Sejak lahir, Jevan selalu di kelilingi oleh para perempuan. Ia tak pernah tahu dunia lain selain dunia yang di kenalkan oleh ibunya yang bekerja sebagai penari pertunjukan di sebuah kota yang terkenal dengan perjudian dan mendapat julukan The sin city.
Jevan terlihat sangat tampan sampai tak ada satupun perempuan yang mampu menolaknya, kecuali seorang gadis cuek yang berprofesi sebagai polisi. Jevan bertemu dengannya karena ia mengalami suatu hal yang tak lazim di hidupnya.
Peristiwa apakah yang telah di alami oleh Jevan? Ikuti ceritanya yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sitting Down Here, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Prom Night untuk Louisa
Di layar ponsel Jevan tertera nama Cherly.
"Angkat saja teleponnya, Jev. Tapi jangan bilang kalau aku sedang bersamamu. Bilang saja kalau tadi kita memang bertemu tapi sekarang kamu sudah pulang"
"Kamu yakin? Bohong itu dosa loh, Rafe"
"Iya, aku tahu bohong itu dosa. Tapi aku ingin tahu kenapa dia telepon kamu"
"Kemungkinan besar karena kamu tadi mematikan ponsel kamu. Apa kamu lupa, Rafe?"
Rafe kemudian memeriksa ponselnya. Ia baru ingat kalau tadi ia memang sengaja mematikan ponselnya.
"Oh iya, aku memang sudah mematikan ponselku sebelum kita beraksi tadi, Jev"
"Jadi kalian lagi marahan dan tak saling bicara, ya?"
"Sebetulnya aku yang marah, Jev. Bukan marah sih, lebih tepat di sebut kecewa"
"Ya sudah aku angkat dulu teleponnya. Karena aku yakin Cherly takkan berhenti menelepon kalau aku tak mengangkatnya"
"Iya, angkat saja kalau begitu"
"Halo Jev, kamu lagi dimana sih kok telepon aku ga di angkat dari tadi?"
"Aku lagi bercumbu dengan seorang wanita seksi di mobil jadi aku tak mengangkat telepon karena lagi tanggung" Jevan sengaja mengatakan itu untuk membuat Rafe kesal dan ternyata ia berhasil karena Rafe langsung memelototi Jevan yang sedang tersenyum jahil ke arahnya.
"Oh, maaf kalau aku mengganggu. Kalau begitu aku telepon lagi nanti ya kalau kamu sudah selesai"
"Jangan khawatir soal itu, Cher. Aku sekarang mengangkat telepon darimu karena aku sudah selesai, Cher. Mau aku ceritakan ga kegiatan aku tadi? Siapa tau bisa jadi masukan buat hubungan kamu dan Rafe"
"Terima kasih, Jev. Kalau soal itu aku yakin Rafe tak kalah hebatnya dari kamu"
Rafe yang ikut mendengarkan pembicaraan antara Jevan dan Cherly tersenyum sedih karena ia tahu Cherly memang mencintainya dengan pemahaman yang berbeda dengan dirinya. Jevan lalu menepuk pelan pundak Rafe untuk menghiburnya.
"Baguslah kalau begitu. Dia kan harus hebat di ranjang kalau tidak kamu takkan takluk dengannya"
"Iya kamu benar, Jev. Mmm... Jev, apakah tadi kamu bersama dengan Rafe sebelum kamu bermesraan sama perempuan yang tadi kamu ceritakan?"
Jevan menahan tawanya karena Cherly ternyata percaya dengan kebohongannya soal wanita itu.
"Iya, tadi aku sempat ada kerjaan sedikit sama Rafe, tapi setelah itu dia pulang. Memangnya dia belum sampai apartemen kamu ya?"
"Belum... Eh... Aku sebenarnya juga tak tahu sih dia akan kesini atau tidak"
"Memangnya kenapa Rafe ga ke tempatmu, Cher? Dia kan sekarang tinggal sama kamu"
"Well... Kami sempat bertengkar sih kemarin. Aku tahu aku telah mengecewakannya"
"Kamu telah mengecewakannya? Masa sih?"
"Iya, aku telah mengecewakannya karena telah menolak lamarannya"
"Apa? Jadi Rafe telah melamar kamu ya?"
"Iya"
"Memangnya kenapa kamu menolaknya? Bukankah kalian saling mencintai?"
"Memang. Tapi memangnya kedua orang yang saling mencintai harus menikah, Jev?"
"Well, itu sih tergantung cara pandang keduanya, Cher"
"Jev, tadi kan kamu ketemu dia. Tadi Rafe bilang sesuatu ga tentang ini?"
"Ngga. Makanya aku terkejut waktu kamu bilang kalau Rafe telah melamar kamu"
"Tadi dia keliatan sedih atau kesal ga?"
"Ga, dia keliatan biasa aja kok. Tapi itu mungkin dari luarnya aja, dalam hatinya sih aku ga tau. Aku kan bukan cenayang"
"Jadi aku harus gimana dong?"
"Terima aja lamarannya"
"Aku tak bisa, Jev... "
"Tak bisa atau tak mau, Cher?"
"Tak bisa"
"Tapi kamu akan kehilangan dia, karena dia sepertinya ingin membentuk keluarga denganmu"
"Aku sendiri tak yakin ingin punya anak atau tidak. Aku tak pernah merencanakan ini sebelumnya. Jatuh cinta dengan Rafe bukanlah bagian dari rencana aku di masa depan. Tapi aku masih ingin tinggal bersama dengannya"
"Cher, sebenarnya cowok kayak Rafe itu termasuk langka loh. Dengan melamar kamu itu sepertinya adalah cara dia menghargai kamu sebagai pasangan"
"Iya aku tahu, Jev... Aku tahu... "
Cherly mulai menangis karena ia bingung. Ia mencintai Rafe tapi ia takut menjalani pernikahan bersama Rafe.
"Aku takut, Rafe. Bagaimana kalau pernikahan aku dengan Rafe gagal seperti pernikahan kedua orang tuaku?"
"Bagaimana kamu tahu kalau pernikahan kamu akan gagal jika di coba saja belum? Cher, bukankah pengalaman dari orang tuamu bisa menjadi pembuktian buat diri kamu sendiri kalau kamu takkan melakukan kesalahan yang sama seperti yang telah mereka perbuat dulu?"
"Kamu benar, Jev. Tapi aku masih belum siap untuk menjalaninya"
"Kalau begitu jujur aja sama Rafe"
"Aku takut dia akan meninggalkan aku, Jev"
"Kalau dia benar-benar mencintaimu aku yakin dia takkan meninggalkan kamu, Cher"
"Entahlah, Jev... "
"Cobalah untuk ke psikiater Cher, seperti saranku dulu. Aku yakin Rafe mau mengantarkan kamu"
"Akan aku coba, Jev. Tapi yang jelas aku harus ketemu Rafe dulu dan membicarakan tentang ini"
"Yeah, nanti juga ia akan datang padamu"
"Terima kasih, Jev. Udah dulu ya. Tolong do'akan semoga hubunganku dengan Rafe tetap baik"
"Tentu, aku akan do'akan kalian"
Setelah selesai bicara dengan Cherly, Jevan kembali berbicara dengan Rafe.
"Kamu sudah dengar sendiri tadi kan, Rafe? Sekarang semuanya terserah padamu"
'Iya, thanks Jev. Aku akan datang padanya, tapi bukan hari ini"
***
Hubungan Rafe dengan Cherly kembali membaik. Tetapi Rafe sudah tak membahas tentang pernikahan lagi dengan Cherly. Butuh waktu dua bulan untuk Rafe membujuk Cherly agar berkonsultasi ke psikiater.
Setelah berkonsultasi selama 4 bulan dengan psikiater, Rafe pikir Cherly akan berubah pikiran. Tapi sayangnya cara berpikirnya masih sama. Ia masih takut dengan kata pernikahan. Rafe akhirnya menyerah dan kembali ke kota asalnya. Hubungan mereka putus dan itu membuat keduanya merasa sedih dan hancur.
Seminggu setelah Jevan mengantarkan Rafe ke bandara untuk kembali pindah ke kota asalnya, Jevan kemudian memenuhi janjinya kepada Louisa untuk menjadi pendamping atau teman kencannya di acara prom night dalam rangka merayakan kelulusan sekolah Louisa.
Sebelum menjemput Louisa ke acara prom night, ponsel Jevan berdering. Gurunya yang dulu menawarkan kelulusan lebih cepat kepada Jevan kembali meneleponnya. Atas saran dari Rafe, Jevan telah menolak penawaran gurunya tersebut. Tetapi kali ini gurunya mengancam Jevan.
"Aku telah memberikan penawaran terbaik untukmu tapi kau telah menolaknya. Ini kesempatan terakhir, jika kamu masih menolak penawaran dariku, maka kau takkan bisa lulus sekolah sampai kapan pun!"
"Memangnya kau punya kuasa untuk itu, miss? Kau kan bukan kepala sekolah"
"Aku bisa membuktikannya padamu! Aku tunggu malam ini di apartemen. Kalau kau tidak datang juga, maka kau takkan bisa lulus seperti yang aku bilang tadi!"
"Kenapa kau melakukan ini padaku, miss?"
"Karena aku ingin kau jadi milikku"
"Aku bukan milik siapa-siapa, miss. Lagipula aku kan pernah menuruti miss sekali"
"Tapi aku tidak puas, Jevan. Aku ingin kunjungan rutin setiap minggu"
"Miss, seharusnya kau tahu kalau aku tidak memberikan jasaku secara gratis"
"Aku mungkin tak membayarmu, tapi imbalannya kan sepadan"
"Berikan dulu bukti ijazah kelulusannya padaku, baru aku akan datang!"
Jevan lalu memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Setelah itu ia bersiap untuk menjemput Louisa ke acara prom night.
***
Walaupun banyak perempuan yang hadir di prom senang melihat kedatangan Jevan, tetapi Louisa merasa kalau Jevan agak lebih pendiam dari biasanya.
"Jev, ada apa? Kamu agak lain dari biasanya"
"Masa sih?"
"Iya, kita kan udah saling kenal sejak lahir, Jev. Jadi aku tau kalau misalnya lagi ada apa-apa sama kamu"
"Aku udah bilang belum kalau kamu terlihat cantik malam ini?"
"Udah tadi. Jangan mengalihkan pembicaraan, Jev"
"Hhh... Baiklah... Aku akan ceritakan yang sebenarnya"
Saat Jevan sedang menceritakan soal gurunya kepada Louisa, mereka sedang berdansa di lantai dansa. Mereka kembali jadi pusat perhatian bukan hanya karena Jevan terlihat tampan malam itu, tapi juga karena musik yang di mainkan oleh DJ berirama kencang tetapi Jevan dan Louisa malah berdansa slow sambil berbicara dengan serius.
"Aku rasa kita perlu membuat rencana, Jev. Dan kamu harus melibatkan Ron"
"Kita?"
Louisa mengangguk sambil tersenyum penuh misteri.