NovelToon NovelToon
IDIOT BUT LUCKY

IDIOT BUT LUCKY

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Genius / Hamil di luar nikah / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Mata Batin / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:19.1k
Nilai: 5
Nama Author: diahps94

Tiga sejoli menghabiskan usia bersama, berguru mencari kekebalan tubuh, menjelajahi kuburan kala petang demi tercapainya angan. Sial datang pada malam ketujuh, malam puncak pencarian kesakitan. Diperdengarkan segala bentuk suara makhluk tak kasat mata, mereka tak gentar. Seonggok bayi merah berlumuran darah membuat lutut gemetar nyaris pingsan. Bayi yang merubah alur hidup ketiganya.

Mari ikuti kisah mereka 👻👻

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon diahps94, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26. Ketupat Rindu

Keliru akan pertimbangkan diri, tak temu beberapa waktu tak mungkin terselip rindu. Nyatanya diri tersesat, rindu tiada tepi menanti di kembalikan pada yang ia nanti. Menghukum orang rumah dengan tak memberi kabar, siapa sangka justru dirinya yang paling menderita. Ingin membuka semua akses kembali, sayang dia begitu gengsi. Jiwa muda menggelora, mengacau agar abai tentang rindu hingga bersikukuh tak ingin berkabar walau hati sangat ingin.

Mahendra memandang lurus ke arah Djiwa yang hanya mengaduk makanan di piringnya, tanpa ada semangat untuk di lahap. Hidangan empat sehat sangat sempurna tak menarik lidah dan perhatian putranya. Melamun di meja makan, Mahendra hanyut dalam lamunan Djiwa dan ikut tak menyendokkan makanan dalam mulut. Memilih menanyakan apa gerangan yang menganggu pikiran anaknya, sayang hanya mendapat tatapan kebencian tiada ujung.

Tak beda jauh dengan keadaan Djiwa, di kediaman Yanto sedang dilanda bisu serentak, tanpa minat dalam konsumsi sehari-hari. "Hah, sampai kapan kalian seperti itu, apa masakan ku tak lagi enak di lidah kalian?"

Rini menatap sendu, tiga perjaka yang sama sekali tak menggubris ucapannya, hingga ia berucap kembali. "Kalian mau makan apa sebenarnya?"

Yanto melirik ke arah ibunya yang berdiri di ujung meja makan. "Bu, aku ingin makan ketupat."

"Dengan opor ayam kampung, kesukaan Djiwa." Imbuh Dayat.

"Heumm, ku pikir jika kita memasak itu, mungkin Djiwa akan segera pulang untuk makan santapan favoritnya itu." Ikut menimbrung meski tatapan mata kosong, Ujang sudah tak kuasa menahan rindu.

Rini menarik semua lauk di meja makan, di tutup lantas masuk ke tudung saji, jika hari biasa pasti perang mulut terjadi, anaknya suka sekali makan, kalau belum ludes isi piring tak akan berhenti. "Hah, tak laku juga masakan ku kali ini."

"Sudah, nanti aku masak ketupat, kalian pergi sana jauh-jauh cari angin." Usir Rini, menghimbau agar putranya mencari kesibukan dan lupa akan pikiran kacaunya.

Helaan nafas panjang terdengar dari ketiganya, Rini benar-benar tak habis pikir. "Susul saja sana, gemas aku melihat tingkah kalian!"

Seketika semangat hidup ada pada ketiganya, Yanto buru-buru memastikan ucapan ibunya. "Emang ibu ada alamatnya?"

"Ya adalah, tu tertulis di kertas yang ada di laci meja ruang tamu." Rini menyelipkan di sana, saat Mahendra memberikan alamat tujuan membawa Djiwa.

Lari berebut, bahkan Ujang harus rela kakinya menjadi korban tanpa pertanggungjawaban. Di injak tanpa kelembutan, berdenyut nyeri tapi tak ada yang mengiba atas musibah yang iya terima. "Hasukk, emang semuanya."

Baju di tarik paksa, asal di masukkan dalam koper. Yanto sibuk menyiapkan baju dan barang bawaan. Dayat sibuk menelpon orang rumah untuk di kemaskan beberapa setel baju untuk bepergian. Ujang santai saja, dia bisa dengan mudah mengambil baju Dayat atau Yanto nanti, sekarang biar dia menggusur kakinya yang nyut-nyutan nyeri.

Celingakan, mematikan aman barulah Dayat berucap. "Tuh kan, benar dugaan ku Cok, gak mungkin lah keluarga kita nggk punya alamat vila Mahendra, sudah ada beraninya menyembunyikan dari kita."

"Untung kan kalian mau pake ide ku, pura-pura linglung terus sampe nggak selera makan, jadi kasihan kan orang melihat." Ujang merasa paling berjasa kali ini.

Yanto mengacungkan dua jempol, Dayat memberi empat jempol dengan dua jempol kali. "Hish, aku tak butuh jempol kalian."

"Tapi ya Jang, ide cemerlang mu ini keterlaluan. Perut ku keroncongan, mana liur ku nyaris menetes saat sambel terasi masuk secara sopan mengetuk hidung ku." Keluh Yanto, ingat sekali aromanya.

"Mending kalian, sebelum akting sudah makan roti tiga bungkus dengan kopi secangkir, lah aku cok benar-benar perut kosong, nggak mendadak kesurupan aja udah syukur alhamdulilah." Dayat paling menderita kali ini.

"Ya salah mu sendiri di ajak nyemil malah sibuk chat sama janda bohay, makan tuh si bohay sampe kenyang." Olok Ujang.

"Mulut mu ya, gitu-gitu calon ipar kalian, jangan suka mencemooh di Cok." Tegur Dayat, pasalnya kerap sekali julukan janda bohay tersemat di pacarnya, padahal ya bohay sih tapi tak usah di perjelas juga.

"Sudah jangan kelahi lagi, cepat ambil baju kalian ayo kita berangkat." Seru Yanto yang sudah siap sedia.

Bersiul di sepanjang jalan, Yanto yang menyetir di suapi kacang yang lebih dulu di kupaskan oleh Dayat yang duduk di samping kemudi. Ujang sibuk dengan dunia mimpi, baru kali ini dia bisa tidur lelap saat di perjalanan, hatinya tentram sebentar lagi bertemu separuh jiwanya. Sorak sorai penuh kegembiraan manusia berusia tak lagi muda tapi belum tua juga. Meski rute perjalanan jauh, mereka siap menempuh itu dengan riang.

Di persimpangan desa, Yanto mendadak menghentikan kemudi, saat matanya menangkap sekelebat bayangan putranya di balik kaca mobil yang baru saja papasan. Dengan segera putar balik, membuntuti mobil tersebut. Dayat yang penuh tanya tak tahu apa-apa, akhirnya bersuara. "Ada yang ketinggalan?"

"Ck, kayaknya aku liar Djiwa lewat tadi." Yanto sibuk mengejar mobil di depannya.

"Hah, serius?" Dayat sanksi dengan pernyataan Yanto.

"Mobil di depan itu, membawa Djiwa di dalamnya, tapi itu bukan mobil yang biasa di pakai Mahendra." Hal itu yang membuat Yanto sedikit ragu.

"Bukan kali ah To, lagian mana mungkin orang kaya Mahendra naek mobil kelas menengah ke bawah Cok." Dayat yakin seumur hidup Mahendra pasti tak pernah melakukan itu.

"Yeuhh gak percaya, hayuk ikutin aja, ini arahnya juga ke rumah kita loh." Putus Yanto.

Praduga tak meleset, mobil tersebut mengarah ke kediaman keluarga Yanto. Berhenti di halaman rumah, lantas turunlah putra kesayangan mereka. Yanto mempercepat parkir mobilnya, lantas turun tanpa repot membangunkan Ujang yang masih pelor. Dayat lari lebih dulu setelah tahu ucapan Yanto benar adanya. Merengkuh paksa Djiwa ke dalam dekap, seketika bulir airmata jatuh tanpa diminta.

Rindunya terobati hanya dengan aroma tubuh putranya. Mendekap erat, lantas Dayat tersingkir begitu saja oleh Yanto yang ganti memeluk Djiwa. Dayat tak marah, dengan seksama memperhatikan orang yang mengantarkan Djiwa. Dilihat dari segi manapun, dia bukan orang suruhan Mahendra yang penuh harta berlimpah. Kaos dan celana yang di kenakan orang itu lebih mirip dengan supir travel.

Orang tersebut mendekat ke arah, Djiwa. Djiwa yang tahu segera melepas dekapan Yanto. "Eh mang jadi berapa sampe sini teh?"

"Ya atuh kata si Ujang mau di sewa mobilnya, saya anter sendiri loh tanpa ada penumpang lain, katanya mau bayar full." Supir itu takut Djiwa ingkar janji.

"Iya maksud saya teh berapa mang totalnya." Djiwa kan harus jelas nominal jika meminta pada ayahnya.

"Sejuta lima ratus Jang." Timpal si supir.

"Tuh Bowan dan Botu tugasnya bayar supir, aku mau masuk, lapar sekali perut ku."

Tercengang tanpa ada penjelasan panjang dari Djiwa. Tetap merogoh saku guna membayar nominal biaya perjalanan Djiwa. Mereka berdua bergegas masuk ke rumah, gelagat Djiwa mencurigakan, jelas ada yang tak beres dengan kepulangannya.

"Nenek Djiwa pulang!" Riang Djiwa mencari keberadaan Rini.

Rini yang mendengar suara makhluk kecintaannya, lekas menaruh ketupat yang baru saja ia angkat. "Djiwa, kau pulang nak?"

Djiwa menerjang tubuh Rini, mencuri rakus aroma neneknya yang lama tak ia hirup. "Nenek bau sangit dan bau koyok, khas nenek-nenek sejati."

"Apa-apaan ini baru datang sudah mengatai nenek nya ya." Rini menjawil hidung bangir milik Djiwa.

"Lapar...." Mendayu penuh rayu, Djiwa menjadi anak manja di rumahnya.

"Nenek masak ketupat dan opor kesukaan mu, tapi tunggu opornya masih di belakang belum nenek angkat." Jelas Rini.

Klomprangggg

Piring jatuh, Jarwo tak perduli lekas berlari dengan tubuh gemapalnya. "Aduh-aaduhhh cucuku sudah pulang."

"Ah kakek, baru ku tinggal sebentar sudah pasti tak punya kesibukan kan, pasti habis belai-belai si jago." Tak mengantar jemput Djiwa sekolah, kesibukan Jarwo apalagi kalau bukan mengurus ayam kecintaannya.

Jarwo mencubit pipi Djiwa gemas. "Ayam kakek di potong satu sama nenek mu, huhu untung kau beneran pulang kalau tidak, sia-sia ayamku mati."

"Wahh pesta besar dong makan jago bangkok, ngomong-ngomong turut berdukacita ya kek, kakak ikhlasin aja udah dagingnya buat Djiwa kakek nggak usah ikut makan." Canda Djiwa.

"Enak saja, orang kakek yang urus ya kakek dapet jatah paling banyak." Sanggah Jarwo.

"Katanya kecintaan, tega banget ikut makan dagingnya." Ledek Djiwa.

"Ya kecintaan sewaktu jadi ayam, kalau udah opor lain cerita, ayok makan." Ajak Jarwo.

Meja makan menjadi sibuk, opor dan ketupat diracik sedemikian rupa dan adil oleh Rini, masih saja berebut. Kondisi jomplang saat tak ada Djiwa. Kali ini Djiwa mengecap ketupat neneknya benar-benar nikmat. Apa mungkin karena ada rindu di dalamnya, hingga cita rasa begitu nikmat.

"Yanto, si Ujang kemana?" Jarwo mencari-cari satu manusia yang tak lepas dari ketek Yanto selama hidup.

Yanto langsung keluar rumah, Dayat angkat bicara mewakili. "Ujang masih tidur di mobil dari tadi."

"Lah iya, kok bisa kalian nggak jadi berangkat ketemu Djiwa di mana?" Selidik Jarwo meski mulut sibuk mengunyah.

Dayat memandang Djiwa penuh tanya, anaknya hanya mengedipkan mata kanan penuh rahasia. "Di persimpangan wak."

Dubrakk.....dabrukkk

"Alah buset, srepeettt tett...tertttt, Djiwa udah pulang kenapa nggak bilang-bilang?" Ujang yang baru bangun tidur langsung sigrak.

"Heheheh, hai Boti." Sapa Djiwa.

"Haii, eh ada ketupat sama opor, makan dulu lah." Ujang teralihkan, kebetulan dia lapar dan ada ketupat.

"Djiwa kok bisa di anter travel, jangan bilang kau kabur dari Mahendra?" Yanto penuh curiga.

"Salah sendiri tak peka, aku ingin pulang malah di kurung, rasakan ku tinggal kabur dia." Ucap Djiwa kesal.

"Serius, kau benar-benar kabur?" Dayat syokk.

"Jangan marah Botu, aku rindu kalian, rindu juga dengan ketupat, jadi mari makan ketupat nanti saja wawancaranya, jangan pikirkan orang tak penting, paling sekarang sedang kebingungan, biar dia rasakan sendiri." Seru Djiwa.

"Anak mu Yat, kok ya mirip kamu pas muda kelakuannya, suka banget syok terapi orangtuanya." Rini mengeluh.

"Lumayan nek, dapat terapi jantung gratis." Djiwa melempar canda tak bersambut tawa.

"Gratis gundulmu peang." Rini senang, tapi ya mumet.

Bersambung

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
sembarangan 😤
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
waduh😣
🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ
mahendraaa knp,,, ayokkk djiwa selamat in ayah
🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ
waduhh siapa sihh tersangka nyaaa 🤔🤔🤔
🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ
masihhh misteriiii
🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ
polisi juga manusia,,, takut setannnnn😂😂😂😂😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
nah loh 👻👻👻
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
betul 🤪
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
🤭🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Wah ternyata banyak 🥺
🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ
cariii lagiiii ada apa lagiii,,, yokkk selesaikan
🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ
waduhh baca mlm2 merinding diskooo euyyy😂😂😂
🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ
ikutttttt
Hendra Yana
di tunggu up selanjutnya
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Apa masih ada mayat lagi 🤔
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
waduh 😣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
🤭🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Nah loh semua kena semprot 🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Nanti juga mereka akur sendiri 🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!