menunggu dengan tenang. Sepanjang perjalanan, Jessy menceritakan antusiasmenya tentang festival nanti.

"Kamu pasti bakal jadi highlight, sayang. Aku gak sabar lihat kamu di panggung."

Nadif tersenyum, menggenggam tangan Jessy dengan lembut.

"Selama kamu di sana, itu yang paling penting buat aku."

Setibanya di mall terbesar di Jakarta Pusat, mereka disambut oleh suasana yang ramai namun elegan. Jessy langsung mengajak Nadif ke lantai khusus butik-butik mewah.

"Ayo kita cari yang paling bagus. Kamu harus tampil sempurna pas perform besok."

Mereka berdua berjalan berkeliling, melewati deretan butik berkelas yang menjual pakaian dengan harga selangit. Jessy akhirnya menemukan sebuah butik yang menurutnya paling sesuai.

"Di sini aja, sayang. Mereka punya koleksi terbaru yang pasti keren banget."

Nadif mengangguk, lalu Jessy memeluknya sebentar sebelum berkata,

"Aku mau lihat-lihat bagian outfit wanita dulu, kamu coba pilih-pilih dulu di sini, ya?"

"Nggak lama kok, nanti aku kesana," Kata Jessy yang di balas Nadif dengan senyuman.

Setelah Jessy berlalu, Nadif yang hari itu hanya mengenakan pakaian santai dan sederhana, mulai melihat-lihat koleksi pakaian pria. Namun, tidak lama kemudian, seorang pegawai butik menghampirinya. Dengan senyum tipis, pegawai itu memandang Nadif dari atas sampai bawah, jelas menunjukkan keraguan.

"Maaf, Mas. Pakaian di sini harganya cukup mahal. Mungkin bisa coba lihat di tempat lain yang lebih sesuai?" kata pegawai itu dengan nada merendahkan.

Nadif, yang tidak terlalu memikirkan penampilannya, tetap tenang dan berkata,

"Gak apa-apa, saya cuma mau coba lihat-lihat dulu."

Namun, pegawai itu tampak tidak terlalu antusias melayani Nadif. Ketika Nadif ingin mencoba salah satu outfit, pegawai tersebut berkata,

"Mungkin Mas bisa cari di tempat lain yang lebih cocok dengan budget-nya. Pakaian-pakaian di sini bukan untuk di coba-coba oleh sembarang orang. Di sini minimal harganya bisa sampai puluhan juta, Mas."

Nadif menatap pegawai itu dengan tenang, tidak langsung menanggapi.

"Oh ya? Berapa minimalnya?"

Pegawai itu terkekeh kecil, melirik Nadif dari ujung kepala hingga kaki.

"Minimal harga items di sini biasanya di atas 20 juta, Mas. Saya lihat dari penampilan Mas, mungkin lebih cocok ke toko yang lain."

Nadif tersenyum tipis. "Oh, gitu ya? Boleh saya coba jaket ini?"

Pegawai itu mendengus pelan, tetapi mengambilkan jaket yang dimaksudkan Nadif dengan malas.

"Terserah, Mas. Tapi jangan lama-lama, ya. Kami banyak pelanggan lain yang jelas-jelas lebih serius."

Nadif menerima jaket itu dengan tenang, lalu masuk ke ruang ganti. Saat ia keluar dengan mengenakan jaket tersebut, penampilannya berubah total. Jaket kulit itu pas di badannya, membuatnya terlihat sangat berkarisma.

Jessy yang baru kembali setelah memilih beberapa pakaian juga terkesima.

"Wow, sayang, kamu keren banget! Itu cocok banget disana kamu."

Nadif mengangguk sambil tersenyum, lalu berbisik ke Jessy,

"Bagaimana kalau kita ambil beberapa lagi?"

Jessy tertawa dan menggenggam tangannya.

"Iya Sayang, ayo kita tambah beberapa item lagi."

Mereka pun memilih beberapa pakaian lain, sementara pegawai butik itu hanya bisa melihat dengan pandangan sinis dan tidak percaya. Ketika mereka selesai, mereka menuju kasir untuk membayar. Pegawai tadi masih terlihat setengah hati melayani mereka, bahkan tampak kaget saat melihat total belanja mereka mencapai hampir 100 juta.

“Totalnya 98,750,000 rupiah Mas,” kata kasir dengan nada sedikit ragu dengan Nadif untuk bisa membayar sebanyak itu.

Lalu Jessy membuka tasnya, hendak mengeluarkan black card miliknya, tetapi ditahan oleh Nadif.

"Udah, ga usah sayang, biar aku aja yang bayar semua, termasuk belanjaan kamu. " katanya sambil mengeluarkan sebuah black card dari dompetnya dan menyerahkannya ke kasir. Pegawai itu tiba-tiba terdiam, melihat kartu tersebut dengan mata membelalak.

"Ini... ini black card." bisik pegawai itu, suaranya terdengar gemetar sekarang.

"Mohon maaf, Mas, saya tidak menyangka..."

Nadif hanya tersenyum santai, tidak berkata apa-apa. Jessy memeluk lengannya dengan manja, menyadari perubahan sikap pegawai tersebut.

Setelah semua transaksi selesai, mereka keluar butik dengan tas-tas belanjaan di tangan, Nadif dan Jessy berjalan beriringan menuju lobi mal yang luas. Jessy, yang merasa perutnya mulai keroncongan, menoleh ke Nadif dengan senyum lebar di wajahnya.

“Sayang, aku lapar banget. Gimana kalau kita makan dulu sebelum pulang? Kayaknya seru deh kalau kita mampir ke Sate Taichan Senayan. Udah lama aku nggak ke sana,” ajaknya dengan nada antusias.

Nadif mengangguk setuju.

“Boleh banget, Sayang. Aku juga udah mulai lapar. Kayaknya bakal enak nih kalau makan sate taichan sore-sore gini.”

Mereka berdua lalu menuju pintu keluar, di mana supir mereka sudah menunggu dengan sabar. Begitu masuk ke dalam mobil, Jessy menginstruksikan supir untuk menuju Sate Taichan Senayan, yang terkenal dengan rasa satenya yang pedas dan gurih.

Di perjalanan, Jessy masih terlihat senang dengan belanjaan mereka. Ia membuka beberapa tas untuk memeriksa ulang baju yang baru dibelinya, sesekali menunjukkan beberapa pilihan kepada Nadif.

“Lihat, Sayang, ini dress yang aku pilih buat dateng ke perform kamu nanti. Kamu suka nggak?” tanya Jessy sambil memamerkan dress berwarna merah marun dengan desain yang elegan namun simpel.

Nadif menatap dress itu sejenak, kemudian tersenyum.

“Kamu pasti bakal kelihatan cantik banget pake itu, Sayang. Pilihan kamu selalu pas.”

Jessy tertawa kecil, merasa senang dengan pujian Nadif. “Makasih, Sayang. Aku seneng kamu suka. Kamu sendiri udah puas sama yang kamu pilih tadi?”

Nadif mengangguk. “Iya, aku udah dapat beberapa outfit yang oke buat acara nanti. Untungnya semua nyaman dan cocok di badan.”

Jessy tersenyum, mengingat kejadian yang baru saja terjadi di butik.

“Bener, ya, Sayang, tadi itu pegawai butik sampai kayaknya ngeremehin kamu. Aku sampe kesel banget lihatnya.”

Nadif tertawa ringan, lalu menatap Jessy dengan pandangan sayang. “

Ya, mereka mungkin cuma lihat dari luarnya aja, Sayang. Nggak semua orang bisa ngerti nilai seseorang dari penampilan luar.”

Jessy menatap Nadif dengan tatapan penuh arti.

“Iya, aku ngerti. Tapi tetep aja, aku sebel kalau ada yang meremehkan kamu.” sahut Jessy, masih dengan ekspresi wajahnya yang kesal namun tetap terlihat cantik.

Nadif tersenyum tipis mendengar kata-kata Jessy.

Setelah beberapa waktu, mereka akhirnya sampai di Sate Taichan Senayan. Tempatnya ramai seperti biasa, dengan suasana yang meriah dan aroma sate yang menggugah selera menyambut mereka begitu turun dari mobil.

Mereka mengambil tempat duduk di bagian outdoor yang nyaman, di bawah payung besar yang melindungi mereka dari sinar matahari yang masih cukup terik. Setelah memesan beberapa porsi sate taichan dengan tingkat kepedasan yang berbeda, Jessy kembali teringat pada obrolan mereka di mobil.

“Ngomong-ngomong, Sayang,” kata Jessy sambil mengaduk-aduk minumannya,

“Aku jadi makin penasaran deh. Kamu kan nggak pernah cerita gimana caranya bisa dapet Black Card. Itu kan nggak sembarang orang bisa dapet.”

Nadif tersenyum, sedikit terkejut Jessy kembali mengangkat topik ini.

“Ah, Sayang, buat apa sih dibahas? Kamu juga kan punya Black Card. Keluarga kamu jauh lebih kaya dari aku.”

Jessy menatap Nadif dengan ekspresi bercampur antara rasa penasaran dan sayang.

“Iya, aku dan keluargaku punya. Tapi tetep aja, itu nggak mudah, Sayang. Aku tau banget gimana susahnya dapet kartu itu. Dulu itu kan kamu sempat pernah jatuh sampai ngamen di Malioboro. Kamu pasti punya sesuatu yang besar di balik ini semua.”

Nadif merendahkan suaranya, sambil memegang tangan Jessy di atas meja.

“Sayang, aku cuma beruntung aja bisa punya kartu itu. Aku nggak suka pamer atau bicara soal apa yang aku miliki. Yang penting, aku bisa bahagiain kamu dan hidup tenang tanpa terlalu mikirin soal uang.”

Jessy menggenggam tangan Nadif lebih erat, menatapnya dengan penuh kasih.

“Aku ngerti, Sayang. Dan aku suka sifat kamu yang rendah hati. Tapi kamu juga harus tau kalau aku bangga sama kamu. Aku cuma mau tau lebih banyak tentang kamu, karena aku sayang banget sama kamu.”

Nadif tersenyum hangat, merasakan ketulusan dari setiap kata yang Jessy ucapkan.

“Aku juga sayang banget sama kamu, Sayang. Kalau kamu mau tau, aku emang punya beberapa sumber income yang lumayan, tapi aku nggak mau kita terlalu bahas soal uang. Aku lebih suka fokus ke kita, gimana kita bisa jalani hidup bareng dan saling mendukung.”

Jessy tersenyum lembut, merasa lega meskipun jawaban Nadif masih samar. Dia tahu bahwa Nadif adalah orang yang luar biasa, dan justru kesederhanaannya itulah yang membuat Jessy semakin mencintainya.

Saat sate mereka tiba, obrolan pun beralih ke hal-hal yang lebih ringan. Mereka bercanda tentang pilihan sate yang pedas, saling menggodai tentang siapa yang lebih kuat menahan rasa pedasnya. Malam itu terasa sangat spesial, penuh dengan tawa dan kehangatan yang hanya bisa dirasakan oleh dua orang yang saling mencintai.

Setelah selesai makan, Jessy merasa puas dan kenyang. Dia menatap Nadif yang sedang sibuk membayar tagihan dengan Black Card-nya, mengingat kembali obrolan mereka tadi. Meski masih ada rasa penasaran, Jessy memilih untuk menyimpannya dulu. Baginya, yang paling penting adalah cinta dan kehangatan yang mereka miliki satu sama lain, bukan harta atau status sosial.

Ketika Nadif selesai membayar, mereka berdua berjalan pelan menuju mobil. Jessy menggandeng tangan Nadif, merasakan kebahagiaan yang meluap dalam hatinya. Di tengah riuhnya kota Jakarta, mereka menemukan ketenangan dalam kebersamaan, dan Jessy tahu bahwa apapun yang terjadi, ia akan selalu bersyukur memiliki Nadif di sisinya.

Mereka pun kembali ke mobil, siap untuk pulang setelah seharian berbelanja dan menikmati makanan favorit mereka. Di perjalanan pulang, Jessy menyandarkan kepalanya di bahu Nadif, memejamkan mata sambil menikmati momen damai bersama orang yang paling ia cintai. Dan dengan senyum di wajahnya, ia tahu bahwa kebahagiaan sejati tidak bisa diukur dengan harta, tapi dengan perasaan hangat yang hanya bisa diberikan oleh seseorang yang tulus mencintainya.

1
Azis
Ceritanya relate banget, si author jadi kaya cenayang yg bisa tau ini itu
Kita sebagai pembaca seolah dibawa oleh penulis buat ngerasain apa yg Nadif alamin. Keren bangettt 🌟🌟🌟🌟🌟
Fernicos: makasih mas aziz 🥰
total 1 replies
... Silent Readers
Luar biasa
Anna🌻
aku mampir thor, Ceritanya menarik
semangat berkarya ya thor🙏🏽
Fernicos: Hai kak Anna salam kenal, makasih dah mampir yaa
total 1 replies
Aurora79
"Dif....Nadif!" jiwa dari MASA DEPAN, tapi kenapa NAIF banget sich?! Katanya mau memperbaiki diri???? Koq malah mendekat ke.perempuan2 yang HAUS HARTA?!

#Gemes aku bacanya klw MC-nya Naif kaya gini.

Harusnya MC lebih Cool dan benar2 fokus memperbaiki diri, bahagiain keluarga, memantapkan karirnya. Jangan diajak2 RUSAK, malah mau...🙄
Aurora79: oke..👍
Fernicos: Hehe udah nikmatin aja ya alur ceritanya, bakal makin seru kok. Ini cerita udah sampe bab 80 loh, tapi sengaja aku update sehari satu aja /Smile/
total 4 replies
Fa🍁
gak tau ya kesini gak suka tuh sama Jessy. kalau ada aku empat mata nih maki maki ni orangnya biar mikir !! seru Cerita nya tapi lelah aku.
Fa🍁
ya jelas dong dia suka cinta ama Vonzy gimana sih pikiran lu, gak mungkin si Nadif mau mencuri? kalu gak mencuri perhatian nya neng
Fa🍁
jelas terganggu lah Nadif, helo gak mungkin gak akan terganggu tau tau dia hamil aja kan lucu
Fa🍁
bacot lu Jessy kalau gue jadi Nadif tinggalin dia salah sendiri, bjir bgt ada cewek kek gitu dasar
Fa🍁
hahaha kok gini sih? lu gak mesti ngerasa bersalah kalau si Jessy yg bilang dia menyesal, lu nyeselin apa Dif heran gue. tapi sekarang gue paham.
Fernicos: Nyeselin ilang perjaka wkwkw
total 1 replies
Fa🍁
cinta gak mikir 2 kali, sama kayak udah kerasukan setan mana sadar
Fa🍁
ciaaaa nyalahin diri sendiri, ngaku ya neng
Fa🍁
waw aku terkejut mamah
Fa🍁
hahaha
Fa🍁
tuh kan si Alex nih kayak gini, bikin minta dipukul tau gak sih Elx
Fa🍁
terus semangat Dif bukan km yg salah kok,
Fa🍁
aku baru tau kalau cowok bisa gini, sekarang paham kenapa banyak odgj cowok,
Fa🍁
namanya kek nama anabul aku Vino Vony
Fa🍁
punten, tolong doang pake otak neng mikir nya, udah di jelasin gak suka masih aja kek gitu heran cinta Lo mati ya neng!! kebawa emosi wkwk
Fa🍁
jadi ini toh, hmm
Fa🍁
Dasar lu cewek!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!