Jatuh cinta sejak masih remaja. Sayangnya, pria yang ia cintai malah tidak membalas perasaannya hingga menikah dengan wanita lain. Namun takdir, memang sangat suka mempermainkan hati. Saat sang pria sudah menduda, dia dipersatukan kembali dengan pria tersebut. Sayang, takdir masih belum memihak. Ia menikah, namun tetap tidak dianggap ada oleh pria yang ia cintai. Hingga akhirnya, rasa lelah itu datang. Ditambah, sebuah fitnah menghampiri. Dia pada akhirnya memilih menyerah, lalu menutup hati rapat-rapat. Membunuh rasa cinta yang ada dalam hatinya dengan sedemikian rupa.
Lalu, apa yang akan terjadi setelah dia menutup hati? Takdir memang tidak bisa ditebak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Part 25
Lusi kembali memutar tubuhnya. Hatinya terasa sedikit kecewa karena penjelasan Saga barusan.
"Kamu tenang saja, biar aku yang urus semuanya. Aku jamin, rahasia kita tidak akan terbongkar. Dan, papa tidak akan marah padamu."
Selesai berucap, Lusi langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Saga kembali. Melanjutkan langkah yang sebelumnya sempat tertahan.
Sementara itu, Saga yang melihat kepergian Lusi malah terdiam tanpa kata. Tapi benaknya bekerja, berusaha mencerna apa yang baru saja dia hadapi. Kepergian Lusi ikut melenyapkan semangat Saga. Menyisakan rasa hampa yang terasa sangat nyata. Kosong, seperti tidak ada yang tersisa sedikitpun.
'Kenapa sekarang keadaannya malah berbalik? Kenapa seolah dia yang tidak ingin ada orang lain yang tahu soal pernikahan kami? Ya Tuhan ... aku .... ' Saga tidak tahu harus melanjutkan kata hatinya dengan kata-kata apa. Yang pasti, dia merasa cukup perih sekarang.
Sementara itu, di balik pintu kamar, Lusi menyandarkan punggungnya sambil menutup mata. Satu tangan dia letakkan ke atas dada. Sedikit terluka itu sebenarnya hal yang biasa dia rasakan ketika dirinya bersama Saga. Tapi kali ini, dia malah kesal akan hatinya yang tidak bisa ia ajak kerja sama.
'Apa sih yang kamu harapkan sebenarnya, Si? Saga tidak akan pernah berubah. Hatinya yang tidak akan pernah bisa kamu miliki meski kamu mengejarnya puluhan tahun itu tetap akan membeku untuk kamu. Tidak akan pernah mencair. Jadi, tolonglah tetap tersadar dari harapan palsu yang sempat muncul. Kamu harus tetap waras, Lusi. Saga tetap Saga. Tidak akan pernah berubah jadi suami kamu yang mencintaimu dengan hatinya.' Lusi berkata dalam hati sambil menarik napas dalam-dalam.
Berusaha keras berdamai dengan keadaan. Lusi pun akhirnya bisa menguasai diri. Karena rasa tidak nyaman dengan apa yang baru saja terjadi, Lusi memutuskan untuk tidak ikut dalam acara makan malam kantor.
Lusi meraih ponselnya, lalu menghubungi papa mertuanya. Panggilan tersambung dengan cepat.
"Iya, Si. Ada apa, Nak?" Terdengar suara si papa mertua di ujung sana dengan lemah lembut menjawab panggilan dari Lusi, si menantu kesayangannya itu.
"Pa, aku ... hachim." Lusi pura-pura bersin untuk memberikan kesan kalau dia sedang tidak baik-baik saja. Padahal, itu hanya pura-pura karena tidak ingin Saga dan dirinya ikut dalam acara makan malam tersebut.
"Si."
"Iya, Pa. Maaf, aku sedang tidak enak badan kek nya, Pa. Malam ini, aku gak bisa hadir. Gak fit banget deh, Pa."
Si papa mertua pun berusaha mempercayai apa yang menantunya itu katakan. Meskipun begitu, hatinya merasa sedikit curiga. Tapi dengan cepat, rasa itu dia singkirkan.
"Ya sudah, Nak. Gak papa. Biar papa yang urus semuanya. Kamu istirahat saja. Mungkin, kamu tidak enak badan karena kelelahan."
"Iya kali, Pa."
"Tapi papa jangan cemas ya. Lagian, gak ada Lusi, asisten Lusi juga ada di sana."
"Ya gak akan sama, Si. Kamu sama asisten kamu itu jelas jauh berbeda. Tapi, gak papa. Kesehatan kamu adalah hal utama."
"Iya, Pa. Makasih banyak atas pengertiannya."
Setelah pesan-pesan singkat yang si mertua berikan Lusi iya-iyakan, panggilan itupun langsung berakhir. Lusi pun langsung menarik napas lega karena dirinya sudah bisa mengurus masalah yang sedang dia hadapi.
Sebaliknya, si papa malah langsung menghubungi Saga untuk menanyakan keadaan Lusi. Pertanyaan papanya itu membuat Saga sangat cemas. Dia pun bergegas menuju kamar Lusi untuk melihat keadaan sang istri sekarang.
Perasaan cemas membuat Saga lupa apa yang sebelumnya terjadi di antara mereka. Saga bahkan tidak berpikir kalau Lusi sedang bersandiwara sekarang.
Pintu kamar Saga ketuk dengan ketukan sedang. Hatinya yang cemas malah memaksa dia masuk kamar tanpa pikir panjang. Maklum, dia takutnya kalau Lusi benar-benar sedang tidak enak badan, lalu tidak bisa menjawab panggilannya.
Tapi saat pintu Saga buka, kamar itu kosong. Saga pun dibuat semakin kebingungan sekarang. Kamar dengan nuansa serba hijau tidak membuat pikirannya teralihkan dari Lusi. Saga pun langsung melanjutkan langkah kakinya masuk ke dalam lebih jauh lagi.
Sebaliknya, ketika Saga terus berjalan, Lusi yang ada di kamar mandi malah langsung menampakkan wajahnya. Dia keluar dari kamar tersebut dengan balutan handuk setengah dada.
Tentu saja dia kaget saat melihat Saga yang ada di kamarnya. Lusi pun menjerit syok sambil ingin memutar haluan untuk kembali bersembunyi ke kamar mandi. Sayang, karena terburu-buru, dia malah terpeleset dan hampir terjatuh.
O tapi tidak. Dia tidak akan benar-benar terjatuh karena suaminya itu sangat tanggap dan sigap. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh itu memudahkan Saga meraih tubuh langsing Lusi. Lusi pun terjatuh di atas tubuh Saga kini.
Syok, terdiam beberapa saat dengan bibir yang saling beradu. Detak jantung keduanya sedang tidak baik-baik saja kini. Itu berdetak dua atau tiga kali lebih cepat dari biasanya.
Susah payah Lusi berusaha untuk menyadarkan diri, akhirnya dia bisa menguasai hatinya dengan baik. Segera, Lusi bangun dari jatuhnya yang sebelumnya sedang menindih tubuh Saga. Wajah Lusi tidak bisa berbohong. Rona merah itu terlihat dengan sangat jelas hingga ke kupingnya.
"Apa-apaan sih, Ga? Kok main masuk kamar orang aja? Lupa kamu kalau kamar itu adalah privasi?" Kesal Lusi bukan kepalang.
Sejujurnya, rasa kesal itu meledak hanya karena dia ingin menutupi apa yang hatinya rasakan. Dia juga tahu kalau apa yang dia lakukan saat ini agak berlebihan. Bagaimanapun, Saga adalah orang yang pernah dia kejar dengan susah payah sebelumnya.
Menggelengkan kepala, Saga bagun dengan malas dari jatuhnya. "Maaf, aku juga gak tahu kalo kamu sedang .... "
"Apaan sih? Makanya jangan sesuka hatimu saja bertingkah. Meski ini adalah rumah kamu, tapi kamar ini adalah milikku sekarang. Jadi ini, tidak termasuk ke dalam wilayah kamu."
Ucapan Lusi membuat bibir Saga sedikit terangkat. "Wilayah? Kata apa itu? Terdengar sedikit aneh."
"Apa? Aneh? Apa?"
"Keluar sekarang gak?"
"Ya elah. Santai aja kenapa sih? Udah ku lihat juga itu .... "
Saga semakin menjadi-jadi sekarang. Dia tahu Lusi sedang kesal, dia malah menggodanya dengan brutal. Senyum genit tak lupa dia perlihatkan. Sementara itu, Lusi yang menyadari pandangan dan ke mana arah ucapan Saga langsung menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Sagara Sanjaya! Kurang ajar kamu! Keluar sekarang tidak!"
Saga langsung menutup kupingnya dengan kedua tangan. "Ya ampun, nona. Jangan teriak-teriak. Sakit ini kuping."
"Keluar."
"Iya, oke aku ke luar. Aku minta maaf."
"Bodo amat. Keluar sekarang dan jangan pernah masuk lagi ke dalam kamar ini."
Saga beranjak. Namun, langkahnya tiba-tiba tertahan ketika ia ingat akan tujuannya datang ke kamar Lusi. Dia yang sudah berbalik, kini kembali memutar tubuhnya lagi untuk menghadap ke arah Lusi.
Tapi thank's ya thor buat tulisannya. tetep semangat menulis
. q tunggu cerita br nya🥰
sebenernya masih kurang sih... he he..
tpi kalau emang kk author lelah, y udh berhenti aja jngn dipaksakan...🥰🥰🥰
ditunggu karya barunya..🥰😍
pdahal blm puas... he he... effort saga buat deketin lusi masoh kurang...😢
dan satu... kmu menghukum saga aja bsa knp kmu gak bsa mnghukung org yg telah mmfitnah menantu mu itu... ayooookkk begerak cepat papa... jgn mw kalah ma cewek2 ular itu