"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 25 - Menutup hati
Seiring berjalannya waktu, Lea tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Wajahnya yang rupawan, dipadukan dengan tubuh yang semakin dewasa dan kemampuannya dalam merawat diri, membuat Lea semakin bersinar.
Pesonanya tidak hanya menarik perhatian di kafe tempat ia bekerja, tetapi juga di sekolah.
Lea sering kali menjadi pusat perhatian. Bukan hanya karena kecantikannya, tetapi juga karena kepintarannya yang membuatnya selalu berada di peringkat atas.
Banyak siswa laki-laki yang diam-diam mengaguminya, mencoba mendekati dan mencari perhatian darinya. Namun, Lea tampak acuh tak acuh, seolah-olah tidak tertarik pada siapa pun.
Pagi itu, saat istirahat sekolah, Lea sedang duduk di bangku taman sekolah, menikmati udara segar sambil membaca buku. Tiba-tiba, dua orang siswa dari kelas sebelah yang bernama Andra dan Juna, mendekatinya.
"Lea, lagi ngapain?," tanya Andra sambil tersenyum lebar.
"Seperti yang kamu lihat, Andra. Membaca," jawab Lea singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.
Lalu Juna mencoba mencairkan suasana dengan candaan, "Wah, serius amat. Istirahat itu waktunya santai, bukan belajar lagi."
Lea hanya mengangguk pelan tapi tetap fokus pada buku di tangannya.
Menyadari usaha mereka tidak membuahkan hasil, Andra dan Juna pun hanya saling pandang dan mengangkat bahu. Mereka merasa jika Lea itu memang sulit untuk didekati.
Tidak hanya Andra dan Juna, banyak siswa lain yang juga berusaha mencari perhatian Lea.
Salah satunya adalah Bima, seorang siswa populer yang dikenal karena kepercayaan dirinya dan selalu berhasil memikat hati para gadis. Namun, Lea tampaknya berbeda.
Suatu hari, saat Lea sedang berjalan menuju kelas, Bima menghampirinya dengan senyum yang menggoda.
"Lea, kamu tahu nggak kalau kamu itu bikin hati banyak orang di sekolah ini berdebar-debar?," goda Bima sambil berdiri di hadapan Lea.
Lea menghentikan langkahnya sejenak, lalu menatap Bima dengan tatapan datar. "Mungkin karena mereka terlalu banyak minum kopi," jawabnya dingin, lalu melanjutkan langkahnya tanpa memberi Bima kesempatan untuk membalas.
Bima tertegun sesaat, karena tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu, nyeletuk tapi ngena ha ha.
Namun, Bima segera tertawa kecil dan merasa tertantang oleh sikap Lea yang dingin itu. Ia merasa jika Lea adalah gadis yang berbeda dari yang lain, lebih cerdas dan lebih sulit ditaklukkan.
Ketika kecantikan dan kepintaran Lea semakin dikenal, banyak siswa yang mulai memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaan mereka.
Salah satunya adalah Kevin, seorang siswa yang dikenal sopan dan pendiam. Setelah beberapa kali mengumpulkan keberanian, akhirnya Kevin memutuskan untuk menyatakan cintanya pada Lea di hari itu.
Siang itu, Kevin menunggu Lea di dekat gerbang sekolah, tempat biasa Lea melewati saat pulang. Saat Lea akhirnya keluar, Kevin pun mendekatinya dengan wajah gugup.
"Lea, aku... aku ingin bilang sesuatu," kata Kevin dengan suara yang sedikit gemetar.
Lea berhenti sejenak lalu menatap Kevin "Apa itu, Kevin?."
Kevin menarik napas dalam-dalam dan mencoba mengumpulkan keberaniannya. "Aku suka sama kamu, Lea. Sudah lama aku ingin bilang, tapi aku selalu ragu. Aku tahu mungkin ini mendadak, tapi... aku benar-benar ingin kamu tahu."
Lea terdiam sejenak, dan merasa jika kata-kata Kevin itu tulus. Namun, saat ini di hatinya sudah terpatri nama Saga, hingga siapapun itu tidak bisa menggeser posisinya.
Dengan senyum lembut, Lea pun menjawab, "Kevin, aku menghargai perasaanmu. Tapi saat ini, aku sedang fokus pada hal-hal lain. Aku harap kamu bisa mengerti."
Kevin menundukkan kepalanya karena menahan rasa kecewa. "Aku mengerti, Lea. Terima kasih sudah mendengarkan."
Lea mengangguk dan melanjutkan langkahnya, meninggalkan Kevin yang masih berdiri di tempatnya.
~ Waduh... Gawat nih, sepertinya Lea telah menutup hatinya pada laki-laki lain setelah cintanya di tolak oleh Saga. Atau mungkin, dia merasa trauma dengan yang namanya jatuh cinta? ~
**
Hari itu, kafe tempat Lea bekerja dipenuhi oleh pengunjung yang menikmati suasana santai di sore hari.
Seperti biasanya, Lea sibuk melayani para tamu dengan senyuman ramahnya. Namun, kesibukan yang padat membuatnya sedikit tergesa-gesa saat membawa nampan berisi kopi pesanan pelanggan.
Tanpa sengaja, saat berbelok di antara meja-meja yang penuh, Lea menabrak seorang pria yang sedang duduk menikmati kopinya. Nampan di tangannya oleng, dan secangkir kopi tumpah, langsung mengenai baju pria itu.
"Oh tidak! Maafkan aku! Aku benar-benar tidak sengaja," kata Lea dengan wajah panik, lalu segera mengambil serbet dan mencoba membersihkan noda kopi di baju pria tersebut.
Pria yang bernama Saka itu hanya tersenyum kecil seraya menenangkan Lea. "Tenang saja, tidak apa-apa. Baju bisa dicuci, yang penting kamu tidak terluka," ucapnya dengan suara lembut.
Lea mengangkat wajahnya dan terkejut dengan reaksi tenang pria tersebut. Biasanya, pelanggan akan marah atau setidaknya merasa terganggu.
Tapi Saka berbeda. Dengan senyum hangatnya membuat Lea merasa sedikit lega, meski masih merasa bersalah.
"Aku benar-benar minta maaf, Pak. Aku akan mengganti kopinya dan membayar biaya pembersihan bajunya," lanjut Lea yang masih merasa tidak enak hati.
"Tidak perlu khawatir, aku tidak marah. Anggap saja ini pertanda baik kita bisa kenalan," jawab Saka sambil mengulurkan tangannya. "Namaku Saka."
Lea terdiam sejenak sebelum menyambut tangan Saka. "Lea. Sekali lagi, aku minta maaf."
Saka tersenyum lebar, matanya tidak lepas dari Lea. Dari situ, sebuah ketertarikan mulai tumbuh dalam hatinya. Ketertarikan yang tidak biasa.
Sejak hari itu, Saka mulai sering berkunjung ke kafe tersebut, dan setiap kali datang, matanya selalu mencari sosok Lea.
Dia selalu memilih tempat duduk yang sama, di pojok dekat jendela, dengan pemandangan langsung ke arah tempat Lea biasa melayani tamu.
Saka tidak pernah melewatkan kesempatan untuk menyapa Lea setiap kali ia mendekat untuk mengambil pesanan.
Seperti halnya saat ini. "Lea, hari ini sepertinya ramai sekali ya," kata Saka.
Lea hanya tersenyum singkat, "Iya, memang lagi ramai. Mau pesan apa, Pak Saka?."
"Seperti biasa, kopi hitam tanpa gula," jawab Saka sambil menatap Lea dengan tatapan yang lembut.
Saka menikmati setiap momen singkat saat bisa berbicara dengan Lea, meski Lea seringkali hanya memberikan tanggapan singkat dan seadanya.
Saat kopi pesanannya tiba, Saka mencoba untuk menjadi lebih dekat lagi. "Kamu kelihatan sangat sibuk setiap kali aku datang. Kamu pasti capek, ya?."
Lagi-lagi Lea hanya mengangguk singkat. "Namanya juga kerja, Pak. Selalu ada yang harus dikerjakan."
Saka tersenyum namun menikmati cara Lea berbicara yang terkesan cuek, tapi tetap terlihat manis di matanya. "Kalau begitu, kapan-kapan aku ingin traktir kamu makan. Biar kamu bisa istirahat sedikit."
Lea menatap Saka sejenak, "Terima kasih atas tawarannya, tapi disini aku harus fokus kerja, Pak. Selamat menikmati kopinya," balas Lea dengan senyum yang sedikit di paksakan.
"Gadis yang unik," gumam Saka seraya menatap kepergian Lea.
**