NovelToon NovelToon
Inspirasi Petani Sukses Banjarnegara

Inspirasi Petani Sukses Banjarnegara

Status: tamat
Genre:Tamat / Pemain Terhebat
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Pak Woto, petani sederhana di Banjarnegara, menjalani hari-harinya penuh tawa bersama keluarganya. Mulai dari traktor yang 'joget' hingga usaha konyol menenangkan cucu, kisah keluarga ini dipenuhi humor ringan yang menghangatkan hati. Temukan bagaimana kebahagiaan bisa hadir di tengah kesibukan sehari-hari melalui cerita lucu dan menghibur ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Petualangan Kelapa Muda dan Marimas

Setelah drama cacing raksasa di sawah mereda, keluarga Pak Woto mulai merasa haus. Matahari semakin meninggi, dan keringat mulai membasahi dahi mereka. Pak Woto melihat ke arah pohon kelapa di sudut sawah, lalu dengan ide cemerlangnya, ia menyusun rencana.

"Eh, Puthut, mumpung kita di sini, ambilkan beberapa kelapa muda dari pohon itu. Sepertinya segar kalau diminum sekarang," kata Pak Woto sambil mengusap-usap tengkuknya yang mulai panas.

Puthut yang masih sedikit trauma dengan cacing tadi, menatap pohon kelapa tinggi itu. "Pak, pohonnya tinggi sekali. Kalau aku jatuh, nanti bukan cuma cacing yang takut padaku, tapi aku juga bisa takut sama pohon!"

Pak Woto tertawa. "Jangan lebay, Puthut. Kamu kan dulu jago manjat pohon waktu kecil. Masa sekarang takut juga?"

Puthut menarik napas dalam-dalam. Ia tidak ingin terlihat pengecut setelah kejadian cacing tadi. "Baiklah, Pak. Aku akan coba."

Dengan penuh keberanian, Puthut mulai memanjat pohon kelapa itu. Tentu saja, setiap kali dia melihat bayangan hitam kecil di pohon, dia teringat cacing dan melompat sedikit, menyebabkan pohon itu bergetar. Di bawah, Pak Woto hanya bisa menahan tawa melihat aksi Puthut.

"Awas, Puthut! Jangan sampai kamu malah bikin pohon itu joget kayak traktor kemarin!" teriak Pak Woto sambil tertawa.

Puthut terus memanjat, hingga akhirnya dia sampai di puncak pohon dan berhasil memetik beberapa kelapa muda. Dia menjatuhkan kelapa-kelapa itu ke tanah dengan hati-hati. Namun, kelapa terakhir meluncur ke bawah lebih cepat dari yang dia kira dan hampir mengenai kepala Pak Woto.

"Waduh, Puthut! Kamu mau ngasih kelapa atau mau ngasih aku benjol?!" teriak Pak Woto sambil menghindar dengan sigap.

"Aku kira Pak lebih cepat dari kelapa!" jawab Puthut sambil cengengesan.

Setelah kelapa terkumpul, Pak Woto kemudian menyuruh Marni, menantunya, untuk pulang ke rumah mengambil wadah dan membeli es batu serta Marimas. "Marni, kamu pulang dulu ya, ambil wadah sama beli es batu di warungnya Bu Sumi. Jangan lupa beli Marimas juga, biar kelapa mudanya makin nikmat!"

Marni yang dari tadi mengamati aksi Puthut dari bawah, hanya bisa mengangguk sambil menahan senyum. "Iya, Pak. Tapi aku ingatkan, kalau minum kelapa pakai Marimas, nanti Puthut malah lupa cara manjat pohon!"

Pak Woto tertawa. "Nggak apa-apa, biar dia lupa manjat, asal dia nggak lupa kalau ada cacing lagi!"

Dengan cepat, Marni bergegas menuju rumah untuk mengambil wadah dan membeli es batu serta Marimas. Sementara itu, Pak Woto dan Puthut mulai membuka kelapa-kelapa muda itu. Puthut menggunakan parang besar, tapi setiap kali dia menebas kelapa, dia seolah-olah sedang menebas bayangan cacing.

Pak Woto yang melihat itu, menepuk bahu Puthut. "Tenang saja, Puthut. Ini bukan kepala cacing, ini cuma kelapa. Kalau kamu terus begini, bisa-bisa kelapa ini nggak ada isinya nanti!"

Puthut mengangguk, mencoba fokus, dan akhirnya berhasil membuka kelapa-kelapa itu dengan baik. Saat Marni kembali dengan es batu dan Marimas, mereka segera menyiapkan minuman kelapa muda yang segar.

"Ini dia, es batu dan Marimasnya! Sekarang kita bikin kelapa muda rasa buah-buahan, biar segarnya dobel!" ujar Marni dengan antusias.

Pak Woto mengambil satu kelapa, menuangkan Marimas dan es batu ke dalamnya, lalu menyeruput. "Wah, segar sekali! Rasa kelapa muda yang manis berpadu sempurna dengan rasa Marimas!"

Puthut yang sudah tidak sabar, langsung mencoba. "Eh, ternyata bener, Pak! Rasanya lebih enak dari kelapa biasa!"

Marni tertawa sambil menyiapkan kelapa untuk dirinya sendiri. "Tapi inget, Puthut. Jangan sampai ketagihan, nanti kelapa di sawah habis, kita harus manjat lagi!"

Pak Woto menambahkan, "Dan jangan sampai kamu mimpi dikejar cacing raksasa yang mau minum kelapa muda juga!"

Mereka semua tertawa bersama, menikmati kelapa muda yang segar dengan sentuhan Marimas. Hari yang tadinya penuh kejadian aneh dan lucu, diakhiri dengan kebersamaan yang manis. Meski Puthut sempat ketakutan dengan cacing, dan hampir membuat kepala ayahnya benjol dengan kelapa, semua itu menjadi bahan cerita lucu yang akan mereka kenang setiap kali melihat pohon kelapa di sawah.

Dan sejak hari itu, kelapa muda dengan Marimas menjadi minuman favorit mereka setelah bekerja di sawah, serta pengingat akan hari penuh tawa dan kebahagiaan di Jlengut-Nangkasepet.

Petualangan Rasa: Gedang Goreng dan Dawet Ayu

Setelah mereka selesai menikmati segarnya kelapa muda dengan Marimas, rasa puas mulai muncul di wajah Pak Woto, Puthut, dan Marni. Namun, di tengah kebersamaan mereka, terdengar suara dari kejauhan.

"Pak, Puthut, Marni!" teriak Bu Sisur yang datang dengan langkah cepat. Di tangannya, dia membawa dua keranjang berisi sesuatu yang membuat hidung mereka langsung tertarik.

Pak Woto melirik ke arah Bu Sisur dengan senyum lebar. "Eh, Bu Sisur datang bawa apa tuh? Ada baunya yang enak banget!"

Dengan senyum bangga, Bu Sisur meletakkan keranjang di depan mereka. "Ini, Pak, Puthut, Marni, aku bawakan gedang goreng spesial sama Dawet Ayu yang terkenal se-Indonesia!"

Puthut langsung terperangah melihat pisang goreng yang begitu menggiurkan dengan warna kuning keemasan dan tekstur renyah yang mengundang selera. "Wah, Ibu bawa gedang goreng? Sudah lama aku nggak makan yang ini!"

Marni menambahkan, "Dan Dawet Ayu juga? Wah, ini kombinasi yang sempurna! Setelah minum kelapa muda, sekarang kita bisa makan cemilan!"

Pak Woto menggosok-gosok perutnya sambil menatap pisang goreng itu. "Bu, kenapa bawa banyak banget? Kita bisa habisin semua ini?"

Bu Sisur tertawa kecil. "Tentu saja! Ini kan gedang goreng yang istimewa. Resep rahasia dari leluhur kita. Dan Dawet Ayu ini juga dibuat dengan bahan-bahan alami, bukan sembarangan."

Puthut yang sudah tak sabar langsung mengambil sepotong gedang goreng. Tapi, baru saja ia menggigit, ia langsung memekik. "Panas, panas! Ampun, ini baru digoreng ya, Bu?"

Bu Sisur tersenyum lebar, "Itu tanda kalau masih segar, Puthut! Makan pelan-pelan, nanti malah lidahmu kebakar."

Marni tak bisa menahan tawa melihat Puthut yang sibuk meniup-niup gedang goreng yang masih panas. "Puthut, kamu kayak anak kecil aja. Masa gedang goreng aja nggak sabar?"

Pak Woto pun mengambil sepotong gedang goreng dan mulai memakannya. "Wah, beneran enak ini, Bu. Pisangnya manis, tepungnya renyah. Ini sih bisa bikin kita lupa sama diet."

Sambil makan, Bu Sisur menuangkan Dawet Ayu ke dalam gelas. Cairan hijau dari dawet yang kenyal dan santan yang kental mengalir dengan sempurna, disertai es batu yang membuat Dawet Ayu itu semakin menggoda. "Nah, biar lebih nikmat, minumnya pakai Dawet Ayu ini, ya. Paduan yang sempurna!"

Puthut, yang akhirnya bisa menikmati gedang goreng tanpa kepanasan, langsung menyeruput Dawet Ayu dengan penuh antusias. "Wah, ini baru nikmat, Bu! Rasanya lembut dan segar. Pas banget buat penutup kelapa muda tadi!"

Pak Woto yang sedang mengunyah gedang goreng menimpali, "Kalau begini, kita bisa buka warung di sini. Jual kelapa muda, gedang goreng, sama Dawet Ayu. Dijamin laris!"

Marni, sambil menyesap Dawet Ayu, mengangguk. "Iya, Pak. Kita bisa jadi tempat wisata kuliner mendadak! Bayangkan, orang-orang datang ke Jlengut-Nangkasepet cuma buat makan ini."

Bu Sisur tertawa sambil menambahkan, "Kalau begitu, nanti kita buat spanduk besar di jalan masuk desa. 'Selamat Datang di Surga Gedang Goreng dan Dawet Ayu!'"

Semua tertawa mendengar ide Bu Sisur yang kocak. Namun, di balik canda itu, mereka semua menikmati setiap gigitan dan tegukan dengan sepenuh hati. Sambil makan, mereka melanjutkan obrolan ringan tentang keseharian di desa, sesekali diselingi oleh lelucon-lelucon yang membuat suasana semakin hangat.

Ketika Dawet Ayu dan gedang goreng hampir habis, Puthut berbaring di atas rerumputan sambil memandang langit. "Kalau tiap hari begini, aku bisa-bisa tambah gemuk, Pak."

Pak Woto menjawab sambil tertawa, "Yang penting kita bahagia, Puthut. Gemuk itu cuma bonus!"

Marni menggelitik Puthut dengan sendok Dawet Ayu yang dingin. "Kalau gemuk, nanti kamu takut manjat pohon kelapa lagi, apalagi kalau ada cacing!"

Puthut langsung duduk dengan ekspresi bercanda. "Wah, jangan gitu, Marni! Aku bisa gemuk, tapi jangan sampai takut sama cacing lagi!"

Bu Sisur menutup keranjang kosong dengan senyum puas. "Lain kali kita bawa makanan lebih banyak lagi ya, biar lebih seru. Siapa tahu, besok kita ketemu binatang lain yang bisa bikin cerita lucu lagi."

Pak Woto mengangguk setuju. "Iya, Bu. Kita kan keluarga yang penuh tawa. Apa pun yang terjadi, kita selalu bisa tertawa bersama."

Mereka semua tertawa bersama, mengakhiri hari dengan perut kenyang dan hati yang puas. Kebersamaan mereka adalah harta yang paling berharga, dan setiap momen, baik yang lucu maupun sederhana, menjadi kenangan yang tak terlupakan.

Dan dengan itu, petualangan di sawah hari itu berakhir dengan manis, meninggalkan tawa yang menggema di antara pohon-pohon kelapa dan sawah-sawah yang hijau.

1
Los Dol TV
hadir kunjung thor
ATAKOTA_
bagus sekali
DJ. Esa Sandi S.: makasih kaka
total 1 replies
anggita
like👍+dukungan iklan buat pak Woto☝yg lagi di sawah.
DJ. Esa Sandi S.: hehehe makasih mbak Anggita.. moga-moga rejekimu lancar ya .. tambah iman dan takwa.. aamiin
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!