"Lo gak seistemewah itu."
"Kalau begitu jangan ikut campur urusan gue!."
^-^
Karelio Nathanael
Mantan terberengsek sekaligus mantan terindah bagi Desya.
Mereka sudah berstatus mantan, tetapi tetap saja cowok itu berkeliaran di sekitar Desya seakan Desya adalah pusat hidupnya.
Adesya Sakura Atmaja
Julukan Queen Bee juga sesuai dengan arti nama Adesya 'anak perempuan raja', Bukan hanya dari keluarga old money, Desya juga cantik dan mempunyai otak yang diatas rata-rata sehingga dia selalu dieluh-eluhkan.
Desya mempunyai saudara kembar yang supportif dan menjadi garda terdepan untuknya.
Elio merasa Desya, perempuan yang terlalu sempurna untuk Elio yang bukan siapa-siapa.
________
Dan cerita ini tentang Desya dan orang-orang yang memiliki peran penting dihidupnya. Bahkan sosok Elio yang hanya mantan, susah untuk dihilangkan dari ingatan karena susah untuk di enyahkan.
"As you wish, terserah kamu mau apa!."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unik Muaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Pengecut
"Daddy!!!"
Teriakan nyaring terdengar dari teras rumah, itu suara Ares yang terdengar panik, entah karena apa.
Brak ....
Ares berlari memasuki rumah, sembari menoleh kekanan dan kekiri, setelah tatapan matanya menangkap kehadiran Ronald dan Olivia yang duduk di sofa ruang tamu, Ares berlari menghampiri mereka dengan nafas memburu, wajahnya memerah menahan kepanikan.
Ronald dan Olivia mengerutkan kening menatap Ares yang terlihat tidak bisa menguasai ketenangan dirinya seperti biasanya.
"Sakura ilang Ded, Twin hilang Mum. Maaf, Gara telat jemput. Saat Gara nyampek sana kunci motornya ada diibu-ibu baik hati ngasih kunci motor Twin, dia bilang Desya udah pulang. Tapi Gara telepon gak diangkat-angkat, masa ..."
"Suttt ...." Olivia menghentikan Ares yang mencoba menjelaskan jika Desya menghilang.
"Abang berisik" keluh Enzo yang baru saja Ares sadari jika sang adik juga berada disana.
"Lah, kalian yang kenapa?. Ini Adesya hilang, Sakura, Ura, kembaran aku hilang!!!" Ares mengatakannya dengan menggebu-gebu.
"Ck!" Enzo berdecak kesal, "dia yang bawa Kakak pulang" tunjuk Enzo pada Elio dengan dagunya.
Elio duduk tepat di sofa depan Daddy dan Mummynya, dan lagi-lagi Ares baru sadar jika ada orang lain disana selain Daddy dan Mummynya.
"Pakek cara gendong Kak, segala" Enzo mendengus sebal diakhir kalimat.
Ares menoleh kearah tunjuk Enzo, disana duduk Elio dengan senyum canggungnya. Wajah khawatir Ares sirna seketika, bahunya merosot terlihat jika dia merasa lega. Dengan langkah oleng, Ares duduk disalah satu sofa, menyandarkan punggungnya kesandaran sofa lalu mendongak, terlihat begitu lega.
Beberapa detik kemudian Ares tersadar akan sesuatu, dia buru-buru duduk dengan tegap menatap Elio tajam.
"Lo gak ngapa-ngapain kembaran gue kan?."
"Hem..."
"Ck!."
Olivia dan Enzo menunjukkan kejengahan mereka berdua karena pertanyaan yang Ares ajukan barusan.
Sudah lebih dari sepuluh menit Elio duduk di sofa ruang tamu dengan mereka bertiga sebelum kedatangan Ares, pertanyaan Ronal aka sang Daddy protektif Desya itu mengulang-ulang pertanyaan yang baru saja Ares tanyakan berkali-kali. Seandainya tidak menjatuhkan wibawa Renald didepan Elio, Olivia sudah mengomelinya.
"Elio gak ngapa-ngapain Gara" keluh Olivi, "yang ada tuh kalian harusnya berterima kasih sama Elio sudah mengantar Sakura."
"Tapi ya gak gendong-gendong juga Mum" Enzo mendengus.
"Dia gendong Ura juga!!!" Tanya Ares dengan nada tinggi tak percayanya.
"Iya dia ..."
"Daddy!" Desis Olivia dengan rahang mengatup dan tatapan penuh ancaman, "kalian tuh ya .... Ah ... Gemes Mummy jadinya" Olivia yang geregetan mengepalkan kedua tangannya. "Kalian kan tau gimana kalau Ura kecapean, dia tidur udah kayak orang pingsan. Kunci motornya aja sampek ada di Ibu-ibu itu, mungkin Ura gak sadar kalau udah kehilangan kunci sama motornya. Harusnya kalian tuh berterima kasih, bukan malah ... Oh my Dod ..." Olivia sampai tidak bisa berkata-kata dengan tingkah laku ketiga prianya.
Ketiga tiga pria keturunan keluarga Atmaja itu terdiam tidak berani membuka suara lagi karena Olivia pasti akan mengomeli mereka lebih panjang lagi nantinya.
Renald budan takut istri, tetapi sama seperti Olivia, dia menjadi wibawa sang istri didepan anak-anak, dan pasti akan melanjutkan pembahasan ini dikamar berdua saja.
"Ya udah makasih" ucap Renald meski ogah-ogahan namun terdengar tulus, "sekarang udah malem, pulang sana."
"Lah kok di usir?."
"Ini memang sudah malam sayang ..." Tangan Renald mengelus rambut Olivia, "lagi pula besok dia akan sekolah. Ayo saya antar sampai depan."
Renal berdiri dari duduknya, berjalan terlebih dahulu keteras depan.
Elio ikut berdiri, bersalaman pada Olivia laku tersenyum segaris pada Ares, mengingat pertemuan terakhir mereka tidak bisa dikatakan baik-baik sajam.
Sesampai diteras rumah keluarga Atmaja, Elio bersalaman pada Renald namun tidak bisa dipungkiri jika dia terlihat jelas sangan salah tingkah didepan Daddy Desya itu.
Selesai Elio bersalaman, Renald tidak langsung melepas tangan Elio. Renald malah menggenggam tangan erat, hingga Elio meringis namun dia mencoba untuk mempertahankan senyumannya didepan Renald.
"Delapan bulan lalu, saya mengatakan itu bukan untuk membuatmu menyakiti putriku selama ini Karelio" ucap Renald penuh tekanan disetiap katanya.
Meski genggaman tangan Renald semakin mengerat, kaki ini Elio seakan tidak merasakan sakitnya. Elio hanya mampu menatap lurus pada tatapan tajam Renald padanya.
Tampa dikomando, ingatan Elio tentang kejadian delapan bilan lalu berputar dibenaknya.
"Dari dulu sampai kapanpun, saya tidak pernah seratus persen mendukung hubungan kalian, tetapi saya tidak juga melarang" Renald melepas genggaman tangannya dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana. "Jika memang mau melepaskan putri saya, pergi sana yang jauh. Jangan pernah lagi muncul dihadapannya. Jangan nanggung-nanggung kalau mau membuat keputusan. Cowok itu harus gentle dan tidak pengecut, Paham!."
Elio terdiam ditempatnya berdiri, menangguk kepala pelan sambil tetap berusaha untuk kembali tersenyum meski hanya segaris.
Tiba-tiba pintu rumah belakang Renald terbuka semakin lebar, Ares keluar dengan membawa tote bag di ikut dengan Enzo yang berjalan dibelang Ares.
Renald yang menyadari keberadaan anak-anaknya berbalik badan, menatap Ares dan Enzo bergantian dengan sebelah alis terangkat. Ares yang pahan dengan tatapan Renald mengangkat tangannya yang memegang tote bag, kepala Renald mengangguk-angguk sebelum masuk kedalam rumah meninggalkan ketiganya.
Ares menyodorkan tote bag ditangannya pada Elio, "dari Mummy" ucap Ares singkat.
Elio mengambil tote bag itu, mengintip isi isi dalam tote bag tampa membukanya.
"Kukis buatan Mummy" Enzo memberi tahu karena terlihat Elio penasar akan isi tote bag itu.
"Nanti wadahnya gue kembalikan ya."
"Gak usah" tolak Ares.
"Kita bukan orang kesusahan, lagian cuma toples aja" Enzo menimpali.
"Tapi ini kan toples kesukaan Adesya."
Sebenarnya bukan kesukaan Desya, itu toples yang dia belikan untuk Desya saat mereja kencan disuatu pusat pembelanjaan.
Tampa ada yang komando, Enzo dan Ares menghela nafas bersama. Tatapan mata mereka juga berubah menatap jengah pada Elio yang tidak mengerti, apa ucapannya ada yang salah?.
Enzo berbalik badan hendak masuk kedalam rumah, "sama-sama lebay ternyata" gumam Enzo yang masih dapat didengar Elio.
"Pulang gih sana!, jangan muncul-muncul lagi" usir Ares. "Padahal udah bagus dua minggu ini lo udah gak pernah lagi berkeliaran di sekitar kembaran gue."
Diam-diam Elio menahan diri agar tidak tersenyum, sepertinya Ares tidak mengetahui jika Elio dan Desya pernah bertemu beberapa hari lalu. Bahkan juga mengantar Desya hingga depan pagar rumah keluarga Atmaja.
"Gue lagi ngurus sesuatu" ucap Elio sembari menghela nafas, "bertemu sama kembaran lo ngerefresh otak gue" lanjutnya dengan senyum yang terukir.
"Gue gak perduli mau otak lo mati sekalipun."
"Terima kasih."
"Ck!, gue gak lagi muji lo."
"Gue tahu" Senyum Elio terukir kembali, "terima kasih karena tidak sepenuhnya ngeblok gue dikehidupan kembaran lo."
"Gue ngelakuin semuanya untuk Kembaran gue bukan lo" tatapan Ares berubah tajam, aura menakutkan mulai menyelimutinya. "Bahkan kalau dia minta gue ngebunuh lo, gue akan lakui tampa mikir dua kali."
Elio tersenyum getir, Elio tidak meragukan apa yang Ares katakan barusan. Pukulan Ares delapan tahun lalau hampir saja membuatnya kehilangan nyawa.
"Gue masih ada rasa sama dia" ucap Elio lirih namun terdengar penuh keyakinan.
"Gue tau" ucap Ares, "dan gue juga tau lo pengecut. Dan sampai sekarang, sama kayak dia gue gak tau alasan kenapa lo bisa menjadi seorang pengecut ulung begini."
^-^