Laura Charita tidak tau kalo laki laki mabok yang akan melecehkannya adalah bos di tempat dia baru diterima kerja.
Laura bahkan senpat memukul aset laki laki itu walau agak meleset dan menghantamkan vas bunga ke kepalanya hingga dia pingsan.
Ini cerita Erland Alexander, ya, anak dari Rihana dan Alexander Monoarfa. Juga ada cucu cucu Airlangga Wisesa lainnya
Semoga suka....♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehilangan
Erland merasa sepi saat dia sampai ke lantai ruangannya.
Padahal biasanya ngga pernah begitu. Mau ada atau engga sekretarisnya ngga terlalu mengganggu hari harinya selama ini.
Dia melirik ruang sekretaris yang pernah di diami si gadis club. Masih sepi. Adelia-sepupunya-belum datang. Dia memang terlalu pagi datang. Lebih cepat dari biasa.
Erland hampir saja tergelak untuk membuang pikiran konyolnya karea mengira gadis itu membatalkan niat pengunduran dirinya.
Dia sedikit berharap. Erland menghembuskan nafasnya lagi.
Tadi malam penampilannya jauh berbeda dari hari biasanya dia bekerja. Seperti penampilan awal mereka bertemu. Rambut panjang tergerai indah dan tubuh wangi yang dibaluti dres seksi yang cukup terbuka.
Padahal di saat jadi sekretarisnya, gadis itu mengenakan pakaian tertutup dan sopan.
Dia seperti punya dua kepribadian yang berbeda.
Sudut bibirnya agak tertarik jika mengingatnya.
Mengapa suasana ini langsung terasa jelas perbedaannya.
Tidak ada lagi yang bisa dia ganggu untuk melihat wajah marah dan meronanya.
Helaan nafas berat pun mulai dia hembuskan lagi.
Di tempat yang lain beberapa jam kemudian gadis yang laki laki itu pikirkan sedang bersama dua sepupunya di sebuah kafe
"Aku minta maaf," ucap Nevia.
"Aku juga," sambung Karla.
"Kalian memang kelewatan. Kalo kalian sudah kasih tau, aku, kan, ngga bakalan sekaget itu ketemu," semprot Laura sebal.
Ingatannya kembali lagi pada waktu itu, dia sudah hampir pingsan karena terkejut melihat siapa yang jadi bosnya.
Laki laki itu pun sama sekali ngga menunjukkan rasa bersalahnya. Malah lebih panjang lagi taringnya dari pada dirinya yang sudah jadi korban.
"Kami pikir kalo langsung dikasih tau, kamu pasti bakalan mundur dan ngga jadi kerja di sana," kilah Nevia membela diri.
"Sayang, kan, apalagi kamu udah susah susah ngelewati banyak tes biar dapat posisi itu," tambah Karla juga ngga mau sepenuhnya disalahkan.
Hening.
Laura hanya mendecih kesal.
Mereka ngga tau aja betapa dirinya udah ditindas oleh sepupu menyebalkannya itu.
"Kalo boleh tau, apa yang terjadi malam itu?" tanya Nevia akhirnya bisa membuka topik sakral itu.
Ngga ada yang mau membicarakannya. Mami, papi, om om dan tante tantenya. Apalagi sepupu sepupunya yang laki laki. Sepertinya hukumnya jadi haram jika mereka mengungkitnya.
"Aku juga penasaran. Kenapa kamu sampai mukul kepala Erland? Dia hampir meninggal," sambung Karla agak ngga terina.
"Aku ngga sengaja."
Dengan ringkas Laura menceritakan kejadian malam naas itu.
"Erland mabok? Aku udah duga, walau masih ngga percaya," seru Nevia tertahan. Sepupunya baru kali ini membuat heboh. Dia kalem dan dingin, ngga pernah membuat skandal selama ini.
"Aku juga masih ngga percaya kalo Erland mabok," tambah Karla lagi sambil menggelengkan kepalanya.
"Aku ngga mungkin, kan, mukul orang tanpa alasan," sergah Laura agak kesal, merasa sudah disangka berbohong.
"Bukan begitu, Lauraaa..... Erland baru kali ini mabok sampai mau melecehkan perempuan," ralat Karla ketika melihat wajah horor Laura.
"Mungkin kamu ngga percaya, tapi Erland ngga pernah aneh aneh. Makanya kita semua shock waktu lihat dia di ICU," bela Nevia juga.
"Maminya nangis banget, soalnya Erland anak satu satunya. Kayak kita," timpal Karla lagi.
Kemarahan Laura perlahan menyurut juga.
Teringat lagi kejadian malam itu. Dia merasa ada kata kata yang aneh yang laki laki itu ucapkan, juga tubuhnya agak menggigil.
Memang malam itu bos mesumnya agak aneh.
Tapi Laura baru kali itu ketemu dengan orang mabok parah. Dia ngga sempat mikir yang lain.
Boro boro mikir, yang penting dia harus bisa pergi, itulah yang ada di pikirannya saat itu.
"Tapi kamu ngga sampai.... em.... hilang itunya, kan.....?" tanya Nevia ragu.
"Enggaklah. Tapi kalo engga aku pukul, mungkin saat ini aku sudah hamil," omel Laura kesal.
"Syukurlah," kekeh keduanya bersamaan.
"Tapi kalo sampai hamil, pasti Erland bakal tanggung jawab. Aku yakin banget,'" tukas Karla membuat Laura terdiam.
"Malah mami papinya akan syukuran karena anaknya akhirnya bisa dipaksa nikah," tawa Nevia yang dibarengi Karla. Terlihat sangat bahagia itu kalo itu terjadi.
Laura hanya memaksakan senyumnya. Laki laki itu memang akan bertanggung jawab, tapi dia yang ngga mungkin bisa percaya.
Lagipula Laura hanya mau menyerahkannya saat sah buat suaminya, bukan buat laki laki mabok ngga jelas gitu.
"Laura..... em.... Kamu ngga ada rasa dengan Erland?" tanya Karla penasaran.
Masa ngga naksir? Di luar sana banyak yang jumpalitan buat narik perhatian Erland.
"Soalnya Erland sepertinya suka dengan kamu," senyum Nevia penuh makna. Karla yang juga sudah tau tentang surat kontrak kerja nyeleneh Erland untuk Laura juga menatapnya jahil.
Laura hanya bisa diam dan tertegun.
Masa sih?
*
*
*
"Jadi hanya sampai di sini saja yang kamu selesaikan...!" ketus Nathalia ketika melihat baru sebagian saja yang direvisi Maura.
"Saya minta waktu lagi," mohon Maura sambil melirik Erland yang tampak cuek.
Nathalia mendengus ketika tau kemana arah lirikan Maura.
"Padahal mantan sekretaris Erland sudah memberikan kamu banyak keringanan," sambung Nathalia lagi, masih ketus, bahkan aura wajahnya makin kelam.
Mantan? Laura udah ngga kerja lagi di sini? Maura baru sadar kalo Laura ngga ada. Dia pikir sepupunya sedang mengerjakan tugas lain atau sengaja ngga dibolehin ikut meeting.
Dia dipecat, Maura menahan kedutan sinisnya.
Biarlah proyek ini gagal, tapi dia masih bisa gembira karena Laura ngga bekerja jadi sekretaris Erland lagi. Bisa bisa gadis itu menikungnya untuk dekat dengan Erland.
"Terpaksa aku memberikan empat desain yang belum di revisi ini pada Kemilau Desain," putus Nathalia cepat.
"Baiklah." Maura menjawab enteng, karena itu juga bukan desainnya. Desainnya sudah dia selamatkan lebih dulu bersama desain murni Laura.
Kening Nathalia berkerut mendengarnya. Biasanya seorang desain grafis akan menganggap hasil karyanya adalah anaknya. Ngga mungkin semudah itu akan diberikan pada orang lain. Apalagi saingan perusahaannya.
"Aku beri waktu sampai besok. Kalo desainnya ngga selesai, semua desain Kejora Desain ngga akan digunakan," kata Erland membuat berpasang pasang mata itu menoleh padanya.
"Tapi Er---," tukas Nathalia yang segera dipotong Erland.
"Jika besok Kejora Desain ngga bisa menyelesaikannya, aku minta Kemilau Desain mengganti semuanya." Suara Erland terdengar dalam. Ngga ada yang berani protes. Kepala kepala divisi yang ikut meeting mengangguk setuju tanpa protes.
Kedua sudut bibir Nathalia tertarik sedikit. Hatinya diliputi kesenangan kalo itu terjadi.
"Oke."
Maura hanya bisa diam dan memaki tiada henti dalam hati. Malam ini dia harus lembur menyelesaikan empat revisi itu.
Sialaaaannnn!
*
*
*
"Erland, kenapa kamu ambil keputusan begitu?" tanya Adelia ketika menjejeri langkahnya. Nathalia juga bersama mereka.
Kepala devisi yang lainnya sudah kembali ke ruangan mereka masing masing.
"Aku ngga suka kerja yang setengah setengah."
Kedua gadis kembar itu manggut manggut.
"Bener, sih. Akan terasa beda jiwanya," sahut Nathalia membenarkan. Tadi pun dia heran karena gadis itu langsung saja menerima putusannya. Harusnya dia menolak dan keukeh mempertahankan empat desain lainnya itu.
"Iya, sih."
Erland juga ingin tau kemampuan gadis yang merupakan sepupu mantan sekretarisnya itu.
Erland merasa ada sentuhan yang berbeda dari desain desain mereka. Ada yang utuh dari satu orang, tapi banyak juga yang merupakan kerjaan banyak orang.
Dan ada beberapa yang Erland tersentuh, seakan bisa melihat bayangan gadis club itu di sana.
Dia memang sudah gila.