Terpaksa Menikahi Pria Amnesia

"Ba-baik, Nyonya,'' jawab bibi terbata-bata, wanita paruh baya itu pun melirik wajah Inara sekejap sebelum akhirnya melangkah menuju pintu lalu keluar dari dalam kamar.

'Semoga Nyonya gak nyakiti Non Inara. Ya Tuhan, lindungilah anak ini,' batin bibi seraya menutup pintu kamar.

Sementara itu, Inara meletakan nampan berisi piring dan segelas air putih di atas meja kecil, sedangkan makanan yang tengah berada di dalam mulutnya ia telan saat itu juga meskipun makanan tersebut belum ia kunyah dengan sempurna. Wanita itu menatap wajah Anggi dan ibu sambungnya secara bergantian dengan wajah datar.

"Udah kenyang makannya?" tanya Anggi sinis. "Enak banget ya kamu, makan aja sampe di anterin ke kamar. Emangnya kau ini Nyonya rumah di rumah ini apa?"

Inara memutar bola matanya kesal tanpa menimpali ucapan Anggi.

"Sudah cukup, Anggi. Biarkan dia makan yang banyak sebelum operasi," ujar Angelina, berpura-pura bersikap ramah di depan Inara. "Inara, Tante akan menjadwalkan operasi buat kamu secepatnya. Kamu gak keberatan 'kan mendonorkan ginjal kamu buat Ayah kamu?"

Inara masih bergeming, ia tidak akan melakukan apa yang diminta oleh Angelina sebelum Dave suaminya memberinya izin.

"Kenapa kamu diem aja, cewek udik? Kamu denger 'kan apa yang dikatakan sama Tante Angelina?" sahut Anggi lagi-lagi bersikap sinis.

"Iya aku denger," jawab Inara. "Tapi, apa Ayah sana Jo ..., maksud aku Dave setuju sama hal ini? Aku gak akan operasi sebelum mereka kasih izin.''

"Kamu gak perlu izin dari mereka, Inara. Tante yang mengatur dan mengurus hal ini,'' jawab Angelina penuh penekanan. "Kamu cukup tanda tangani surat pernyataan setelah itu operasi akan segera dilakukan, paham?"

"Nggak, aku gak mau. Aku harus dapet izin dari Dave dulu."

Baik Angelina maupun Anggi seketika menoleh dan menatap wajah satu sama lain lalu kembali menatap wajah Inara. Kenapa wanita itu harus mendapatkan izin dari Dave padahal pria itu bukan siapa-siapa selain kakak tirinya saja. Dave tidak berhak memberi izin atau pun melakukan hal sebaliknya, kecuali jika Dave memang suaminya. Batin Anggi semakin merasa kesal saja.

"Atas dasar apa kamu harus dapet izin dari Dave segala, hah?" bentak Anggi. "Kamu itu bukan siapa-siapanya dia, jangan bersikap seolah kamu ini istrinya. Dasar gak tau diri!''

Inara seketika menggigit bibir bawahnya keras, ingin rasanya ia mengatakan yang sesungguhnya bahwa sebenarnya ia adalah istri dari Dave Sebastian. Pria itu berhak mengatur hidupnya, ia juga berkewajiban untuk meminta izin tentang segala hal yang akan ia lakukan karena seperti itulah seharusnya. Seorang istri tidak boleh melakukan sesuatu tanpa seizin suaminya.

Angelina tiba-tiba saja duduk di tepi ranjang tepat di samping Inara. "Penyakit Ayahmu udah stadium empat. Hanya dengan transplantasi ginjal dia bisa selamat, Inara. Cuma kamu yang bisa ngelakuin itu karena kamu putri kandungnya dia. Kamu gak mau 'kan kalau Ayahmu itu meninggalkan?"

Inara diam seribu bahasa seraya memalingkan wajahnya ke arah lain. Sepertinya, hati Inara mulai goyah, mendengar prihal kematian yang bisa menghampiri ayahnya kapan saja membuatnya seketika dilanda rasa dilema.

"Dengerin Tante, Inara. Kalau kamu bersedia mendonorkan ginjal kamu, Tante janji akan merestui hubungan kamu sama Dave, Tante janji," lirih Angelina mencoba untuk membujuk.

"Tante?" seru Anggi murka. "Ko Tante gitu sih? Dave itu calon suami aku, gak boleh ada yang menikah sama dia selain aku!"

Angelina menoleh dan menatap wajah Anggi seraya mengedipkan satu matanya sebagai isyarat. Wanita paruh baya itu sedang bersiasat. Ia akan melakukan apapun agar Inara bersedia mendonorkan ginjalnya. Angelina tidak ingin kehilangan Sebastian, ia begitu mencintai suaminya itu, dirinya bahkan rela menjadi pelakor dan merebut Sebastian dari ibunda Inara.

Anggi yang paham dengan kedipan mata Angelina hanya bisa mendengus kesal seraya memalingkan wajahnya ke arah lain. Sementara Inara yang mulai goyah seketika menundukkan kepala semakin merasa dilema.

"Tapi aku tetap butuh izin dari Dave, Tante. Kalau dia gak kasih izin, aku gak akan operasi," ujarnya dengan nada suara lemah. "Aku emang sayang sama Ayah, aku pengen beliau hidup lebih lama lagi, tapi--"

Inara terpaksa menahan ucapannya karena Anggi yang sudah terlanjur kesal tiba-tiba saja meraih gelas berisi air lalu menumpahkannya tepat di kepala Inara.

"Dasar cewek gak tau diri," bentak Anggi dengan nada suara lantang.

Inara seketika memejamkan kedua matanya saat air putih itu terasa dingin mengguyur kepalanya hingga membasahi wajah begitu pun dengan pakaian yang ia kenakan. Kedua tangannya seketika mengepal. Apa yang Anggi lakukan benar-benar sudah keterlaluan. Wanita itu pun mendongakkan kepala menatap tajam wajah Anggi dengan bola mata memerah.

"Kamu pengen tau kenapa aku membutuhkan izin dari Dave?" tanya Inara, kesabarannya sudah habis tidak bersisa.

"Tutup mulut kau, Inara. Kalau tidak, aku robek mulut kau ini," bentak Anggi murka.

"Aku dan Dave--"

"Kami sudah menikah," sahut Dave tiba-tiba saja memasuki kamar mengejutkan mereka yang ada di sana. "Tak ada yang boleh menyentuh istri saya termasuk kamu dan ..." Dave menahan ucapannya seraya menatap wajah Angelina sang ibu. "Dan Mommy. Inara istri saya dan saya suaminya, dia tak akan melakukan apapun tanpa seizin saya, suaminya."

Bagai disambar petir di siang bolong, Angelina bukan hanya terkejut mendengar pernyataan putranya, tapi ia pun tidak menyangka bahwa hubungan mereka bukan hanya sebatas kekasih saya. Tubuh Angelina seketika melemas, kedua kakinya bahkan mulai gemetar membuatnya hampir saja tumbang seraya memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing.

"Tante," sahut Anggi sontak menopang kedua sisi bahu Angelina.

"Ka-kamu!" bentak Angelina seraya menatap tajam wajah Inara. "Kamu apakan putraku hingga dia jadi seperti ini, hah?"

Inara bergeming seraya menatap wajah Dave yang perlahan mulai meraih telapak tangannya lalu membantunya berdiri tegak.

"Astaga, jahat sekali kau, Anggi? Kenapa kau tega melakukan ini sama Inara?" decak Dave seraya membersihkan air yang tersisa di kepala istrinya, juga mengusap kedua sisi wajah Inara yang basah.

"Dave!" teriak Angelina, suaranya terdengar nyaring bahkan memantul di udara. "Kamu benar-benar udah ngebuat Mommy kecewa, Mommy gak akan pernah maafin kamu, Dave. Nggak, Mommy gak percaya kalau kalian udah menikah. Itu pasti cuma siasat kamu aja,'kan? Kamu pasti bohong sama Mommy, 'kan?"

Dave menghela napas panjang lalu menatap sayu wajah sang ibu. "Tidak, Mom. Saya tak bohong, saya lelah menjadi bonekanya Mommy. Saya udah dewasa, saya berhak menentukan kehidupan saya sendiri termasuk menentukan wanita mana yang akan menjadi istri saya."

Bersambung