Saat istri tidak ingin memiliki bayi, saat itulah kekecewaan suami datang, ditambah lagi istrinya selingkuh dengan sahabatnya sendiri, sampai akhirnya mereka bercerai, dan pria itu menjadi sosok yang dingin dan tidak mau lagi menyapa orang didekatnya.
Reyner itulah namanya, namun semenjak bertemu dengan perempuan bernama Syava hidupnya lebih berwarna, namun Reyner todak mau mengakui hal itu.
Apa yang terjadi selanjutnya pada mereka?
saksikan kisahnya ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aghie Yasnaullina Musthofia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 PERKASA
Leni sedikit berlari menuju dapur, ia tidak mau jika Syava terus menginterogasinya.
BUGH.
Tiba-tiba Leni menabrak seseorang yaitu Jai, Jai yang terkejut pun menahan tubuh Leni agar tidak terjatuh dan posisi mereka seperti orang berpelukan.
Sepersekian detik kemudian pandangan mereka bertemu, namun tak lama Leni segera menguraikan pelukan Jai dengan kedua tangannya.
Tanpa mereka sadari Syava yang melihat itu ternganga.
"Maaf kak aku nggak sengaja tadi aku buru-buru mau kedapur", Leni membenarkan posisinya, dan merapikan rambutnya.
Jai tersenyum hatinya berdebar dan salting namun tidak ia tunjukkan.
"Iya nggak apa-apa lain kali hati-hati ya?", jawab Jai.
Leni hanya mengangguk dan segera menuju tempat tujuannya.
Jai melihat Leni yang sudah sedikit menjauh pun segera membuang nafasnya kasar.
Syava menghampiri Jai.
"Hayo,, pak Jai ngapain senyum-senyum?", sontak saja Jai kaget mendengar suara itu.
"Hah, nona Syava?", Jai sambil memegang dadanya.
"Iya pak ini saya? Pak Jai jadian ya sama Leni? Kalian Cinlok ya,,,?", goda Syava, tentu saja membuat mata Jai membola.
"Apa? Jadian? Cilok?", tanya Jai kebingungan.
Syava hanya mengangguk antusias.
"CINLOK pak bukan CILOK, CINLOK Cinta Lokasi, dimana-mana pak Jai akan merasakan cinta kalau ketemu Leni itu maksudnya pak, pak Jai udah jadian kan?", jelas Syava sembari bertanya lagi.
"Oh itu,,, Belum non, saya belum jadian", jawab Jai cepat sembari menggaruk tengkuk lehernya.
"Hah!! Belum? berarti pak Jai sama Leni mau jadian? Wah,,, aku senang sekali akhirnya Leni punya pacar", ujar Syava semangat.
"Ah maksud saya bukan itu non, saya tidak kepikiran untuk itu", jawaban Jai itu membuat senyum Syava berhenti.
Di kejauhan terlihat Leni yang mendengar pembicaraan mereka, hatinya sedikit sakit mendengar ucapan Jai, yah siapa memang yang akan mau menjadi kekasihnya, menurut Leni ia tidak pantas di cintai karena ia hanya orang miskin.
"Oh gitu ya pak, saya kira kalian sudah sedekat itu, soalnya Leni aja panggil pak Jai dengan sebutan kakak", jelas Syava.
"O itu karena saya ingin kita tidak canggung non kalau berteman, nona Syava juga jangan panggil saya pak dong non, panggil Jai saja, karena saya tidak enak dengan pak Rey", pinta Jai.
"Tapi saya juga nggak sopan kalu panggil pak Jai hanya namanya saja", keluh Syava.
"Tidak apa-apa non, non Syava sebentar lagi kan jadi Nyonya Reyner jadi tidak usah sungkan memanggil saya seperti itu", jawab Jai.
"Ya tapi tidak sekarang ya pak, aku belum terbiasa"
"Oke non terserah nona Syava saja, lain kali panggil saya Jai saja ya non, kalau begitu saya permisi dulu non, mau ngecek persiapan nanti sore", tukas Jai.
Syava mengangguk, Jai pun pergi dari hadapannya.
Syava celingukan ia mencari keberadaan Leni ke dapur namun tidak ada, mungkin Leni sedang bantu-bantu ibunya, Syava tidak diizinkan melakukan pekerjaan apapun karena takut dia kelelahan saat acara nanti.
Syava pun kembali ke kamarnya, ia merebahkan tubuhnya, sembari mengeluarkan selembar foto kedua orang tuanya.
"Pa, ma, bulan depan Syava mau nikah lo,,, papa sama mama do'ain Syava ya,, biar pak Rey tidak jahatin Syava", Syava bicara sendiri menatap foto kedua orang tuanya.
"Kalau dia jahat aku pasti akan ikut sama papa sama mama aja, aku kangen papa sama mama, apa papa sama mama nanti akan datang saat Syava nikah?", Syava berhayal, ia mengusap air matanya yang jatuh lalu memeluk foto kedua orang tuanya.
***
"Beruntung ya kamu San,, dapet mantu pengusaha kaya,,, ", Santi dan Sarah mengobrol di gazebo sambil melihat beberapa orang menghias dekorasi tempat acara.
"Bukan aku yang beruntung Sar,,, tapi Syava lah yang selalu membawa keberuntungan, aku bersyukur banget jika Syava bisa bahagia bersama nak Reyner nantinya", ujar Santi.
"Iya Leni juga sering cerita tentang kedekatan mereka, ya,, semoga mereka langgeng sampai kakek nenek", ucap Sarah.
"Aamiin, oh ya gimana Leni juga mau nyusul Syava juga nggak?", tanya Santi.
Sarah tertunduk mendengar pertanyaan Santi, ia sedih karena penyakitnya.
Santi yang melihat itupun paham dengan apa yang dirasakan Sarah.
"Kamu sabar ya Sar,,,", Santi menggenggam tangan Sarah lembut.
"Aku takut tidak ada yang mau sama Leni San, mengingat kondisiku yang seperti ini", Sarah berucap lemas.
"Kamu itu bicara apa sih Sar,,, Leni itu perempuan yang baik dan cantik, tidak mungkin tidak ada yang mau sama dia, hanya orang yang tidak tulus lah yang tidak bisa melihat kebaikan Leni", jepas Santi menyemangati.
"Yah,, bahkan dari dulu Leni tidak pernah dekat dengan pria manapun"
"Ya mungkin Leni masih belum mau pacaran, kamu nggak boleh pesimis gitu,,, semoga suatu saat Leni menemukan jodoh yang terbaik", ujar Santi sembari mengelus punggung Sarah.
Sarah mengAmini ucapan Santi, ia tersenyum dan tidak ingin terlihat sedih, dia harus tegar.
Sementara diujung sana ada sepasang telinga yang sedang mendengar pembicaraan mereka.
___
___
Di kediaman Reyner.
"Maafkan mama ya Rey?, mama ambil keputusan ini secara mendadak", tutur Arini merasa bersalah.
"Ma, kenapa minta maaf, jika mama bahagia pasti Rey juga akan bahagia", tangan Rey menggenggam tangan ibunya.
"Bagaimana dengan Syava?, apa dia bahagia pasti dia marah ya sama mama karena tidak memberi tahu dia dulu", Arini melas.
"Tidak kok ma, Syava tidak marah, dia baik-baik saja, Rey sudah bicara sama dia kemarin", terang Rey.
"Oke, nanti mama juga akan minta maaf sama Syava, mama ikhlas kok jika nanti Syava menunda pernikahan ini sampai dia siap, yang penting sekarang Syava sudah terikat sama kamu, entah kenapa mama senang sekali dekat dengan Syava, mama seperti sudah mengenal dia sejak lama, apa mungkin dia itu memang jodoh kamu?, ujar Arini antusias.
Rey yang mendengarnya hanya tersenyum dan ia juga merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan ibunya.
"Mama do'akan saja semoga pernikahan Rey yang kedua ini langgeng dan Syava mau menerima kekurangan Rey dalam hal apapun", tutur Rey.
"Iya sayang, mama berharap seperti itu, dan semoga Syava mau memberi cucu buat mama", jawab Arini.
Obrolan mereka berakhir ketika mendengar Bima yang berdehem.
"Lagi ngobrolin apa sih, serius amat?", tanya Bima sembari duduk disamping Arini.
"Ini lo pa,, mama itu merasa bersalah dengan keputusan mama kemarin tanpa rundingan dulu sama Syava,,, ", sahut Arini.
"Oh itu, papa penasaran sekali dengan Syava itu, kenapa dia mau menikah dengan anak kita yang duda ini?" ejek Bima melirik Rey.
Rey terbelalak mendengar ejekan Bima, disaat serius papanya selalu saja ngelawak.
"Ha ha, papa nggak tahu ya, duda gini aku tuh perkasa pa, enak saja", timpal Rey tak terima.
"Oh iya?, awas saja jika nanti kamu tidak tokcer saat berc*nta, papa sama mamamu ini sudah ingin sekali menggendong cucu", tutur Bima menggoda.
'Bagaimana bisa kita akan berc*nta, sementara Syava tidak mencintaiku, tapi apa iya aku mencintainya?, hatiku berdebar ketika dekat dengannya, tapi ah sudahlah', batin Reyner.
"Rey kau ini malah menghayal belum nikah juga", goda Bima.
Seketika Arini tergelak mengira Rey memang sedang menghayalkan malam pertama mereka.
"Ih siapa yang menghayal sih pa", wajah Reyner memerah malu.
"Sudah sudah ayo kita siap-siap ini sudah jam 3 sore, suruh adikmu bersiap juga Rey", perintah Arini.
Reyner mengangguk dan beranjak menuju kamar Rena menyuruh mereka agar besiap untuk berangkat ke panti asuhan Syava.
***